Pengamat Sebut Jokowi Lebih Cocok Gabung Partai Lain Dibanding PSI, Eks Presiden Butuh Partai Matang

Editor: Ansar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

JOKOWI - Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) disebut tak cocok gabung ke Partai Solidaritas Indonesia (PSI) jika ingin melanjutkan kiprahnya di dunia politik.

TRIBUN-TIMUR.COM - Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) disebut tak cocok gabung ke Partai Solidaritas Indonesia (PSI) jika ingin melanjutkan kiprahnya di dunia politik.

Hal itu disampaikan Analis komunikasi politik Hendri Satrio alias Hensa.

Partai lain yang  lebih cocok untuk Jokowi adalah Golkar.

Menurutnya, Jokowi sebagai Presiden ke-7 membutuhkan partai yang lebih besar dan matang.

Hal itu untuk menjamin kelancaran langkah politiknya ke depan.

“Jokowi memerlukan perahu yang lebih besar, lebih ajek untuk berlayar di perpolitikan Indonesia. Golkar mungkin menjadi perahu yang tepat buat Pak Jokowi,” kata Hensa kepada wartawan, Minggu (18/5/2025).

Menurut dia, partai politik yang lebih besar dan matang dapat menjamin kelancaran langkah politik ke depan.

Hal itu dikatakan Hensa terkait isu bahwa PSI bisa menjadi kendaraan politik Jokowi, putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka, dan putra bungsunya Kaesang Pangarep.

Ketiganya bahkan disebut-sebut berpeluang menjadi calon Ketua Umum PSI dalam kongres yang akan digelar partai tersebut.

Hensa juga menyoroti dinamika internal PSI, yang kini menerapkan sistem pemilihan ketua umum dengan prinsip “one man, one vote” dan membuka peluang bagi seluruh anggota untuk mencalonkan diri.

Namun, Hensa skeptis Jokowi akan memanfaatkan peluang ini.

“Walaupun peluangnya besar, saya kira Pak Jokowi tidak akan ambil kesempatan jadi Ketua Umum PSI,” ujarnya.

Menurut Hensa, PSI, yang dikenal sebagai partai anak muda, tampaknya mulai mengikuti pola partai politik yang lebih mapan.

Ia mencontohkan cepatnya pergantian kepemimpinan di PSI, seperti dari Giring Ganesha, Grace Natalie, kembali ke Giring, hingga kini Kaesang, yang baru dua hari menjadi anggota langsung diangkat sebagai Ketua Umum.

“Menariknya, sebagai partai yang citranya partai anak muda, PSI justru mulai mengikuti alur partai yang sudah lebih dulu ada,” jelasnya.

Hensa juga menyinggung potensi persaingan antara Gibran dan Kaesang dalam kongres PSI.

Ia mempertanyakan apakah pemilihan akan benar-benar demokratis atau justru ditentukan oleh “titah” Jokowi sebagai kepala keluarga.

“Apakah tetap kongres atau ditentukan di ranah keluarga? Misalnya, Pak Jokowi bilang, ‘Kaesang, kasih ke Gibran,’ atau ‘Gibran tetap wapres, ini buat Kaesang',” ujarnya.

Namun, Hensa menegaskan bahwa jika PSI memang dipersiapkan sebagai kendaraan politik keluarga Jokowi, hal itu sah dalam demokrasi Indonesia.

“Kalau mau protes, bikin partai politik baru,” ucapnya.

Sementara itu, Gibran, yang kini tidak memiliki partai politik, disebut Hensa membutuhkan partai sebagai pegangan politik.

Ia menilai PSI bisa menjadi solusi, tetapi Golkar juga bisa menjadi opsi yang lebih kuat bagi Jokowi dan Gibran.

“Nanti internal Golkar bagaimana, ya terserah. Yang jelas, Jokowi dan Gibran butuh partai yang mumpuni,” pungkas Hensa.

PSI dan Jokowi saling menguntungkan

Pengamat politik Agung Baskoro menyoroti wacana Jokowi akan mencalonkan diri dalam bursa Ketua Umum (Ketum) PSI.

Agung mengatakan, Jokowi merupakan figur yang kuat.

Apabila Jokowi menjadi pimpinan PSI, menurutnya, kedua pihak akan saling menguntungkan.

Adapun katanya, secara personal Jokowi belum memiliki kendaraan politik. Sedangkan, bagi PSI, figur kuat Jokowi juga akan berpengaruh terhadap partai tersebut.

 "Dengan Jokowi masuk ke PSI dan PSI punya figur kuat, maka keduanya bersimbiosis politik mutualisme alias saling menguntungkan," kata Agung, saat dihubungi Tribunnews.com, Minggu (18/5/2025).

Agung kemudian menuturkan, kalkulasi sangat penting dilakukan oleh Jokowi. 

Hal itu karena sistem pemilihan ketua umum PSI menggunakan mekanisme e-voting dengan skema one man one vote. 

"Jangan sampai tiba-tiba, ada 'matahari lain' yang ikut dan beradu sinar dengan Jokowi," ucapnya.

Namun demikian, menurut Agung, kecil kemungkinan akan adanya figur lain yang berpotensi menjadi pesaing Jokowi dalam pemilihan pimpinan PSI itu. 

"Namun, kemungkinan itu kecil, karena sejak lama PSI dikenal sebagai 'Partainya Jokowi' atau punya mahzab 'Jokowisme atau Jokowi is Me'," ujar Agung.

Sementara itu, PSI dinilai mampu menjadi partai parlemen apabila di bawah kepemimpinan Jokowi.

Agung menilai, citra minor Jokowi hanya relevan di sebagian lawan politiknya. 

"Namun, arahan PSI masuk DPR tetap mengemuka, karena Jokowi punya basis-basis politik secara sosio ideologis demografis signifikan di mata para nasionalis dan kelompok-kelompok relawannya sehingga semakin terkonsolidasi," pungkas Agung.

Tanggapan Jokowi soal Peluang Jadi Ketum PSI

Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) menanggapi namanya yang disebut masuk dalam bursa calon Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

DPP PSI saat ini sedang mempersiapkan Pemilu Raya 2025 untuk memilih ketua umum baru.

Pendaftaran calon ketua umum dibuka sejak 13 Mei 2025 di Kantor DPP PSI.

Jokowi, saat melakukan kunjungan ke Kabupaten Karo, Sumatera Utara pada Jumat, 16 Mei 2025, menyatakan bahwa proses perhitungan masih berlangsung.

"Masih dalam proses perhitungan, semuanya kan mesti dihitung," ungkap Jokowi.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Jokowi Dinilai Lebih Cocok Gabung Golkar Ketimbang PSI, Pengamat Jelaskan Alasannya

Berita Terkini