Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Perlindungan Anak

Cara UNICEF dan BaKTI Perkuat Perlindungan Anak Desa dan Kelurahan di Sulsel

Mekanisme ini diadopsi dari prinsip manajemen kasus pekerja sosial yang selama ini digunakan dalam sistem perlindungan anak di tingkat profesional.

Editor: AS Kambie
dok.tribun
PATBM KANJILO - Staf Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Kanjilo Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, menerima pengaduan seorang anak didampingi ibunya di Sekretariat PATBM Kanjilo, Gowa, Kamis, 9 Oktober 2025. PATBM lahir program UNICEF–Yayasan BaKTI untuk membentuk mekanisme perlindungan anak yang berjalan langsung di tingkat akar rumput. 

Oleh: Andi Nurlela
Konsultan UNICEF–BaKTI/Dosen Departemen Sosiologi Universitas Hasanuddin Makassar.
Melaporkan dari Gowa

TRIBUN-TIMUR.COM - Kini, anak-anak di desa dan kelurahan di Sulawesi Selatan tidak lagi sendirian saat menghadapi kekerasan atau penelantaran.

Melalui program UNICEF–Yayasan BaKTI, masyarakat desa dilatih dan difasilitasi untuk membentuk mekanisme perlindungan anak yang berjalan langsung di tingkat akar rumput.

Sejak tahun 2022, UNICEF dan Yayasan BaKTI mendampingi sejumlah wilayah di Sulawesi Selatan seperti Makassar, Maros, Gowa, Bone, dan Wajo. 

Program ini membantu desa dan kelurahan memiliki sistem layanan perlindungan anak yang terstruktur dan berkelanjutan.

Fasilitasi berlanjut hingga Mei–September 2025, dan menjadi tonggak penting agar perlindungan anak tidak hanya bergantung pada lembaga formal di kabupaten, tetapi tumbuh dari kesadaran masyarakat di akar rumput.

Melalui program ini, lahirlah dua lembaga penting di tingkat lokal, Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat disingkat PATBM dan Shelter Warga. 

Keduanya berperan sebagai garda terdepan untuk melindungi anak dari kekerasan, eksploitasi, dan penelantaran termasuk di ranah daring.

PATBM terdiri dari tokoh masyarakat, kader PKK, guru, tenaga kesehatan, aparat desa, serta kelompok anak dan remaja.Mereka bekerja sukarela, melakukan edukasi dan pencegahan sejak dini.

Sementara itu, Shelter Warga menjadi rumah aman bagi anak dan perempuan korban kekerasan.  Selain perlindungan sementara, Shelter juga mengadakan edukasi keluarga dan kampanye nilai sosial yang mendukung kesejahteraan anak.

Masyarakat bukan hanya penerima manfaat, tapi pelaku utama dalam perlindungan anak.

Dengan membangun mekanisme di tingkat desa, kita memastikan setiap anak punya tempat untuk didengar dan dilindungi.

Setiap desa dan kelurahan kini memiliki mekanisme layanan perlindungan anak yang sistematis. Mekanisme ini diadopsi dari prinsip manajemen kasus pekerja sosial yang selama ini digunakan dalam sistem perlindungan anak di tingkat profesional.

Ada enam tahap utama yang dijalankan, yaitu pengaduan, asesmen, pemilahan kasus, rencana intervensi, intervensi, dan monitoring-evaluasi.

Setiap tahap membantu masyarakat dan aparat desa memahami langkah-langkah penting dalam menangani kasus anak secara terukur, mulai dari penerimaan laporan, analisis kebutuhan anak, hingga tindak lanjut dan pendampingan.

Pendekatan ini memastikan bahwa setiap anak yang menghadapi risiko kekerasan atau penelantaran tidak hanya ditangani secara spontan, tetapi melalui proses yang terencana dan sesuai standar kerja sosial.

Tahapan ini memudahkan masyarakat memahami langkah yang harus diambil ketika terjadi masalah yang melibatkan anak.Mulai dari menerima laporan, mendengarkan cerita anak, menganalisis situasi, hingga menentukan tindakan pendampingan atau rujukan.

Setelah laporan diterima, tim melakukan asesmen awal untuk mengetahui kondisi anak dan keluarganya. Kasus kemudian dipilah berdasarkan tingkat risiko agar penanganan menjadi lebih cepat dan tepat.

Ada tiga kategori risiko yang digunakan dalam mekanisme ini: rendah, sedang, dan tinggi.

Kasus dengan risiko rendah ditangani langsung oleh tim desa seperti PATBM atau Shelter.

Contohnya anak yang belum memiliki akta kelahiran, berkonflik kecil dengan teman, atau penggunaan gawai berlebihan. Pendekatannya berupa edukasi, mediasi keluarga, dan bantuan pemenuhan hak dasar.

Untuk risiko sedang, kasus biasanya membutuhkan pendampingan hukum atau psikologis. Contohnya perundungan, kekerasan emosional, atau perebutan hak asuh anak.

Tim desa akan berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) di tingkat kabupaten atau kota.

Sedangkan risiko tinggi mencakup situasi darurat seperti kekerasan seksual, perdagangan anak, atau penyekapan. Kasus ini langsung dirujuk ke kepolisian, layanan medis, dan lembaga rehabilitasi sosial untuk penanganan cepat.

Klasifikasi risiko ini menjadi panduan penting agar setiap kasus mendapat perlakuan sesuai tingkat urgensinya — tanpa menunda keselamatan anak.

Kekuatan utama program ini terletak pada kolaborasi lintas sektor.

DP3A, Dinas Sosial, UPT PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) dan aparat desa/kelurahan berperan aktif dalam jaringan layanan yang saling terhubung.

Fasilitasi UNICEF–BaKTI memastikan koordinasi berjalan lancar antara tingkat desa/kelurahan dan kabupaten.

Kini, laporan dari masyarakat bisa ditindaklanjuti hanya dalam berkat sistem komunikasi yang terbangun.

“Dulu laporan sering tertunda, sekarang koordinasi jauh lebih cepat karena warga tahu harus melapor ke mana,” kata Arni, Ketua PATBM Desa Temmapaduae Kabupaten Maros.

Di berbagai lokasi, dampak positif mulai terlihat. Warga lebih berani melapor, aparat desa lebih tanggap, dan anak-anak mulai aktif berbicara lewat forum anak. Beberapa desa bahkan mengalokasikan dana desa untuk mengembangkan kegiatan kreatif seperti mural edukatif, siaran radio komunitas, dan pentas seni bertema perlindungan anak.

Program ini juga mendorong pemerintah desa memasukkan kegiatan perlindungan anak ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes). Dengan cara ini, kegiatan perlindungan anak tidak berhenti setelah program selesai, tetapi menjadi bagian dari pembangunan desa yang berkelanjutan.

Keberhasilan membangun sistem perlindungan anak berbasis desa/kelurahan ini menjadi inspirasi baru bagi daerah lain di Sulawesi Selatan. Desa dan kelurahan dampingan diharapkan bisa menjadi wilayah percontohan yang replikatif di kabupaten dan kota lainnya.

Langkah ini juga sejalan dengan visi Sulawesi Selatan Maju dan Berkarakter Menuju Generasi Emas 2045, di mana anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang aman, inklusif, dan sejahtera.

Kini, masyarakat sadar bahwa perlindungan anak bukan hanya tugas pemerintah, tetapi tanggung jawab bersama seluruh warga. Dari kepedulian sederhana, lahir gerakan besar yang melindungi masa depan anak-anak Sulawesi Selatan.(*)


 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved