TRIBUN-TIMUR.COM, WAJO – Wakil Ketua DPRD Sulawesi Selatan, Sufriadi Arif SPdI MSi yang juga Ketua DPC Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kabupaten Wajo, menyerukan penyelamatan citra Wajo sebagai kota santri.
Dalam pernyataan resminya, ia menyoroti maraknya tempat hiburan malam di Kota Sengkang yang dinilai mencoreng nilai-nilai keislaman dan merusak citra religius Wajo.
"Wajo sejak dulu dikenal sebagai kota santri. Di sini berdiri Pondok Pesantren As’adiyah, salah satu pesantren tertua di Indonesia Timur, yang menjadi magnet pendidikan agama dari seluruh penjuru nusantara," tegas Sufriadi.
Pesantren yang didirikan oleh AG KH (Alm) M As’ad pada tahun 1927 dan kini dipimpin oleh Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, AG Prof Dr Nazaruddin Umar MA telah lama menjadi simbol kebangkitan dan pendidikan Islam di Sulawesi Selatan.
Namun, lanjut Sufriadi, impian orang tua untuk menyekolahkan anak-anak mereka di kota religius ini mulai terusik oleh kemunculan tempat hiburan malam yang menjamur.
“Ironis, di saat kepercayaan masyarakat meningkat terhadap pesantren ini, justru tempat karaoke tumbuh subur, baik yang legal maupun ilegal. Ini terjadi selama hampir satu dekade,” ujarnya prihatin.
Menurutnya, berbagai keresahan masyarakat dan lembaga keagamaan seperti MUI belum membuahkan hasil berarti.
Tempat karaoke yang berizin berdalih mematuhi aturan sesuai dengan Perda, namun praktik di lapangan menunjukkan sebaliknya.
Sufriadi mengungkapkan, hampir seluruh tempat hiburan tersebut beroperasi hingga pukul 03.00 dini hari, menyediakan minuman keras, bahkan menampilkan perempuan berpakaian tidak sesuai syariat.
“Saya minta kepada pemerintah daerah dan aparat penegak hukum agar melakukan pengawasan ketat. Jangan biarkan tempat-tempat ini melanggar aturan dan tetap beroperasi tanpa tindakan. Jika terbukti melanggar, cabut izinnya tanpa kompromi,” tegasnya.
Sufriadi juga mengingatkan agar pemda tidak tunduk kepada kepentingan kelompok tertentu atau pengaruh individu yang memiliki “nama besar” di belakang usaha ilegal tersebut.
“Siapapun itu, jika melanggar, harus ditertibkan. Tidak boleh ada yang kebal hukum.”
Sebagai putra asli Wajo dan alumni Pondok Pesantren As’adiyah, Sufriadi menyatakan komitmennya untuk terus mengawal isu ini secara serius di tingkat provinsi.
“Saya lahir dan tumbuh dari rahim As’adiyah. Saya akan atensi penuh persoalan ini. Kita harus jaga dan rawat marwah Wajo sebagai kota santri. Jangan kotori tanah kelahiran kita dengan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama,” tutupnya.(*)