JAKARTA, TRIBUN – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan menaikkan tarif ojek online (ojol) antara delapan persen hingga 15 persen.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Aan Suhanan, mengatakan pembahasan rencana kenaikan tarif ojol telah memasuki tahap akhir.
Regulasi terkait kemungkinan besar akan diterbitkan dalam waktu dekat.
“Kami sudah melakukan pengkajian dan sudah final untuk perubahan tarif, terutama roda dua. Itu ada beberapa kenaikan. Bervariasi, kenaikan yang disebut ada 15 persen, ada delapan persen, tergantung dari zona yang kita tentukan,” kata Aan dalam Rapat Kerja bersama Komisi V DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (30/6).
Aan belum merinci besaran nominal kenaikan tarif.
Ia menyebut, saat ini semuanya masih dalam tahap persiapan dan terus dikomunikasikan dengan sejumlah pihak, termasuk perusahaan aplikator.
Rencananya, hari ini Kemenhub akan memanggil perwakilan perusahaan aplikator untuk membahas rencana tersebut.
“Pada prinsipnya, kenaikan tarif ini sudah disetujui oleh aplikator. Namun untuk memastikan, kami akan panggil aplikator terkait kenaikan tarif ini,” jelasnya.
Sebagai informasi, tuntutan kenaikan tarif menjadi salah satu poin yang disuarakan para mitra pengemudi saat demo pada 20 Mei 2025.
Sehari setelah aksi, asosiasi pengemudi ojol mengadukan nasib mereka ke DPR RI melalui audiensi di Gedung DPR/MPR.
Mereka menolak potongan jasa aplikasi yang dinilai terlalu besar dan skema tarif murah yang dianggap merugikan.
Ketua Umum Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono, menyampaikan aksi tersebut merupakan bentuk kekecewaan terhadap sikap pasif pemerintah dalam menindak pelanggaran oleh aplikator.
Menurutnya, pelanggaran yang dimaksud berkaitan dengan potongan tarif yang mencapai 50 persen.
“Potongan tarif yang mencapai sampai 50 persen, maka kami tuntut agar Kemenhub merevisi biaya aplikasi menjadi 10 persen,” ujar Igun.
Setidaknya, ada lima tuntutan pengemudi ojol, yakni: turunkan potongan komisi aplikasi dari 20 persen menjadi 10 persen; bentuk Undang-Undang Transportasi Online; naikkan tarif penumpang; hapus promo tarif murah yang merugikan mitra; dan tetapkan tarif bersih yang diterima pengemudi.
Mereka juga mendesak regulasi yang mengatur tarif layanan antar makanan dan pengiriman barang secara adil.
Saat ini, tarif ojol masih mengacu pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 564 Tahun 2022. Penetapan tarif dibagi dalam tiga zona:
Zona I (Sumatera, Jawa di luar Jabodetabek, dan Bali): Rp 1.850 – Rp 2.300 per km
Zona II (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi): Rp 2.600 – Rp 2.700 per km
Zona III (Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua): Rp 2.100 – Rp 2.600 per km
Selain soal tarif, Kemenhub juga tengah mengkaji rencana pemotongan maksimal 10 persen dari pendapatan mitra pengemudi.
Kajian dilakukan karena struktur ekosistem ojol dinilai kompleks dan melibatkan banyak pihak.
“Seperti Bapak ketahui, tadi disampaikan bahwa ekosistem yang terbangun dari ojek online ini sudah sangat besar. Untuk mitra sendiri ada 1,9 juta, kemudian UMKM yang sudah hadir dalam ekosistem tersebut ada sekitar 25 juta,” terang Aan.
Ia menekankan pentingnya kehati-hatian dalam menetapkan kebijakan tersebut.
“Insyaallah dalam waktu dekat kami akan menyampaikan hasil kajian tersebut dan tentu akan kami sosialisasikan, sehingga ekosistem atau yang terlibat dalam ojek online ini tidak ada yang dirugikan, baik itu dari UMKM maupun dari aplikasi sendiri,” ujarnya.
Aan menambahkan, Menteri Perhubungan memberi perhatian besar terhadap keberlanjutan ekosistem transportasi daring karena perannya dalam menciptakan lapangan kerja.
“Kami hati-hati dalam menentukan ini karena Pak Menteri menginginkan ekosistem ini tetap terpelihara karena banyak lapangan pekerjaan akibat dari transportasi atau ojek online ini,” tegasnya. (*)
(tribun network/riz/dod)