Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Purbaya Blak-blakan Ungkap Subsidi Energi Masih Dinikmati Orang Mampu, Ini Contohnya

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bongkar fakta distribusi subsidi energi. Subsidi energi belum ideal.

Editor: Ansar
Tribunnews.com
SUBSIDI ENERGI - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan, distribusi subsidi energi masih belum ideal. Hal itu disampaikannya dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi XI DPR membahas Realisasi Kompensasi dan Subsidi dalam APBN 2025. (Tribunnews.com/ Chaerul Umam) 

TRIBUN-TIMUR.COM - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bongkar fakta distribusi subsidi energi.

Purbaya blak-blakan sebut subsidi energi belum ideal.

Mengutip data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), Ia menyebut, kelompok masyarakat sangat mampu, yakni desil 8 hingga 10, masih menikmati porsi signifikan dari subsidi.

Desil atau decile adalah istilah dalam ilmu statistika deskriptif.

Desil berfungsi sebagai ukuran pemusatan data atau ukuran letak data.

Secara spesifik, desil adalah nilai-nilai yang membagi sekumpulan data yang telah diurutkan menjadi sepuluh bagian yang sama banyak.

Padahal subsidi seharusnya ditujukan bagi kelompok rentan.

Hal itu disampaikan Purbaya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR membahas realisasi kompensasi dan subsidi dalam APBN 2025, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2025).

Subsidi energi adalah salah satu bentuk intervensi dan bantuan finansial yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat, khususnya konsumen, untuk memastikan harga produk energi berada di tingkat yang terjangkau dan adil.

Subsidi energi bertujuan untuk meringankan beban pengeluaran masyarakat dan mendorong pemerataan akses energi sebagai kebutuhan dasar.

“Subsidi energi sangat dipengaruhi oleh tiga faktor utama: harga minyak dunia, nilai tukar rupiah, dan volume konsumsi," kata dia.

"Harga jual BBM dan tarif listrik memang sudah disesuaikan sejak 2022, tapi belum mencapai harga keekonomian,” ujar Purbaya.

Ia menegaskan, pemerintah berkomitmen meningkatkan ketepatan sasaran subsidi melalui pemanfaatan data terpadu subsidi energi nasional.

Transformasi subsidi kini diarahkan berbasis penerima manfaat.

Purbaya menjelaskan, selama ini beban subsidi ditanggung negara melalui selisih antara harga keekonomian dan harga yang dibayar masyarakat.

Contohnya, untuk Pertalite, masyarakat hanya membayar Rp10.000 per liter dari harga keekonomian Rp11.700.

Artinya, APBN menanggung Rp1.700 per liter atau sekitar 15 persen.

Hal serupa terjadi pada solar dan LPG 3 kg.

Harga solar yang dibayar masyarakat sebesar Rp6.800 per liter, padahal harga keekonomiannya Rp11.950. 

Negara menanggung Rp5.150 per liter atau sekitar 43 persen.

Sementara untuk LPG 3 kg, subsidi bahkan mencapai 70 persen dari harga keekonomian.

“Pola serupa terjadi pada listrik, solar, dan minyak tanah. Ini adalah bentuk keberpihakan fiskal yang akan terus dievaluasi agar lebih tepat sasaran dan berkeadilan,” kata Purbaya.

Namun, ia mengingatkan bahwa distribusi subsidi energi saat ini masih belum tepat sasaran.

Subsidi masih dinikmati oleh masyarakat kelas atas.

“Ke depan, kita akan terus berusaha agar subsidi dan kompensasi lebih tepat sasaran dan lebih berkeadilan,” pungkasnya.

Sebagai informasi, pagu subsidi dan kompensasi dalam APBN 2025 mencapai Rp498,8 triliun.

Hingga Agustus, realisasinya baru menyentuh Rp218 triliun atau sekitar 43,7 persen dari total pagu.

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved