Pihak Tongkonan Mendoe di Toraja Utara Angkat Bicara Masalah Sengketa Tanah Adat
Masalah terungkap antara Tongkonan Mendoe dan keluarga Alm YS Batti adalah sengketa tanah hingga penyerobotan yang sekaligus mengklaim miliknya
Penulis: Risnawati M | Editor: Nurul Adha Islamiah
Laporan Wartawan TribunToraja.com, Risnawati
TRIBUNTORAJA.COM, RANTEPAO - Keluarga pihak Tongkonan (Rumah Toraja) Mendoe angkat bicara terkait pernyataan Pdt Suleman Batti pada pertemuan bersama Muspida di Hotel Misiliana, Kabupaten Toraja Utara berapa saat lalu.
Masalah terungkap antara Tongkonan Mendoe dan keluarga Alm YS Batti adalah sengketa tanah hingga penyerobotan yang sekaligus mengklaim miliknya, juga keluarga YS Batti diwakili Pdt Suleman Batti dianggap telah membawa nama keluarga Tongkonan Sirreng."Pertemuan di hotel Misiliana beberapa saat lalu, Pdt Suleman Batti telah membohongi publik yang hadir saat itu termasuk pemerintah," ujar salah satu keluarga Tongkonan Mendoe, Medim SM, Minggu (6/1/2019).
Menurutnya, seorang pendeta telah memberikan informasi yang tidak sesuai putusan MA, bahkan telah merugikan aparat TNI karena menyampaikan pentalutan yang dilakukan Tongkonan Mendoe ada pengawalan 20 TNI bersenjata.
"TNI hadir bukan karena kita minta pengawalan, tapi kami berikan surat pemberitahuan bahwa kami akan melanjutkan pentalutan dan TNI Koramil Sesean hadir enam orang dengan tujuan mengantisipasi terjadi bentrokan tanpa membawa senjata," jelas Medim.
Baca: Tanah Adat Diklaim Orang Lain, Tongkonan Sirreng di Toraja Utara Bersurat ke Polda
Baca: VIDEO: Gara-gara Kandang Ayam, Warga Tomodi Datangi DPRD Wajo
Baca: Hati-hati Investasi dari WNA, Warga Toraja ini Ludes Uangnya hingga Rp 640 Juta! Begini Ceritanya?
Sementara, salah satu turunan kelima Lai Lase dari Tongkonan Mendoe, Ne Marannu mengatakan, tongkonan dibangun di kediaman Almh Lai Lase di Lembang (Desa) Sangkaropi Kecamatan Sadan sehingga tidak benar jika diklaim mengambil tanah milik orang lain.
Lanjut Ne Marannu menjelaskan, pada bulan Oktober 2018 pihak keluarga Y S Batti berencana membangun cafe yang baru berupa pondasi di halaman belakang milik tanah Tongkonan Mendoe dan tanpa IMB dari Dinas PUPR, maka itu pihak Mendoe mengambil langkah untuk membuat talud kembali sepanjang 100 meter.
"Kalau mereka yakin ini sirreng kenapa tidak ada pihak Tongkonan Sirreng lainnya juga yang berani membangun, ini hanya keluarga Y S Batti saja yang sudah jelas tidak ada keturunan dari mendoe," ungkap Ne Marannu.
Lanjutnya, tahun 1928 sebelum Indonesia merdeka Tongkonan Mendoe sudah dibangun di tanah tersebut, sedangkan YS Batti mendirikan tongkonan pribadi di lokasi rumahnya sejak dua tahun lalu.
"Sejak tahun 2002, Pengadilan Negeri Makale mengajak kedua pihak bertemu, kami hadir, namun hanya pengacara Y S Batti yang datang, sudah lama kami ingin duduk bersama," ucap Ne Marannu
Dijelaskan pula, putusan Mahkamah Agung (MA) tanggal 26 Januari 1984, pada halaman 5 disebutkan dua poin yang mengatakan, gugatan ditujukan bukan kepada Tongkonan Sirreng melainkan Y S Batti dan kawan-kawan, hal mana berarti gugatan tidak didasarkan pada keadaan siapa menjadi penguasa wilayah di daerah sengketa tanah.
Selanjutnya, poin dua menyebut setelah meneliti berita acara pemeriksaan, Y S Batti mendirikan rumah biasa bukan rumah tongkonan berdasarkan surat izin bangunan.
"Yang harus kita pedomani bersama, tidak ada putusan MA yang mengatakan itu tanah sengketa milik Tongkonan Sirreng, karena putusan itu mengatakan kembali ke status awal (quo), tapi keluarga Y S Batti ngotot miliknya dengan membawa nama Sirreng," tambah Marannu.
Maka itu, pihak Tongkonan Mendoe dan sebagian keluarga Tongkonan Sirreng berharap Pemkab Toraja Utara dan aparat TNI/Polri kembali mempertemukan kedua pihak antara Tongkonan Mendoe dan keluarga Y S Batti, sehingga tidak mendengar dari satu pihak dan mengetahui asal usul lahirnya Tongkonan Mendoe, serta membahas putusan hukum sebelumnya. (*)
DISCLAIMER: Atas pertimbangan etik, beberapa kata dan kalimat di berita sebelumnya kami edit. Terima kasih.