TRIBUN-TIMUR.COM, PALOPO - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Palopo nyatakan komitmen memberi perlindungan maksimal kepada korban kekerasan dan pelecehan.
Salah satu bentuk nyata komitmen tersebut adalah menanggung seluruh biaya visum hingga USG bagi korban terutama perempuan dan anak.
Kepala Dinas PPPA Palopo, Ramli mengatakan kebijakan tersebut bertujuan untuk memastikan korban mendapat hak tanpa terbebani secara ekonomi dalam proses hukum.
“Ketika ada kekerasan atau pelecehan terhadap perempuan dan anak, maka kami yang menanggung biaya visum maupun USG korban di rumah sakit,” kata Ramli kepada Tribun-Timur.com, Kamis (3/6/2025).
Biaya visum maupun USG korban kekerasan dan pelecehan tersebut bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
Korban yang ingin visum ataupun USG
“Pihak keluarga bisa datang ke Dinas PPPA membawa biodata korban. Kemudian korban akan didampingi tim untuk visum ataupun USG,” jelasnya.
Ramli menyampaikan, sekira 22 kasus pelecehan hingga kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi di Palopo selama 2025.
“Sampai saat ini sudah ada 22 kasus yang didominasi KDRT dan pelecehan seksual. Semua kasus ini sudah ditangani di Dinas PPPA dan juga Polres,” tambahnya.
Ia menyampaikan pihaknya terus melakukan pendampingan terhadap korban selama kasus berproses.
Selain bantuan pembiayaan, Dinas PPPA Palopo juga menyediakan layanan pendampingan psikologis bagi korban yang membutuhkan perlindungan lebih lanjut.
Tak hanya itu, Dinas PPPA Palopo juga punya rumah aman untuk menampung korban kekerasan ataupun pelecehan yang tidak memiliki tempat tinggal.
Rumah aman tersebut juga sering dijadikan tempat penahanan pelaku kejahatan yang masih dibawah umur.
Sejumlah kebijakan Dinas PPPA Palopo termasuk pembiayaan visum dan USG bagi korban mendapat apresiasi dari berbagai pihak, termasuk masyarakat.
“Ini adalah terobosan penting. Negara harus hadir untuk korban, bukan justru membuat mereka terbebani saat mencari keadilan,” ujar salah seorang warga, Lia.