Opini

PMK 37/2025 dan Tantangan Pajak Digital: Marketplace Menjadi Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22

Editor: Sudirman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

OPINI - Andi Wawan Mulyawan, SE., M.Si Mahasiswa Program Doktoral UIN Alauddin Makassar

Regulasi satu arah ini memiliki efek samping, secara tidak langsung meratakan lapangan permainan fiskal antara pelaku ekonomi 'online' dan 'offline'. Ini semua adalah bagian dari perjalanan menuju sistem fiskal yang lebih adil dan inklusif.

Dengan semua bidang aktif, semua memikul beban dan beban pembangunan menjadi lebih ringan dan lebih merata.

Poin yang perlu ditekankan adalah bahwa peraturan ini bukanlah mekanisme pemaksaan, tetapi bagian integral dari menciptakan kepercayaan fiskal.

 Transparansi, partisipasi, dan operasi komunikatif adalah kunci keberhasilan kebijakan semacam itu dalam jangka panjang.

Pasar yang proaktif, pelaku bisnis yang terinformasi, dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang responsif adalah tiga pilar utama dalam membuat reformasi ini berhasil.

Dalam pengertian ini, PMK 37/2025 tidak hanya terbatas pada aliran masuk dan keluar uang secara teknis, tetapi lebih mewujudkan hubungan baru yang muncul antara negara dan warganya dalam batasan ekonomi digital yang mutakhir dan adil.

Dengan semua alasan di atas, dapat dikatakan bahwa PMK 37/2025 adalah langkah positif dan harus didukung.

Dan ini adalah bukti keseriusan negara dalam mencoba mengemas perpajakan digital secara inklusif, proporsional, dan berkelanjutan.

Pada saat marketplace, pelaku bisnis, dan otoritas pajak berinteraksi sebagai bagian dari "ekosistem" yang bekerja sama, maka perpajakan bergeser dari beban yang ditakuti menjadi kontribusi yang disadari.

Dan di sini, kepercayaan fiskal dibangun - bukan karena dipaksakan, tetapi dari pemahaman bahwa negara dan warganya berkembang dalam hubungan symbiosis yang saling menguatkan.

Berita Terkini