Dokter Lecehkan Pasien

RSUD Batara Guru Nonaktifkan Dokter Usai Diduga Lecehkan Pasien, Pelaku Pernah Dikeluhkan Warga

Penulis: Muh. Sauki Maulana
Editor: Sudirman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PELECEHAN SEKSUAL DOKTER - Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Batara Guru Kabupatan Luwu, Sulawesi Selatan dokter Daud Mustakim. Daud Mustakim memutuskan menonaktifkan sementara dokter JHS yang diduga terlibat kasus pelecehan seksual. 

TRIBUN-TIMUR.COM, LUWU - Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Batara Guru, Belopa, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan menonaktifkan salah satu dokter spesialisnya, JHS, diduga tersangkut kasus pelecehan seksual.

Direktur RSUD Batara Guru, Daud Mustakim menyebut, pihaknya telah menonaktifkan sementara dokter JHS dari layanan medis selama satu bulan ke depan.

Keputusan ini diambil untuk mendukung kelancaran proses hukum dan menjaga suasana pelayanan di rumah sakit.

"Yang bersangkutan kami nonaktifkan selama satu bulan dari pelayanan. Hak-haknya sebagai dokter untuk sementara juga kami hentikan," ujar dokter Daud saat dikonfirmasi, Rabu (25/6/2025).

Dokter JHS berstatus sebagai aparatur sipil negara (ASN).

Baca juga: Kronologi Dokter Spesialis Diduga Lecehkan Pasien di Luwu

Pada awal tahun 2025, pihak rumah sakit pernah menerima keluhan dari pasien lain terkait perilaku komunikasi dokter JHS.

"Dulu pernah ada pasien yang merasa risih karena pesan WhatsApp dari yang bersangkutan. Tapi saat itu disampaikan melalui pesan, dan kami selesaikan secara internal," akunya.

Terkait dugaan kasus terbaru, insiden diduga terjadi di salah satu kamar rawat inap.

"Saat kejadian banyak pasien lain, kebetulan pasien ini (korban) dirawat sendiri di kamar. Petugas juga ada di ruangan," tandasnya.

Sementara Kepolisian Resor (Polres) Luwu tengah menyelidiki laporan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan seorang dokter spesialis berinisial JHS.

JHS diduga melakukan pelecehan seksual terhadap pasien perempuan yang masih berusia 17 tahun di salah satu rumah sakit di Belopa.

Kasat Reskrim Polres Luwu, AKP Jody Dharma mengaku, laporan tersebut telah diterima dan saat ini dalam tahap penanganan awal.

Laporan disampaikan oleh orang tua korban berinisial AK terkait dugaan tindak pelecehan yang menimpa anaknya yang saat itu tengah menjalani rawat inap pasca operasi gigi.

"Laporan sudah kami terima dari pihak keluarga korban. Proses penyelidikan sedang berjalan dan kami akan mengklarifikasi semua pihak yang terlibat untuk memastikan duduk perkaranya secara objektif," jelasnya, Rabu (25/6/2025).

Kata Jody, peristiwa itu terjadi pada Sabtu (21/6/2025) sekitar pukul 06.45 Wita pagi di Ruang Asoka 2, RS Batara Guru Belopa.

Saat itu, korban sedang berada sendirian di kamar perawatan usai menjalani tindakan medis.

Terlapor, yang merupakan dokter penanggung jawab, awalnya datang bersama seorang perawat untuk menyampaikan bahwa korban sudah diizinkan pulang.

Setelah memeriksa, keduanya meninggalkan ruangan.

Namun, beberapa menit kemudian, dokter JHS kembali seorang diri.

Di dalam ruangan, terlapor disebut mendekati korban dan menyatakan keinginan untuk lebih mengenal korban secara pribadi.

Ia lalu memberikan cokelat, memeluk korban, mencium kening, dan diduga meraba tubuh korban.

"Korban yang saat itu dalam kondisi sendiri disebut tidak melakukan perlawanan karena panik dan ketakutan," jelas Jody.

Proses Klarifikasi dan Penanganan Berlanjut

AKP Jody menegaskan, proses saat ini masih dalam tahap pengumpulan bukti dan klarifikasi dari semua pihak, termasuk pihak rumah sakit, korban, saksi, dan terlapor.

"Kami bekerja profesional dan menjunjung asas praduga tak bersalah. Belum ada penetapan status hukum terhadap siapa pun dalam kasus ini," tegasnya.

Ia juga memastikan, perlindungan terhadap korban menjadi perhatian, termasuk dukungan psikologis jika dibutuhkan, mengingat korban masih berusia di bawah 18 tahun.

Polres Luwu pun berkomitmen untuk menangani perkara ini dengan cermat dan berdasarkan hukum yang berlaku, tanpa berpihak.

Jody mengimbau, masyarakat agar tidak menyebarkan informasi yang belum terverifikasi dan menyerahkan sepenuhnya proses penanganan kepada aparat penegak hukum.

"Kami mengajak publik untuk tidak membuat penilaian sendiri sebelum proses hukum berjalan tuntas. Semua akan kami dalami berdasarkan fakta dan keterangan resmi," tandasnya.

Organisasi Jalankan Pemeriksaan Etik

Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Cabang Palopo mulai memproses laporan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan seorang dokter gigi spesialis bedah mulut yang berpraktik di salah satu fasilitas kesehatan di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.

Ketua PDGI Palopo, drg Andi Murniati membenarkan, laporan terkait dugaan pelecehan seksual terhadap pasien telah diterima pihaknya dalam bentuk tertulis.

"Laporannya sudah masuk ke kami. Karena ini menyangkut persoalan etik profesi, kami sedang memproses melalui jalur organisasi," ujarnya saat dikonfirmasi, Rabu (25/6/2025).

Ia menjelaskan, PDGI memiliki mekanisme internal untuk menangani dugaan pelanggaran etik melalui Majelis Kehormatan Etik.

Saat ini, tim etik tengah mempersiapkan tahap pemanggilan terhadap dokter yang bersangkutan untuk dimintai klarifikasi.

"Kami tidak bisa melihat hanya dari satu sisi. Tugas kami adalah memfasilitasi klarifikasi dari kedua belah pihak, dan saat ini proses menuju pemanggilan sedang berjalan," katanya.

Proses Juga Berjalan di Kolegium Spesialis

Selain diproses di internal PDGI, kasus ini juga sedang dalam tahap klarifikasi di tingkat kolegium spesialis bedah mulut atau PABMI.

Menurut drg Murniati, karena dokter terduga merupakan spesialis, maka klarifikasi etik dilakukan berjenjang, dari kolegium hingga organisasi profesi.

"Yang bersangkutan juga sedang dimintai klarifikasi oleh kolegium bedah mulut di Makassar. Kami dari PDGI akan menindaklanjuti berdasarkan hasil klarifikasi tersebut," jelasnya.

Jika terbukti melakukan pelanggaran etik, PDGI akan memberikan rekomendasi sanksi sesuai kategori pelanggaran, baik sedang maupun berat.

Namun, sambung drg Murniati, untuk sanksi administratif seperti pencabutan izin praktik (SIK atau STR), kewenangannya saat ini berada di Kementerian Kesehatan.

"Kami hanya bisa memberi rekomendasi etik. Nantinya, hasil klarifikasi akan kami teruskan ke pengurus pusat dan selanjutnya ke Kementerian Kesehatan untuk tindakan lebih lanjut," akunya.

Laporan Jurnalis Tribun-Timur.com, Muh Sauki Maulana

 

 

 

Berita Terkini