Perlindungan Anak
Cara UNICEF dan BaKTI Perkuat Perlindungan Anak Desa dan Kelurahan di Sulsel
Mekanisme ini diadopsi dari prinsip manajemen kasus pekerja sosial yang selama ini digunakan dalam sistem perlindungan anak di tingkat profesional.
Pendekatan ini memastikan bahwa setiap anak yang menghadapi risiko kekerasan atau penelantaran tidak hanya ditangani secara spontan, tetapi melalui proses yang terencana dan sesuai standar kerja sosial.
Tahapan ini memudahkan masyarakat memahami langkah yang harus diambil ketika terjadi masalah yang melibatkan anak.Mulai dari menerima laporan, mendengarkan cerita anak, menganalisis situasi, hingga menentukan tindakan pendampingan atau rujukan.
Setelah laporan diterima, tim melakukan asesmen awal untuk mengetahui kondisi anak dan keluarganya. Kasus kemudian dipilah berdasarkan tingkat risiko agar penanganan menjadi lebih cepat dan tepat.
Ada tiga kategori risiko yang digunakan dalam mekanisme ini: rendah, sedang, dan tinggi.
Kasus dengan risiko rendah ditangani langsung oleh tim desa seperti PATBM atau Shelter.
Contohnya anak yang belum memiliki akta kelahiran, berkonflik kecil dengan teman, atau penggunaan gawai berlebihan. Pendekatannya berupa edukasi, mediasi keluarga, dan bantuan pemenuhan hak dasar.
Untuk risiko sedang, kasus biasanya membutuhkan pendampingan hukum atau psikologis. Contohnya perundungan, kekerasan emosional, atau perebutan hak asuh anak.
Tim desa akan berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) di tingkat kabupaten atau kota.
Sedangkan risiko tinggi mencakup situasi darurat seperti kekerasan seksual, perdagangan anak, atau penyekapan. Kasus ini langsung dirujuk ke kepolisian, layanan medis, dan lembaga rehabilitasi sosial untuk penanganan cepat.
Klasifikasi risiko ini menjadi panduan penting agar setiap kasus mendapat perlakuan sesuai tingkat urgensinya — tanpa menunda keselamatan anak.
Kekuatan utama program ini terletak pada kolaborasi lintas sektor.
DP3A, Dinas Sosial, UPT PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) dan aparat desa/kelurahan berperan aktif dalam jaringan layanan yang saling terhubung.
Fasilitasi UNICEF–BaKTI memastikan koordinasi berjalan lancar antara tingkat desa/kelurahan dan kabupaten.
Kini, laporan dari masyarakat bisa ditindaklanjuti hanya dalam berkat sistem komunikasi yang terbangun.
“Dulu laporan sering tertunda, sekarang koordinasi jauh lebih cepat karena warga tahu harus melapor ke mana,” kata Arni, Ketua PATBM Desa Temmapaduae Kabupaten Maros.
Magister Sosiologi Unhas Perkuat Jaringan ke IAIN Parepare, Mahasiswa Urai Trik Peroleh Beasiswa |
![]() |
---|
Mahasiswa UMI Muwahiddul Umam dan Zulfi Zain Juara MTQ Usai Bersaing dengan 1.500 Kafilah |
![]() |
---|
Sosok Jenderal Bintang 2 Datang ke Luwu Mau Bangun Penggilingan Padi Rp 120 Miliar |
![]() |
---|
Dicoret Massal dari Daftar Penerima Bansos karena Dipakai buat Judi Online |
![]() |
---|
Pesantren sebagai Katalis Peradaban, Catatan dari MQK Internasional I |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.