Kuasa Hukum: Leonardi Tak Rugikan Negara dalam Kasus Satelit Kemhan

Editor: Sudirman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

DUGAAN KORUPSI - Rinto Maha kuasa hukum Leonardi. Rinto mengatakan tidak ada kerugian negara nyata dalam kasus tersebut karena tidak ada pembayaran yang dilakukan oleh Kemhan atas invoice (permintaan pembayaran) yang diajukan Navayo International AG.

TRIBUN-TIMUR.COM - Kuasa hukum Laksamana Muda TNI (Purn) Leonardi mengatakan kliennya tidak layak ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan user terminal untuk satelit slot orbit 123 derajat bujur timur pada Kementerian Pertahanan.

"Satu hari pun klien saya, Pak Leonardi, tidak layak menjadi tersangka dan diminta bertanggung jawab secara pidana, bahkan ditahan. Dia tidak layak satu hari pun," kata kuasa hukum Leonardi, Rinto Maha, seperti rilis diterima tribun.timur.com, Selasa (5/8/2025) malam.

Rinto mengatakan tidak ada kerugian negara nyata dalam kasus tersebut karena tidak ada pembayaran yang dilakukan oleh Kemhan atas invoice (permintaan pembayaran) yang diajukan Navayo International AG, pihak ketiga dalam pengadaan dimaksud.

Menurut dia, laporan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menyebut terdapat kerugian negara senilai Rp306.829.854.917,72 hanyalah estimasi kewajiban dan belum pernah dibayar melalui kas negara kepada Navayo.

"Di LHP (laporan hasil pemeriksaan) yang menjadi batu pijakan penyidik ini sifatnya masih potential loss (kerugian potensial), belum dibayar, jadi kalau sudah dibayar, mengaku rugi, itu bisa. Ini belum dibayar, mengaku rugi, nah itu jadi aneh," ujar Rinto.

Ia mengatakan tidak ada unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain dalam kasus ini.

Sebab, Leonardi tidak menerima keuntungan pribadi atas proyek tersebut, sementara Navayo tidak menerima pembayaran dari pemerintah Indonesia.

Di samping itu, Rinto menjelaskan selaku penjabat pembuat komitmen, Leonardi hanya menjalankan fungsi administrasi sesuai perintah atasan.

Maka dari itu, menurut dia, kliennya tidak dapat dipidana.

Rinto menyebut kliennya tidak menyalahgunakan wewenang.

Leonardi, kata dia, menandatangani kontrak dengan Navayo setelah daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) diterbitkan.

Dijelaskannya, penandatanganan kontrak itu dilakukan pada saat DIPA tersedia, yakni sekitar bulan Oktober 2016, bukan pada tanggal 1 Juli 2016 ketika anggaran belum ada sebagaimana yang dituduhkan kepada kliennya.

Kuasa hukum mengeklaim Leonardi meneken kontrak dengan Navayo atas disposisi atasan.

Sebelum penandatanganan kontrak, Leonardi disebut sudah mengajukan surat permohonan petunjuk kepada atasan.

Pada awal 2017, sambung dia, Leonardi sempat bersurat ke Navayo untuk menghentikan pengiriman barang karena struktur pelaksanaan belum lengkap.

Halaman
12

Berita Terkini