TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Wacana Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) mengurangi batasan minimal luas rumah subsidi menuai pro dan kontra.
Rencana terbaru PKP itu tertuang dalam draft aturan Keputusan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Nomor/KPTS/M/2025 tentang Batasan Luas Tanah, Luas Lantai, dan Batasan Harga Jual Rumah dalam Pelaksanaan Perumahan Kredit/Pembiayaan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, serta Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan (Kepmen PKP Nomor/KPTS/M/2025).
Dibandingkan dengan aturan yang berlaku sebelumnya, Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 689/KPTS/M/2023, batas minimal luas tanah dan luas bangunan rumah subsidi, berkurang.
Minimal luas tanah dari 60 meter persegi berkurang menjadi 25 meter persegi.
Jika hanya 25 meter, artinya hanya bisa empat ruangan.
Sementara minimal luas bangunan 21 meter persegi berkurang menjadi 18 meter persegi.
Sedangkan batas maksimal luas rumah subsidi masih tetap.
Luas tanah maksimal 200 meter persegi dan luas bangunan maksimal 36 meter persegi.
Meski begitu, ketentuan luas tanah ini masih memerlukan perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas PP Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Menanggapi hal tersebut, Direktur PT Jaya Amerta Megah Properti, Alfriedyus Pongbatu mengaku setuju dengan wacana batasan minimal luas rumah subsidi.
“Ini adalah langkah yang sangat positif dan strategis,” kata Alfriedyus, saat dihubungi Tribun-Timur.com, Minggu (1/6/2025).
Alfriedyus menjelaskan, ada beberapa alasan kuat di balik persetujuannya.
Salah satunya kebijakan ini akan berdampak pada pemerataan akses perumahan di dalam kota.
Saat ini, kata dia, rumah subsidi cenderung berada di pinggiran kota karena keterbatasan lahan dan biaya pembangunan.
“Dengan subsidi yang lebih menargetkan biaya tanah dan bangunan, kami dapat membangun lebih banyak unit rumah subsidi di lokasi yang lebih strategis, bahkan di dalam kota,” kata Alfriedyus.