Tsunami Banten dan Lampung
Letusan Krakatau Pernah Picu Tsunami Banten 40 Meter Kini Gunung Anak Krakatau Sudah Erupsi 423 Kali
Erupsi Krakatau kini terjadi hampir setiap hari sejak 29 Juni 2018. Pada Minggu (23/12/2018), Gunung Anak Krakatau tercatat mengalami erupsi 423 kali.
Penulis: Abdul Azis | Editor: Aqsa Riyandi Pananrang
TRIBUN-TIMUR.COM - Tsunami Banten dan Lampung pada Sabtu (23/12/2018) diduga karena erupsi Gunung Anak Krakatau.
Selain itu, gelombang tinggi akibat faktor cuaca di perairan Selat Sunda.
Erupsi Krakatau kini terjadi hampir setiap hari sejak 29 Juni 2018.
Pada Minggu (23/12/2018), Gunung Anak Krakatau tercatat mengalami erupsi 423 kali. Asap kelabu hingga tebal dengan ketinggian 200-1.500 meter.
Berdasarkan keterangan Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), lontaran material pijar dalam radius 2 kilometer dari pusat erupsi.
Sedangkan, evakuasi korban tsunami Banten dan Lampung masih terus dilakukan oleh tim gabungan.
Jumlah korban terus bertambah. Hingga Minggu (23/12/2018) pukul 10.00 WIB tercatat 62 orang meninggal dunia, 584 orang luka, dan 20 orang hilang.
"Ratusan rumah dan bangunan rusak. Alat berat dikerahkan untuk evakuasi," tulis Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, via akun Twitternya @sutopopurwonugroho.
Bencana ini mengingatkan kita pada letusan dahsyat Gunung Krakatau yang terjadi pada tahun 1883 silam.
Saat itu, letusan dahsyat Krakatau menimbulkan awan panas setinggi 70 km dan tsunami setinggi 40 meter dan menewaskan sekitar 36.000 orang.
Baca: VIDEO Detik-detik Konser Seventeen Band Diterjang Tsunami Banten, Bassist Tewas, Gitaris-Drum Hilang
Baca: Memalukan! Video Caleg Cantik Ditangkap Bawa Sabu Beredar, Polisi Ungkap Profesi Haram Rika Verawati
Baca: Bongkar Mafia Bola, Kapolri Tunjuk 2 Jenderal yang Tangani Kasus Kopi Sianida & Bom Sarinah
Baca: Kok Tak Biasa? Jokowi & JK Bareng di Makassar, Erick Thohir Duluan, Dosen Ini Ungkap ‘Keanehan’
Baca: Pendaftaran PPPK Januari 2019, Ini Perbedaan PNS dengan P3K dari Status, Gaji, Fasilitas, Masa Kerja
Baca: Disebut Godfather Mafia Sepak Bola Indonesia, Andi Darussalam Siap Buka-bukaan Pengaturan Skor
Baca: Reaksi Mengejutkan Rocky Gerung Kala ‘Digoda’ Megawati
Dilansir dari kompas.com, jauh sebelum peneliti asing menulis tentang meletusnya Gunung Krakatau (Krakatoa, Carcata) tanggal 26, 27, dan 28 Agustus 1883, seorang pribumi telah menuliskan kesaksiaan yang amat langka dan menarik, tiga bulan pascameletusnya Krakatau, melalui Syair Lampung Karam.
Peneliti dan ahli filologi dari Leiden University, Belanda, Suryadi mengatakan hal itu kepada Kompas di Padang, Sumatera Barat, dan melalui surat elektroniknya dari Belanda, Minggu (31/8).
"Kajian-kajian ilmiah dan bibiliografi mengenai Krakatau hampir-hampir luput mencantumkan satu-satunya sumber pribumi tertulis, yang mencatat kesaksian mengenai letusan Krakatau di tahun 1883 itu. Dua tahun penelitian, saya menemukan satu-satunya kesaksian pribumi dalam bentuk tertulis, " katanya.
Sebelum meletus tanggal 26, 27, dan 28 Agustus 1883, gunung Krakatau telah batuk-batuk sejak 20 Mei 1883.
Letusan dahsyat Krakatau menimbulkan awan panas setinggi 70 km dan tsunami setinggi 40 meter dan menewaskan sekitar 36.000 orang.