BHS Dukung Prabowo Bangun Rel di Luar Jawa, Dorong Trans Sumatera-Sulawesi
rencana Presiden Prabowo sejalan dengan misi pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di berbagai wilayah Indonesia
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Haryo Soekartono (BHS) memberikan apresiasi tinggi terhadap langkah Presiden Prabowo Subianto yang berencana membangun jaringan kereta api di luar Pulau Jawa.
Ia menilai kebijakan tersebut sangat strategis untuk memperkuat sistem angkutan logistik nasional, distribusi hasil sumber daya alam, dan transportasi massal penumpang.
Menurut BHS, rencana Presiden Prabowo sejalan dengan misi pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di berbagai wilayah Indonesia, terutama kawasan luar Pulau Jawa.
“Pembangunan jaringan kereta api ini sebenarnya sudah dimulai sejak masa kolonial Belanda, yang fokusnya di empat pulau besar: Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi dengan panjang rel mencapai sekitar 7.300 kilometer,” ujarnya.
BHS mencontohkan, di Pulau Sumatera telah dibangun sekitar 2.200 kilometer jalur rel yang digunakan untuk transportasi publik dan logistik massal.
“Konsep tersebut sebenarnya sudah mengarah pada sistem kereta Trans Sumatera,” jelasnya.
Ia berharap pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan, dapat melanjutkan pembangunan sistem rel konvensional di luar Jawa sebagai prioritas nasional.
“Saya berharap pemerintah bisa mempertimbangkan pembangunan rel kereta api konvensional di Sumatera yang belum terealisasi sepanjang sekitar 1.300 kilometer, untuk menyambungkan jalur Trans Sumatera dari Lampung hingga Aceh,” kata BHS di Jakarta, 5 November 2025.
BHS mengungkapkan, jika biaya pembangunan rel kereta api mencapai sekitar Rp40 miliar per kilometer, maka total dana yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek Trans Sumatera hanya sekitar Rp52 triliun.
“Dengan modal sebesar itu, Indonesia sudah bisa memiliki jaringan kereta api Trans Sumatera yang strategis bagi konektivitas logistik nasional,” tegasnya.
BHS menambahkan, pemerintah juga bisa mengadakan tambahan 100 rangkaian kereta api (Rolling-Stock) dengan harga sekitar Rp100 miliar per rangkaian atau total sekitar Rp10 triliun.
Rangkaian tersebut terdiri dari kereta penumpang berkapasitas 10 gerbong termasuk lokomotif, serta sebagian dapat digunakan untuk kereta barang dengan 30 gerbong logistik per rangkaian.
“Dengan manfaat itu, sudah bisa dipastikan kereta api konvensional mampu memindahkan jutaan penumpang tiap tahun serta seluruh logistik sumber daya alam dan hasil pertanian yang jumlahnya miliaran ton per tahun dari wilayah Sumatera,” ungkapnya.
Lebih lanjut, BHS menyoroti potensi pembangunan Trans Sulawesi sepanjang 1.750 kilometer dengan estimasi biaya tak lebih dari Rp60 triliun.
Menurutnya, investasi tersebut relatif kecil namun memberi dampak ekonomi besar bagi kawasan Sulawesi.
“Maka ekonomi di Pulau Sulawesi akan berkembang pesat dengan adanya logistik sumber daya alam dan penumpang dalam jumlah besar yang diangkut oleh transportasi massal kereta api. Tentu lebih efektif dan murah,” katanya.
Ia memperkirakan, dengan biaya tak lebih dari Rp200 triliun, proyek Trans Sumatera dan Trans Sulawesi dapat terealisasi untuk menggerakkan ekonomi di 16 provinsi di kedua pulau tersebut.
“Pertumbuhan ekonomi akan menggeliat, dan pemerataan ekonomi pasti terjadi berkat transportasi publik massal itu,” ujar BHS.
Ia menekankan bahwa percepatan pertumbuhan ekonomi lebih banyak ditentukan oleh kecepatan perpindahan logistik dalam jumlah besar ketimbang mobilitas penumpang semata.
“Karena yang lebih bisa menumbuhkan ekonomi adalah perpindahan logistik yang cepat dalam jumlah besar daripada perpindahan penumpang,” jelasnya.
BHS juga menyoroti pentingnya pembangunan sistem kereta api di Provinsi Aceh yang mendesak untuk mendukung infrastruktur pelabuhan dan kawasan industri terintegrasi.
Selain itu, katanya, pembangunan ini juga penting untuk bersaing dengan Singapura dan Malaysia yang telah lama menguasai sebagian besar logistik di Selat Malaka dan Selat Sunda.
“Dengan potensi pasar Singapura dan Malaysia masing-masing 30 juta TEUS per tahun, serta wacana pembangunan Selat Kra di Thailand, kita harus berusaha mengambil pasar tersebut dengan membuat sistem transportasi kereta api di Sumatera,” ujarnya.
Ia menegaskan, tujuan utama pembangunan jaringan tersebut adalah untuk mengangkut bahan mentah menuju industri penghasil bahan jadi di Sumatera, yang selanjutnya dapat didistribusikan ke Jawa maupun diekspor.
BHS menutup pernyataannya dengan harapan agar pemerintah meninjau kembali prioritas pembangunan transportasi nasional.
“Pemerintah RI sebaiknya memprioritaskan kereta api konvensional sebagai transportasi massal di seluruh wilayah Indonesia karena mampu memindahkan logistik dan penumpang dalam jumlah besar untuk pemerataan ekonomi,” tegasnya.
“Setelah kereta api seluruh Indonesia tercukupi, baru kita bicara soal kereta cepat untuk Jakarta–Surabaya, bahkan hingga ke Banyuwangi,” pungkasnya.
kereta api
| PDIP Pertanyakan Strategi Jokowi Rayu Presiden China Bangun Whoosh Jika Tak Cari Untung |
|
|---|
| Polemik Jalan Perumahan Subsidi di Maros Berakhir, Balai Kereta Api Buka Akses Alternatif |
|
|---|
| Diduga Terima Suap Rp720 Juta, Bupati Pati Sudewo Bakal Diperiksa KPK Soal Dugaan Korupsi DJKA |
|
|---|
| 370 Saksi Diperiksa Kasus Korupsi Gaji Karyawan Balai Kereta Api Sulsel |
|
|---|
| Imbas Tutup Akses Perumahan Subsidi, DPRD Maros Ancam Balas Balai Pengelola Kereta Api Sulsel |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.