Opini

Transformasi Bawaslu menjadi Peradilan Khusus Pemilu

Editor: Sudirman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

OPINI - Rusdianto Sudirman Dosen Hukum Tata Negara IAIN Parepare 

Padahal, dalam kasus politik uang, tertangkap tangan adalah instrumen paling efektif untuk memastikan barang bukti dan pelaku tidak hilang.

Selama ini, Bawaslu harus berkoordinasi dengan kepolisian atau kejaksaan, yang memakan waktu dan membuka celah kebocoran informasi.

Menurut penulis,  kelemahan penegakan hukum politik uang dalam sistem saat ini dapat dipetakan menjadi tiga hal yaitu Pertama, Distribusi Kewenangan Penanganan pelanggaran politik uang yang melibatkan Bawaslu, Sentra Gakkumdu, Kepolisian, dan Kejaksaan.

Koordinasi berlapis ini sering memunculkan tarik-menarik kewenangan dan perbedaan interpretasi hukum. Dibeberapa daerah sering kali Bawaslu sudah secara bulat untuk melanjutkan ke penuntutan.

Namun anggota kepolisian dan Kejaksaan yang tergabung dalam Sentra Gakkumdu masih beda interpretasi, sehingga penegakan hukum tindak pidana pemilu seolah mandul.

 Kedua, Keterbatasan Kewenangan Proses Cepat. Politik uang adalah pelanggaran yang bersifat “high speed crime”  bukti bisa hilang dalam hitungan menit. Tanpa kewenangan OTT, Bawaslu kehilangan momentum emas dalam penindakan. 

Ketiga, Sifat Putusan yang Tidak Final

Keputusan Bawaslu dapat dibatalkan oleh lembaga peradilan lain. Akibatnya, meskipun bukti cukup, pelaku bisa lolos dengan alasan teknis.

Gagasan pembentukan Peradilan Khusus Pemilu sebenarnya bukan hal baru. Mahkamah Konstitusi dalam beberapa putusannya, termasuk putusan sengketa hasil pemilu, telah memberi sinyal perlunya lembaga peradilan khusus untuk menangani pelanggaran pemilu secara cepat, adil, dan final.

Transformasi Bawaslu menjadi peradilan khusus pemilu memiliki landasan konstitusional dan landasan yuridis yang kuat.

Pasal 22E UUD 1945 memberikan ruang bagi pembentukan lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

Kemudian Asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan sebagaimana diatur dalam UU Kekuasaan Kehakiman dapat diadaptasi untuk konteks pemilu yang serba cepat.

Selain itu model peradilan khusus telah banyak diterapkan di Indonesia, seperti Peradilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tipikor, yang memberi pelajaran bahwa lembaga khusus dapat efektif menangani kasus dengan karakteristik unik.

Dengan status peradilan khusus, Bawaslu akan memiliki tiga fungsi sekaligus pengawasan, penindakan, dan pemutusan perkara.

Keputusan yang diambil akan bersifat final dan mengikat, mengurangi risiko tarik ulur antar lembaga.

Halaman
1234

Berita Terkini