Kisah Atang Sutresna Ksatria Baret Merah, Tak Sering Disebut Tapi Jejaknya Abadi di Tanah Perjuangan

Editor: Sakinah Sudin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KSATRIA BARET MERAH - Potret Letkol Atang Sutresna di medan operasi (kiri) dan sampul buku Ksatria Baret Merah Edisi 6: Kisah Keberanian Letkol (Anm) Atang Sutresna. (Kolase Tribun-Timur.com)

TRIBUN-TIMUR.COM - Ini kisah tentang Atang Sutresna ksatria Baret Merah, namanya mungkin tak sering disebut tapi jejaknya abadi di tanah perjuangan.

Atang Sutresna gugur dalam Operasi Seroja tahun 1975.

Kisah Atang Sutresna dibagikan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) di Instagram @penkopassus, Rabu (18/6/2025).

"#HistoRabu

Atang Sutresna – Sang Penjaga Merah Putih di Timur Jauh.

Di tengah gempuran peluru dan medan yang asing di tanah Timor, Letkol(Anm) Atang Sutresna berdiri tegak sebagai perisai pasukannya. Ia gugur tak jauh dari bendera yang ia jaga sendiri—bukan lantas goyah, tapi karena keyakinan. Keyakinan bahwa Merah Putih harus tetap berkibar, apapun taruhannya.

(emoji) Namanya mungkin tak sering disebut... tapi jejaknya abadi di tanah perjuangan.
(emoji) Operasi Seroja, 1975.

Saksikan kisah heroik para pahlawan dalam sebuah film yang dibalut dengan penuh aksi dalam @filmbelieve , jangan lupa komen dan tag rekan sebanyak banyaknya untuk dapat giveaway tiket gratis dari Admin," tulis admin pada caption, dikutip Tribun-Timur.com, Kamis (19/6/2025).

Dalam postingannya, Kopassus menceritakan tentang perjuangan para ksatria, termasuk Atang Sutresna, dalam Operasi Seroja 1975.

Atang Sutresna gugur sebagai pahlawan dalam pertempuran.

Berikut kisah selengkapnya dilansir Tribun-Timur.com dari Instagram @penkopassus!

Merah Putih Berkibar di Bumi Timor-Timur

1. Operasi Seroja atas Deklarasi Kemerdekaan Republik Demokratik Timor Timur 

Operasi Seroja dilancarkan sebagai respons atas tindakan sepihak Partai Fretilin yang mendeklarasikan kemerdekaan Republik Demokratik Timor Timur secara sepihak pada 28 November 1975. 

Operasi ini disebut sebagai operasi militer berskala besar yang pernah dilakukan Indonesia, melibatkan tiga matra TNI AD, TNI AL dan TNI AU.

Sekilas sejarah soal wilayah Timor Timur, sejak abad ke-16, menjadi wilayah koloni Portugis, disebut sebagai Timor Portugis.

Situasi mulai berubah sejak 25 April 1974. Sewaktu terjadi kudeta militer, dikenal dengan sebutan Revolusi Anyelir terjadi di Portugal.

Peristiwa itu turut memengaruhi nasib Timor Timur. Pasalnya, Presiden Spinola, yang baru saja berkuasa di Portugal, melakukan dekolonialisasi bagi daerah-daerah jajahannya.

Hal tersebut menyebabkan wilayah Timor Timur mengalami kekosongan kekuasaan.

Sehingga memicu lahirnya partai politik di Timor Timur, yaitu Partai Apodeti (Asosiasi Demokratik Rakyat Timor), Partai Fretilin (Front Revolusioner Independen Timor Timur) dan UDT (Uni Demokratik Timur). Mereka memiliki perbedaan prinsip, soal masa depan Timor Timur.

2. Perseteruan Partai dan Kemenangan Fretilin

Perseteruan ketiga partai tersebut, membuat masa depan Timor Timur menjadi tak menentu. Partai Fretilin sangat pro-kemerdekaan, Apodeti menginginkan integrasi dengan Indonesia, sedangkan UDT lebih moderat.

Situasi semakin memanas usai muncul isu, bahwa sayap radikal Partai Fretilin akan mengubah Timor Timur menjadi negara komunis.

Menanggapi kudeta oleh UDT pada 11 Agustus 1975, Partai Fretilin segera membentuk sayap bersenjata yang disebut Falintil.

Akhirnya Partai Fretilin muncul sebagai pemenang. Setelah tiga minggu terlibat perang saudara dengan Partai UDT.

Menyusul kemenangannya, Partai Fretilin menurunkan bendera Portugal dan mendeklarasikan kemerdekaan Timor Timur pada 28 November 1975.

Selain itu, Partai Fretilin juga meresmikan kabinetnya. Beranggotakan 18 orang. Sekaligus menempatkan pendirinya Xavier do Amaral sebagai presiden dan Nicolau do Reis Lobata sebagai wakil presiden dan perdana menteri.

3. Deklarasi Balibo & Reaksi Internasional

Namun deklarasi itu tidak mendapat dukungan dari mayoritas masyarakat Timor Timur maupun dunia internasional.

Partai lainnya terdiri atas UDT, Apodeti, KOTA, dan Trabalhista kemudian menyampaikan proklamasi tandingan di Balibo pada 30 November 1975, berisi pernyataan keinginan Timor Timur untuk berintegrasi ke Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pernyataan ini dikenal sebagai Deklarasi Balibo. Deklarasi itu mendapat dukungan dari Amerika Serikat dan Australia, yang khawatir soal keberadaan Partai Fretilin yang didominasi oleh ideologi komunis.

Pertimbangan tersebut, rupanya menjadi bayang-bayang kekhawatiran Indonesia dan pihak Barat bahwa kemenangan bagi sayap kiri Partai Fretilin, akan mengarah pada pembentukan negara komunis di perbatasan Indonesia.

Hal tersebut dapat digunakan sebagai dasar serangan oleh kekuatan yang tidak bersahabat ke Indonesia. Selain ancaman inspirasi sentimen di provinsi lain di wilayah Indonesia.

4. Pembentukan Satgas Nanggala-V

Berdasarkan Skep Danjen Kopassandha No Skep/23/X/1975-3, pada 25 Oktober 1975, dibentuk Satgas Nanggala-V untuk penugasan ke Timor Timur.

Pimpinan Letkol Inf Soegito sebagai Komandan Satgas Nanggala-V, waktu itu menjabat sebagai Komandan Grup-1 Kopassandha.

Beranggotakan 500 personel, terdiri dari Detasemen Nanggala (Grup-1 Kopassandha) 265 anggota dan Detasemen Tempur-2 (Grup-2 Kopassandha) 235 anggota.

Sedangkan Mayor Inf Atang Sutresna ditunjuk sebagai Komandan Detasemen Tempur-1, dengan jabatan di kesatuan adalah Kasi-3 di Grup-1 Kopassandha.

Pada 6 Desember 1975, Detasemen Tempur-1 Satgas Nanggala V berangkat ke medan operasi dengan misi merebut Kota Dili.

Selain mendapat tugas tambahan yakni membantu mengamankan prajurit Korps Marinir yang akan mendarat melalui jalur laut dan mengibarkan bendera Merah Putih untuk memberi tanda lokasi yang sudah dikuasai dari tangan musuh.

Pasukan diterbangkan melalui Lapangan Udara Halim Perdanakusuma di Jakarta Timur, menuju ke Lapangan Udara Iswahyudi Madiun di Jawa Timur.

Perjalanan masih berlanjut pada tanggal 7 Desember, dilanjutkan dengan pesawat Hercules terbang di atas Kota Dili.

Berada di pesawat pertama C-130 Hercules Komandan Satgas Nanggala V Letkol Inf Soegito dan Komandan Detasemen Tempur-1 Mayor Inf Atang Sutresna.

5. Penerjunan & Pertempuran Awal

Tepat pada pukul 04.30 WIT, serbuan Lintas udara dimulai, satu persatu prajurit keluar dari setiap pesawat Hercules yang terbang rendah.

Sebanyak 190 prajurit Kopassandha berhasil diterjunkan dari atas Kota Dili.

Sementara 72 prajurit lainnya, batal diterjunkan karena dasyatnya tembakan dari pihak milisi Falintil.

Bahkan tembakan mengenai badan pesawat, dengan menggugurkan satu anggota loadmaster.

6. Serangan Balasan & Pengibaran Merah Putih

Begitu payung mengembang Mayor Inf Atang Sutresna bersama 190 prajurit Kopassandha, langsung disambut tembakan gencar membahana dari arah bawah.

Pertempuran berlangsung sebelum pasukan Kopassandha mendarat.

Proyektil berseliweran di samping para peterjun, ada yang mengenai parasut bahkan beberapa orang mengalami luka tembak dan gugur, sebelum mendarat.

Mayor Inf Atang Sutresna dan beberapa anggotanya yang selamat mendarat.

Segera memerintahkan dua anggota Koptu Sugeng dan Koptu Suhar Winata bergerak maju untuk merebut tempat-tempat strategis.

Di bawah hujan tembakan musuh, Mayor Inf Atang Sutresna perintahkan kedua anggotanya untuk mengibarkan bendera Merah Putih.

Namun upaya tersebut sulit dilakukan mengingat tempat pengibaran bendera berada di tengah lapangan kantor gubernur.

Lokasinya yang sangat terbuka membuat ketiganya rawan terkena tembakan musuh.

Meski begitu, Mayor Inf Atang tidak putus asa, dengan gigih ia memberikan tembakan perlindungan untuk kedua anggotanya, sekaligus mengalihkan perhatian musuh.

Sementara itu, Koptu Sugeng dan Koptu Suhar Winata dengan cepat berlari menuju tiang bendera.

Keduanya langsung menurunkan bendera Fretilin dan menggantinya dengan bendera Merah Putih.

7. Pengibaran Sukses Meski Terluka

Namun, bendera baru naik setengah tiang, tiba-tiba Koptu Sugeng merasakan ada peluru musuh yang mengenai kakinya.

Meski begitu, tidak meruntuhkan moral kedua prajurit Kopassus.

Keduanya tetap mengerek bendera Merah Putih hingga mencapai puncaknya.

Setelah berhasil menaikkan Merah Putih, keduanya kemudian berlindung.

Dalam posisi berlindung, Koptu Sugeng memeriksa kakinya.

Beruntung, peluru hanya mengenai kantong minumannya.

Setelah Bendera Merah Putih Berkibar, Mayor Inf Atang Sutresna bersama beberapa anggotanya mengejar para penembak yang bersembunyi di salah satu bangunan yang berwarna merah.

Di tengah desingan peluru Mayor Inf Atang Sutresna secara perlahan bergerak mendekati persembunyian musuh.

Tindakan tersebut dilakukan untuk menghentikan tembakan musuh yang sangat gencar. 

Meski sempat dilarang oleh Koptu Sugeng. Namun Mayor Inf Atang Sutresna tetap pada pendiriannya, dengan berusaha keluar dari tempat perlindungan.

8. Gugurnya Mayor Atang & Penghormatan Negara

Kekhawatiran kedua anak buahnya menjadi kenyataan.

Baru 25 meter bergerak, peluru milisi Falintil menembus perut Mayor Inf Atang Sutresna.

Disusul peluru kedua mengenai leher tembus kepala.

Tembakan telak itu mengakibatkan gugurnya Mayor Inf Atang Sutresna.

Atas jasa dan keberaniannya dalam pertempuran jenazahnya dimakamkan di TMP Kalibata.

Kemudian pada 20 September 1979 pemerintah Indonesia menganugerahi Satyalancana Bintang Sakti dan kenaikan pangkat satu tingkat lebih tinggi menjadi Letkol Inf (Anumerta) Atang Sutresna.

Nama Letkol (Anm) Atang Sutresna diabadikan menjadi sebuah stadion di Markas Kopassus untuk mengenang kegigihan dan semangat pantang menyerahnya membela merah putih sampai darah penghabisan. (Tribun-Timur.com/ Sakinah Sudin)

Berita Terkini