TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Ketua DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Sulsel, Azhar Arsyad, menilai sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung perlu dievaluasi.
Ia menyebutkan mekanisme yang telah diterapkan selama lebih dari dua dekade itu gagal menghasilkan pemimpin daerah yang kompeten.
Menurutnya, sistem demokrasi langsung justru banyak melahirkan kepala daerah yang terpilih karena uang, bukan karena gagasan atau kapasitas.
“Banyak sekali kelemahan (dari pemilihan langsung). Hampir tidak ada korelasi antara kompetensi calon-calon itu dengan pilihan masyarakat, jadi betul-betul masyarakat memilih karena uang saja," ujar Azhar saat diwawancarai Tribun-Timur, di Sekretariat PKB Makassar, Jl Letjen Hertasning, Tidung, Makassar, Jumat (1/8/2025) siang.
"Risikonya ya kembali lagi ke masyarakat yang jadi korban, karena kepemimpinannya tidak kompeten,” tambahnya.
Azhar bahkan menyebutkan, banyak masyarakat yang mulai membandingkan kualitas kepala daerah pada era Orde Lama dan Orde Baru, yang dipilih secara tak langsung.
Baca juga: Legislator PKB Takalar Dilapor Ke Polisi Dugaan Penipuan, PKB Sulsel: Kita Tunggu Putusan Hukum
Ia menilai kebanyakan kepala daerah saat ini, hasil dari pilkada langsung, justru kurang berkualitas.
"Orang bilang, terutama generasi saya (Gen X) lebih bagus bupati, gubernur zaman dulu daripada sekarang. Lihat saja sekarang, gubernur, bupati, apa yang terjadi? Banyak korupsi," tegasnya.
Menurut Azhar, pemilihan langsung tidak cocok diterapkan dalam konteks masyarakat Indonesia saat ini yang masih memiliki kultur politik feodal dan belum siap dengan demokrasi partisipatif.
“Masyarakat Indonesia ini kan feodal sebenarnya. Tidak cocok dengan sistem pemilihan langsung. Jadi mungkin demokrasi perwakilan lebih cocok,” tuturnya.
Meski mendukung wacana pilkada tak langsung, Azhar menegaskan perlunya keterlibatan masyarakat dalam proses seleksi calon kepala daerah.
Mantan Legislator DPRD Sulsel itu mengusulkan sistem yang memungkinkan rakyat ikut menyaring nama-nama calon sebelum dipilih oleh DPRD.
“Kalau lewat DPRD, harus ada mekanisme yang melibatkan masyarakat untuk menentukan calonnya. Misalnya, nama-nama calon dilempar ke publik, masyarakat seleksi hingga menyisakan tiga besar. Nah, dari tiga nama itu DPRD yang memilih,” jelasnya.
Ia juga mengusulkan agar proses penentuan calon tidak hanya didominasi partai politik.
Menurutnya, partai harus membuka ruang adu gagasan di depan publik agar pemimpin yang terpilih memang benar-benar siap mengabdi.
“Tidak perlu ada syarat presentasi dari partai. Semua partai wajib mengusulkan kadernya, lalu dilakukan semacam debat terbuka untuk jual gagasan. Itu juga proses demokrasi, tapi lebih sehat dan tidak transaksional,” ujar Azhar.
Lebih lanjut, Azhar juga menyinggung kemungkinan posisi KPU dan Bawaslu jika pilkada tak langsung diterapkan.
Ia menyebut kedua lembaga itu bisa saja dibubarkan atau difungsikan ulang sesuai kebutuhan mekanisme pemilu baru.
“KPU dan Bawaslu itu hanya instrumen. Kalau mekanisme berubah, ya mereka bisa disesuaikan. Kita cari cara untuk melahirkan pemimpin yang betul-betul mengabdi ke rakyat,” pungkasnya.
Senada dengan Azhar, Sekretaris DPD I Partai Golkar Sulsel, Andi Marzuki Wadeng, juga melihat pilkada tak langsung sebagai alternatif realistis untuk menekan tingginya biaya politik dan konflik sosial yang sering terjadi.
“Jika kepala daerah kembali dipilih oleh DPRD, saya kira itu jauh lebih efisien. Biaya penyelenggaraan lebih murah, menghindari pemungutan suara ulang (PSU), dan meminimalisir konflik internal maupun eksternal,” kata Marzuki.
Menurut Andi Marzuki, usulan ini juga sejalan dengan aspirasi Partai Golkar secara nasional yang sejak awal mendorong evaluasi sistem pemilu langsung.
Utamanya karena mahalnya ongkos politik yang kerap menjadi akar persoalan korupsi di daerah.
Pernyataan Azhar Arsyad dan Andi Marzuki Wadeng senada dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
Dalam pidatonya di Hari Lahir ke-27 PKB yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Cak Imin secara terbuka menyatakan dukungan terhadap wacana pilkada tak langsung.
“Saatnya pemilihan kepala daerah dilakukan evaluasi total, manfaat dan mudaratnya,” kata Cak Imin di hadapan Presiden terpilih Prabowo Subianto, Minggu lalu.
Cak Imin mengusulkan agar kepala daerah dipilih oleh DPRD atau ditunjuk langsung oleh pemerintah pusat.
Menurutnya, tata kelola politik nasional perlu disempurnakan agar lebih kondusif bagi pembangunan dan stabilitas daerah.
“Kalau tidak ditunjuk oleh pusat, maksimal pemilihan kepala daerah dipilih oleh DPRD-DPRD di seluruh tanah air,” ujarnya.(*)