Stop Teror di Kampus! Akademi Unhas Ingatkan Luwu Raya Keluarga Bugis-Makassar

Penulis: Faqih Imtiyaaz
Editor: Alfian
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TEROR KAMPUS - Aksi Teror OTK ke 5 kampus di Makassar. Akademisi Unhas Rahmat Muhammad (Kanan) prihatin dengan kondisi ini mengakibatkan hilangnya rasa aman dan nyaman. Dirinya meminta rasa primordialisme dibawa ke arah positif.

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Makassar dihebohkan dengan penyerangan orang tak dikenal (OTK) ke lima kampus berbeda.

Teror OTK menyasar Universitas Dipa Makassar, Universitas Muhammadiyah Makassar, Universitas Negeri Makassar (UNM), Universitas Islam Makassar (UIM), dan Universitas Muslim Indonesia (UMI).

Akademisi Universitas Hasanuddin (Unhas) Rahmat Muhammad mengaku prihatin dengan rasa aman dan nyaman di ruang pendidikan terusik dengan aksi tersebut.

Terlebih aksi teror ini disinyalir beririsan dengan konflik sosial melibatkan mahasiswa Makassar dan Luwu Raya.

"Jangan sampai masalah individual digeser kelembagaan yang tidak punya landasan kuat, apalagi ini menyangkut konflik," jelas Rahmat Muhammad pada Senin (28/7/2025).

Dalam konteks sosial, konflik ini pun terkait bentuk primordialisme ke arah negatif.

Primordialisme sebenarnya merujuk pada ikatan kuat pada kelompok sosial tertentu seperti suku, ras, atau agama yang terbentuk sejak lahir.

"Kalau primordial digeser ke hal negatif itu tidak benar. Karena kultural kita selalu menjaga marwah hal baik," jelasnya.

Baca juga: Appi dan Kepala Daerah Luwu Raya Bertemu Bahas Teror Kampus di Makassar, Zulfikar Limolang: Tepat!

"Primordial itu boleh saja dibawa ke positif seperti ramadhan biasa buka bersama, aktivitas membangun, gotong royong. Kita di Indonesia yang dimaksud tradisi itu membangun hal baik. Kalau itu ke hal negatif, itu buruk. Jadi primordial bisa hal positif, tapi hal yang sama bisa bawa negatif," lanjutnya. 

Rahmat Muhammad mengaku sebagai warga Sulsel, Luwu Raya khususnya Palopo dekat dengan etnis lainnya.

Aliran darah dengan etnis Bugis, Makassar dan Mandar terjalin sejak zaman dahulu.

Sehingga konflik yang melibatkan kedaerahan ini disebutnya perlu diredam.

"Kita di Sulsel, orang Palopo punya tali temali dengan semua etnis. Mau dibawa kemanapun ada irisannya, Palopo itu ada Wija To Luwu, ada saja persimpangan dengan Bugis, Makassar, Mandar, bahkan jawa. Orang Gowa begitu juga, Bugis Makassar juga. Setiap etnis ada persinggungannya lewat perkawinan, pertemanan," jelas Rahmat Muhammad.

Organisasi kedaerahan memang selama ini ada di kampus-kampus.

Sebagai sebuah organisasi, unsur kedarahan dipandang sebagai wadah untuk menyalurkan rasa saling membantu, tolong menolong.

Baca juga: 5 Kampus di Makassar Diteror Massa Bertopeng Bawa Senjata Tajam, Polisi: Jangan Terpancing

Halaman
12

Berita Terkini