Ini Penyebab Garam Langka dan Mahal di Jeneponto
Produksi garam petani Jeneponto dengan sistem pengolahan tradisional berkisar 1,8 hingga 2,1 ton pe hektar.
Penulis: Muslimin Emba | Editor: Mahyuddin
TRIBUNJENEPONTO.COM, BINAMU - Cuaca yang tidak menentu mempengaruhi produksi garam di Jeneponto.
Petani pun memilih tak mengolah garam karena khawatir merugi.
Hal itu disampaikan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Perindag) Jeneponto Muh Jafar saat ditemui TribunJeneponto.com, di Kantor Bupati Jeneponto, Jl Lanto Dg Pasewang, Kecamatan Binamu, Senin (31/07/2017).
"Petani garam tidak melakukan aktivitas karena tahun ini tahun basah, di mana curah hujan sampai bulan Agustus masih sering turun sehingga mempengaruhi petani dalam melakukan pengolahan tambak," ujar Muh Jafar.
Produksi petani menurun disertai kebutuhan masyarakat yang meningkat menjadikan garam barang langka.
"Iya karena, kebutuhan garam oleh masyarakat meningkat, sementara petani tidak memproduksi jadi harga juga mahal," ujar Muh Jafar.
Baca: Bupati Jeneponto Paparkan Kondisi Daerahnya di Depan Konjen Australia
Bulan Juli-Agustus adalah puncak panen petani garam Jeneponto.
Harga garam di pasaran saat ini berkisar Rp 3 ribu hingga Rp 5 ribu per liter.
Produksi garam petani Jeneponto dengan sistem pengolahan tradisional berkisar 1,8 hingga 2,1 ton pe hektar.
Luas areal tambak garam Jeneponto, menurut Muh Jafar, sekitar 622,66 hektar, tersebar di empat kecamatan, Arungkeke, Tamalatea, Bangkala dan Bangkala Barat.(*)