TRIBUN-TIMUR.COM, RAJA AMPAT - Di balik bentang laut Raja Ampat yang mempesona dunia, kini tersimpan cerita lain di tengah memicu polemik, Tambang Nikel.
Aktivitas pertambangan ini menyisakan pertanyaan besar dari publik, siapa sebenarnya pemilik tambang nikel di tanah surga Papua itu?
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut, terdapat empat perusahaan mengantongi izin tambang di kawasan Raja Ampat, terutama di Pulau Gag, Kawe, Manuran, hingga Batang Pele.
Namun, tak semua perusahaan ini terang-benderang soal rekam jejak maupun kepatuhan terhadap aturan lingkungan.
Berikut rinciannya:
1. PT Gag Nikel: Saham Dikuasai BUMN Antam
PT Gag Nikel menjadi pemain tambang paling senior di Raja Ampat.
Awalnya, perusahaan ini dimiliki oleh Asia Pacific Nickel Pty Ltd (Australia) dan PT Antam Tbk, perusahaan pelat merah milik negara.
Namun sejak 2008, PT Antam mengakuisisi seluruh saham perusahaan asing tersebut.
Artinya, saat ini tambang nikel di Pulau Gag sepenuhnya dikelola oleh BUMN Indonesia sendiri.
Tambang Gag Nikel beroperasi di area seluas 13.136 hektar, dengan izin produksi yang diterbitkan sejak 2017.
2. PT Anugerah Surya Pratama: Raksasa Nikel China Beroperasi di Papua
Tak hanya BUMN, tambang Raja Ampat juga menarik investor asing, terutama dari Tiongkok.
Salah satunya adalah PT Anugerah Surya Pratama berada di bawah kendali Wanxiang Group, konglomerat nikel asal China.
Melalui entitasnya di Indonesia, PT Wanxiang Nickel Indonesia, perusahaan ini beroperasi di Pulau Waigeo dan Manuran, dengan fokus pada tambang dan smelter feronikel.