TRIBUN-TIMUR.COM - Laporan kasus dugaan korupsi Gibran Rakabuming Raka menjadi poin dalam surat Forum Purnawirawan TNI ke MPR dan DPR RI.
Dugaan korupsi laporan Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun itu berada di nomor 4 dalam surat desakan pemakzulan Gibran sebagai Wakil Presiden.
Sebanyak 241 jenderal purnawirawan surati MPR untuk pemakzulan Gibran Rakabuming Raka, wakil Presiden RI.
241 jenderal inginkan Gibran diganti tergabung dalam Forum Purnawirawan Prajurit TNI.
Terbaru, Forum Purnawirawan surati DPR dan MPR, segera proses tuntutan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka.
Surat tertanggal 26 Mei 2025 itu ditujukan ke Ketua MPR dan Ketua DPR itu tersebar di kalangan wartawan.
“Dengan ini, kami mengusulkan kepada MPR RI dan DPR RI untuk segera memproses pemakzulan (impeachment) terhadap Wakil Presiden berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,” demikian bunyi surat tersebut.
Pada bagian akhir surat tertera tanda tangan empat purnawirawan TNI, yakni Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, dan Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto.
Sekretaris Forum Purnawirawan Prajurit TNI Bimo Satrio mengonfirmasi surat yang beredar tersebut.
Surat itu juga telah dikirimkan ke Sekretariat Jenderal (Sekjen) MPR dan DPR RI pada Senin (2/6/2025) kemarin.
Adapun bunyi poin 4 surat pemakzulan untuk Gibran yakni:
Dugaan Korupsi Sdr. Joko Widodo dan Keluarga
Dugaan kuat Korupsi Sdr. Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep
yang dilaporkan oleh Sdr. Ubedilah Badrun sejak tahun 2022 ke KPK, saat
itu Sdr. Gibran Rakabuming Rakabuming Raka sudah menjadi Walikota Solo
yang merupakan pejabat publik. Ubedilah melaporkan relasi bisnis Sdr.
Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep yang merupakan putra
Presiden Joko Widodo berpotensi kuat terjadinya korupsi, kolusi dan
nepotisme. Sangat amat patut diduga KKN tersebut terjadi berkaitan dengan
adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan ventura ke
perusahaan rintisan kuliner anak Sdr. Joko Widodo.
Selanjutnya kami mengusulkan agar DPR melalui aparat penegak hukum
segera menindaklanjuti dugaan korupsi yang melibatkan mantan
Presiden ke-7, Sdr. Joko Widodo dan Keluarganya (Sdr. Gibran Rakabuming
Raka dan Sdr. Kaesang Pangarep).
Gibran dilapor ke KPK saat Jabat Wali Kota Solo
Ubedilah Badrun menegaskan, tidak ada kepentingan politik di balik keputusannya melaporkan dua anak Jokowi, Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia menekankan, melaporkan dugaan tindak pidana ke aparat penegak hukum merupakan salah satu hak warga negara yang dijamin oleh undang-undang.
"Bahwa ada kepentingan politik, enggaklah, saya ini kan akademisi, saya bukan politisi, sebagai warga negara berhak untuk melakukan (laporan) itu," kata Ubedilah saat ditemui di kawasan Pasar Minggu, Jakarta, Sabtu (15/1/2022).
Ubedilah menuturkan, ia merupakan seorang dosen yang berstatus aparatur sipil negara (ASN) sehingga ia tunduk pada kepentingan negara.
Oleh karena itu, Ubedilah merasa memiliki kewajiban untuk membela negara apabila ada praktik penyelenggara negara yang bertentangan dengan undang-undang.
"Apa yang saya lakukan dalam kerangka untuk membuat negara ini hadir menampilkan good governance. Apa yang saya lakukan ini adalah juga tanggung jawab moral intelektual saya," kata dia.
Ubedilah mengakui, dirinya sudah memperkirakan, keputusannya melaporkan Gibran dan Kaesang akan menimbulkan berbagai risiko, hal itu merupakan isu yang sangat sensitif.
"Tetapi karena saya berniat baik, saya berniat untuk kepentingan bangsa yang lebih baik ke depan, bagaimana menghadirkan good governance, ya saya bismillah maju. Mudah-mudahan memberi manfaat untuk kepentingan bangsa di masa depan," kata Ubedilah.
Adapun Ubedilah melaporkan Gibran dan Kaesang terkait dugaan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan berkaitan dengan dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) ke KPK.
Laporan itu berawal pada 2015 saat ada perusahaan besar bernama PT SM sudah menjadi tersangka pembakaran hutan dan sudah dituntut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dengan nilai Rp 7,9 triliun.
Namun, dalam perkembangannya, Mahkamah Agung (MA) hanya mengabulkan tuntutan sebesar Rp 78 miliar.
"Itu terjadi pada Februari 2019 setelah anak Presiden membuat perusahaan gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM," ujar Ubedilah.
Menurut dia, dugaan KKN tersebut sangat jelas melibatkan Gibran, Kaesang, dan anak petinggi PT SM karena adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan ventura.
"Dua kali diberikan kucuran dana. Angkanya kurang lebih Rp 99,3 miliar dalam waktu yang dekat. Dan setelah itu kemudian anak Presiden membeli saham di sebuah perusahaan yang angkanya juga cukup fantastis, Rp 92 miliar,” ujar Ubedilah.
“Dan itu bagi kami tanda tanya besar, apakah seorang anak muda yang baru mendirikan perusahaan dengan mudah mendapatkan penyertaan modal dengan angka yang cukup fantastis kalau dia bukan anak Presiden," kata dia.
KPK akan telusuri
Terkait laporan terhadap Gibran dan Kaesang ini, pihak KPK membenarkan bahwa pihaknya sudah menerima laporan itu dan akan ditindaklanjuti.
"Terkait laporan tersebut, informasi yang kami terima, benar hari ini telah diterima Bagian Persuratan KPK," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, kepada Kompas.com, Senin (10/1/2022).
Atas adanya laporan tersebut, ujar Ali, KPK akan lebih dahulu melakukan verifikasi dan telaah terhadap data laporan yang diduga menyeret nama Gibran dan Kaesang tersebut.
Verifikasi itu, kata dia, untuk menghasilkan rekomendasi apakah aduan tersebut layak untuk ditindaklanjuti dengan proses telaah atau kemudian diarsipkan.
"Proses verifikasi dan telaah penting sebagai pintu awal apakah pokok aduan tersebut, sesuai undang-undang yang berlaku, termasuk ranah tindak pidana korupsi dan menjadi kewenangan KPK atau tidak," ucap Ali.
Hanya saja, hingga sekarang belum ada kejelasan dari KPK soal laporan tersebut. (*)