Haji 2025

Cerita Perjuangan Pendamping Jamaah Haji Lansia dan Disabilitas di Tanah Suci

Penulis: Mansur AM
Editor: Sudirman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

HAJI - Interaksi Deka Kurniawan, dari Komisi Disabilitas Nasional dengan Fatima Zahro dan ibunya, Junaina M.Toyyib.
HAJI - Interaksi Deka Kurniawan, dari Komisi Disabilitas Nasional dengan Fatima Zahro dan ibunya, Junaina M.Toyyib.

TRIBUN-TIMUR.COM - Begitu melangkah keluar dari Hotel Tabah Towers di Sektor 2, Madinah, gelombang hawa panas langsung menyergap tubuh. 

Matahari bersinar terik, dan suhu siang itu tampaknya berkisar antara 41 hingga 43 derajat Celsius—panas yang tak main-main.

Di tangan saya tergenggam erat sebotol jus mangga dingin, seharga 4 riyal.

Di tengah udara kering yang membuat bibir mudah pecah-pecah, minuman dingin seperti ini menjadi pelipur lara andalan kami, para petugas Media Center Haji (MCH), setiap kali keluar kantor.

Sebagai seseorang yang tumbuh besar di wilayah tropis, beradaptasi dengan iklim gurun yang kering dan membakar bukanlah hal mudah.

Tapi ini bagian dari konsekuensi, sekaligus berkah bisa menginjakkan kaki di dua Tanah Suci.

Di depan hotel, toko suvenir memajang gantungan kunci berbentuk unta dalam berbagai ukuran—lucu dan menggoda, seolah mengajak saya masuk ke dunia video traveling yang biasa saya tonton.

Pagi itu, jurnalis dari MNC yang tergabung dalam MCH Daerah Kerja Madinah, bersiap menuju mobil operasional untuk liputan. 

Mereka dijadwalkan mewawancarai perwakilan dari Komite Nasional Disabilitas, Koordinator Layanan Haji Ramah Lansia dan Disabilitas di Sektor 2, serta beberapa jemaah haji lansia dan disabilitas beserta pendamping mereka.

Di kepala saya sudah menumpuk daftar tulisan yang harus segera dirampungkan.

Namun, liputan hari itu ternyata menyisakan jejak emosional yang mendalam. Mbak Rini, wartawan dari RRI, sempat menitipkan ponselnya yang sedang merekam kepada saya.

Tak lama kemudian, ia mundur pelan dan menangis diam-diam.

Salah satu narasumber kami adalah pendamping lansia penyandang disabilitas netra yang juga tidak bisa berjalan karena komplikasi diabetes—ibunya sendiri.

Duduk tenang di kursi roda, sang ibu tampak sabar dan pasrah. Saya mencoba tetap kuat, walau mata ini berkaca-kaca.

Fatima Zahro, jemaah dari Kloter 31 Embarkasi Surabaya (SUB 31), adalah perempuan tangguh itu.

Halaman
12

Berita Terkini