Dulu Kontroversi Rp20 Triliun, Kini Natalius Pigai Dikritik Keras Usai Minta Tempat Demo di DPR
Sorotan itu muncul setelah Natalius Piga mendorong penyediaan ruang khusus untuk demonstrasi di dalam kompleks Gedung DPR RI.
TRIBUN-TIMUR.COM - Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai disoroti lagi.
Sorotan itu muncul setelah Natalius Piga mendorong penyediaan ruang khusus untuk demonstrasi di dalam kompleks Gedung DPR RI.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus pun kritik keras.
Pada Oktober 2024, Natalius juga bikin heboh dan disoroti usai meminta anggaran Kementerian HAM ditambah dari Rp64 miliar menjadi Rp20 triliun.
Formappi adalah organisasi nirlaba yang berfokus pada pengawasan dan advokasi terhadap kinerja lembaga parlemen di Indonesia, khususnya DPR dan MPR.
Formappi didirikan pada Maret 2001 oleh sejumlah aktivis muda yang terlibat dalam gerakan reformasi 1998.
Menurut Lucius, usulan tersebut justru berpotensi menjadi alat untuk mengendalikan aspirasi publik, bukan untuk menjamin kebebasan berpendapat.
Ia menyebut, penyediaan ruang demonstrasi di halaman DPR terkesan sebagai solusi teknis semata dan tidak menyentuh substansi dari hak warga negara dalam menyampaikan pendapat.
Lucius menilai, fokus Menteri HAM seharusnya bukan pada infrastruktur, melainkan pada pemenuhan dan perlindungan hak konstitusional warga negara.
"Saya heran juga Menteri HAM malah fokus ke urusan tempat demonstrasi, bukan ke substansi demonstrasi sebagai ekspresi penggunaan hak kebebasan berkumpul dan menyampaikan pendapat," kata Lucius kepada Tribunnews.com, Senin (15/9/2025).
Lucius menyoroti sikap DPR yang dinilai tidak ramah terhadap massa aksi, dengan menutup rapat gerbang gedung, memasang kawat berduri, dan menurunkan aparat dalam jumlah besar.
"Massa yang datang menggunakan haknya itu kerap tidak dihargai oleh pimpinan lembaga atau anggota lembaga parlemen. Mereka dipaksa untuk berteriak di depan gerbang dengan pintu gerbang yang ditutup rapat, dijaga aparat, dilapisi kawat berduri," ujar Lucius.
Lucius menilai, usulan penyediaan ruang demonstrasi dapat menjadi celah bagi DPR untuk mengatur dan membatasi aksi massa sesuai kepentingannya.
Ia menyebut hal ini sebagai siasat pengendalian, bukan langkah perlindungan terhadap kebebasan berpendapat.
"Dengan disiapkan tempat, berikutnya aturan pemakaian tempat itu akan jadi sarana DPR untuk mengatur aksi sesuai keinginan mereka," ucapnya.
"Persiapan tempat itu untuk mengendalikan aksi bukan untuk menjamin kebebasan menyampaikan pendapat dari masyarakat," sambung Lucius.
Ia menegaskan, pendekatan yang diambil Kementerian HAM dalam menyikapi aksi demonstrasi semestinya mendorong kesadaran lembaga-lembaga negara, termasuk DPR, untuk lebih terbuka terhadap aspirasi publik.
Menurutnya, DPR seharusnya membuka diri terhadap aspirasi masyarakat, bukan malah menciptakan jarak dan ketakutan.
Sebelumnya, Natalius menyebut, lapangan untuk demonstrasi diperlukan agar massa tidak menggelar unjuk rasa di badan jalan.
"Kantor besar seperti DPR RI, halaman luas jangan sampai masyarakat demonstrasi di pinggir jalan, mengganggu kenyamanan orang. Sebaiknya dibuat lagi halaman depan, dibuatkan supaya (menampung) 1.000-2.000 orang," kata Natalius Pigai di sela meninjau Kantor Wilayah Kementerian HAM di Denpasar, Bali, Jumat (12/9/2025).
Lapangan itu disebut sebagai pusat demokrasi. Pigai berharap agar setiap pimpinan atau perwakilan lembaga tersebut harus keluar gedung untuk menerima aspirasi masyarakat.
Menurut dia, pusat demokrasi itu tak hanya berpeluang dibuka di tingkat pusat, namun bisa juga dibuka untuk pemerintah daerah, termasuk DPRD provinsi atau kabupaten/kota yang memiliki halaman luas.
Pigai pun siap membuat peraturan setingkat menteri apabila usulan itu diterima oleh kementerian/lembaga.
"Kalau kementerian buat peraturan menteri, saya mau saja. Jadi setiap unjuk rasa, siapa pun baik pemerintah, legislatif, yudikatif, atau korporasi, pihak swasta wajib menerima pengunjuk rasa tapi dibuat ruang, ada tempat pusat demokrasi," ujarnya.
Minta Rp20 triliun
Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira menilai seharusnya permintaan Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai soal penambahan anggaran di kementeriannya dibahas lebih dahulu di internal pemerintah.
Sebagai informasi, Pigai meminta anggaran Kementerian HAM ditambah dari Rp64 miliar menjadi Rp20 triliun.
"Menteri ini kan prinsipnya adalah pembantu Presiden, ketika dia menerima penugasan dari presiden, seharusnya dibicarakan dan dibahas dulu dalam rapat koordinasi internal dengan Menteri koordinatornya," kata Andreas Pareira kepada wartawan, Kamis (24/10/2024).
Pimpinan Komisi di DPR yang membidangi urusan hukum dan HAM itu pun menilai, permintaan Menteri Natalius Pigai tersebut agak kurang relevan.
Terlebih, menurut Andreas, anggaran untuk tahun 2025 sudah ditetapkan atas pembahasan bersama antara Pemerintah dan DPR RI.
“Anggaran 2025 sudah ditetapkan. Pastinya harus dibicarakan dahulu, apalagi ada pemisahan menjadi 3 kementerian yaitu Kementerian Hukum, Kementerian HAM serta Kementerian Imigrasi dan Lapas,” ujarnya.
Selain itu, Andreas menilai permintaan Menteri HAM Natalius Pigai agak sedikit bertolak belakang dengan arahan Presiden Prabowo yang meminta kabinetnya melakukan efisiensi anggaran.
Dia juga menyebut lonjakan anggaran yang diminta oleh Menteri HAM harus disertai dengan perencanaan dan program kerja yang matang.
“Dan tentunya transparansi bagaimana alokasi anggaran digunakan secara efektif,” ujar Andreas.
Lebih lanjut, Andreas menyebut permintaan kenaikan anggaran yang besar ini berpotensi menabrak kebijakan fiskal nasional, terutama dalam hal alokasi anggaran secara keseluruhan.
"Karena kan anggaran sudah ditetapkan. Setiap kenaikan yang signifikan pada satu kementerian akan mengurangi ruang anggaran bagi kementerian lain atau sektor yang juga memerlukan dana besar seperti pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Natalius Pigai menjadi sorotan karena pernyataannya yang menyebut Kementerian HAM butuh anggaran Rp 20 triliun untuk dapat menyusun program pembangunan HAM.
Menteri HAM ini mengaku punya banyak program pembangunan HAM. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar Kementerian HAM mempunyai anggaran hingga Rp 20 triliun.
Pigai menyebutkan, salah satu keinginannya adalah membangun universitas HAM bertaraf internasional yang dilengkapi laboratorium HAM dan rumah sakit.
"Soal Anggaran: 1. Saya mau bangun Universitas HAM bertaraf International terpadu dengan Pusat Studi HAM (Eropa, Afrika, Timur Tengah, Asia dan Kawasan Amerika ), Laboratorium HAM termasuk forensik, Rumah Sakit HAM dll," tulis Pigai melalui akun resmi media sosial X @NataliusPigai2, Rabu (23/10/2024).
Pigai bercita-cita agar universitas itu dipimpin oleh orang Indonesia yang punya kapasitas berkelas dunia di bidang HAM.
Selain itu, Pigai juga ingin mengadakan program kesadaran HAM di 78.000 desa. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
Sosok 3 Kapolda Resmi Naik Pangkat Jenderal Bintang 2 atau Irjen, 2 Akpol 1991 Letting Kapolri |
![]() |
---|
Profil 5 Mantan Menteri Jokowi Disurati Prabowo, Berisi Pesan Khusus |
![]() |
---|
Penjelasan Komisi III DPR RI Soal Inisial S dan D Masuk Bursa Calon Kapolri |
![]() |
---|
Hampir 3 Bulan PLTMH Tak Berfungsi, Warga Siteba Luwu Kembali ke Zaman Pelita |
![]() |
---|
Apa Motif Pembunuhan Kacab Bank BUMN?, 16 Orang Sudah Tersangka |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.