Tribun Makassar

Pemerhati Pelayanan Publik Subhan Djoer Dukung Pemkot Makassar Berantas Honorer Fiktif

Penulis: Siti Aminah
Editor: Muh Hasim Arfah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

BERANTAS HONORER FIKTIF- Pemerhati Pelayanan Publik sekaligus Mantan Ketua Ombudsman RI wilayah Sulsel Subhan Djoer beberapa waktu lalu. Penataan tenaga honorer lingkup Pemerintah Kota Makassar diduga terjadi karena proses perekrutan tidak sesuai mekanisme yang berlaku. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Penataan tenaga honorer lingkup Pemerintah Kota Makassar diduga terjadi karena proses perekrutan tidak sesuai mekanisme yang berlaku. 

Sebanyak 3 ribu honorer Pemkot Makassar diduga diterima pada tahun 2023 dan 2024, padahal Pemerintah Pusat sudah melarang untuk menerima pegawai non ASN. 

Teranyar, DPRD Kota Makassar, menemukan indikasi kuat adanya pegawai fiktif di sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). 

Salah satu temuan mencolok ialah adanya nama-nama yang terdaftar resmi namun tidak pernah terlihat menjalankan tugasnya di lapangan.

Menanggapi hal ini, Pemerhati Pelayanan Publik Subhan Djoer, mengatakan, masalah tenaga honorer fiktif di lingkungan Pemerintah Kota bukanlah persoalan baru. 

Oleh sebab itu, ia sangat mendukung langkah Pemerintah Kota Makassar yang melakukan evaluasi terhadap tenaga honorer.

Ia menilai, ini bentuk ketegasan Pemkot Makassar dalam memberantas pegawai non ASN yang tidak resmi.

"Masalah honorer fiktif di Pemkot memang sudah lama selalu menjadi temuan, tapi selalu saja berulang-ulang," ujar Subhan Djoer, Minggu (18/5/2025).

Mantan Ketua Ombudsman RI wilayah Sulsel itu menyebutkan, sudah saatnya Pemerintahan sekarang mengambil langkah nyata dalam rangka penegakan aturan. 

Sebab keberadaan mereka tidak hanya membebani anggaran daerah, tetapi juga menutup kesempatan bagi tenaga kontrak yang benar-benar bekerja secara profesional dan sah.

"Untuk yang sekarang ini, Pemkot Makassar sudah harus mengambil langkah tegas untuk mem-PHK tenaga kontrak fiktif," tegasnya. 

Ia meminta agar Pemkot mendalami siapa yang melakukan rekruitmen di luar dari ketentuan berlaku. 

Memberantas tenaga fiktif dan siluman tidak cukup hanya dengan memutus kontrak. 

Perlu ada sanksi tegas, termasuk sanksi pidana, bagi siapapun yang terbukti dengan sengaja memasukkan tenaga kontrak fiktif. 

Perbuatan tersebut jelas merupakan bentuk penyalahgunaan kewenangan dan tergolong tindak pidana korupsi karena merugikan keuangan negara/daerah.

"Dan yang paling penting adalah memberikan sanksi tegas sampai sanksi pidana bagi pelaku yang memasukkan tenaga kontrak fiktif, karena ini sudah merugikan keuangan daerah dan masuk kategori Korupsi," jelasnya.

Penegak hukum tidak boleh tebang pilih. Siapapun yang terlibat, baik staf pelaksana, pejabat struktural, maupun oknum pimpinan yang menyalahgunakan wewenangnya, harus dikenakan sanksi sesuai aturan yang berlaku. 

"Kalau mau diberantas jangan setengah setengah atau tebang pilih, sanksi semua yang terlibat, termasuk pejabat atau oknum pejabat yang memasukkan orangnya tidak sesuai dengan aturan yang berlaku," demikian saran Subhan Djoer.

Ia menekankan, pemerintah Kota perlu membangun sistem rekruitmen dan pendataan tenaga honorer yang transparan, terintegrasi, dan dapat diaudit secara berkala. 

Mekanisme pengawasan internal dan eksternal juga harus diperkuat untuk mencegah manipulasi data pegawai. 

Sudah waktunya dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan perekrutan tenaga kontrak. 

"Apakah sesuai kebutuhan organisasi atau hanya menjadi alat bagi oknum. Evaluasi ini harus melibatkan pihak independen dan hasilnya dipublikasikan secara terbuka," tukasnya.

Sebelumnya, Anggota Komisi A DPRD Makassar, Andi Makmur Burhanuddin membongkar data terbaru, keberadaan ribuan tenaga non ASN atau yang dikenal sebagai Laskar Pelangi di lingkup Pemerintah Kota Makassar.

Hal itu terungkap saat Komisi A DPRD Kota Makassar mendesak evaluasi menyeluruh terhadap para pegawai kontrak tersebut setelah ditemukan indikasi kuat adanya pegawai fiktif di sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pekan lalu.

Andi Makmur Burhanuddin, mengungkapkan bahwa dalam setiap kunjungan kerja, pendataan ulang pegawai Laskar Pelangi menjadi prioritas utama. 

Ia menilai, evaluasi ini krusial untuk menjamin efisiensi dan akuntabilitas penggunaan anggaran.

"Kami mendapati adanya pegawai yang punya SK tapi tidak pernah melapor atau bekerja. Ini bukan hanya soal disiplin, tapi sudah menyentuh ranah etika pengelolaan anggaran negara," ujarnya.

Ia menegaskan bahwa evaluasi terhadap Laskar Pelangi harus dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya mengandalkan data administratif. 

Sehingga, pemeriksaan langsung atau cek fisik di lapangan menjadi kunci dalam membongkar keberadaan pegawai yang disebut-sebut fiktif.

"Kalau kendaraan dinas bisa dicek keberadaannya, kenapa tidak dengan pegawai? Kami ingin lihat apakah mereka benar-benar ada, hadir, dan bekerja," tegasnya.

Langkah konkret telah mulai diambil oleh Dinas Pendidikan Makassar, yang memerintahkan pendataan ulang pegawai Laskar Pelangi di seluruh SD dan SMP. Komisi A pun memberi dukungan penuh terhadap inisiatif tersebut.

"Pendataan ulang itu sejalan dengan semangat kami untuk menertibkan sistem. Kalau benar ada pegawai yang tak bekerja tapi tetap menerima gaji, maka itu bentuk pemborosan yang tidak bisa ditoleransi," ucap Andi.

Ia memastikan, pemantauan tak hanya akan menyasar Dinas Pendidikan, tapi akan diperluas ke seluruh SKPD, termasuk tingkat kecamatan. 

Komisi A bertekad melakukan verifikasi langsung untuk mencocokkan data administratif dengan realitas di lapangan.

"Kami akan turun ke lapangan, mencocokkan satu per satu. Tidak boleh ada pegawai fiktif yang menyedot anggaran daerah secara diam-diam," imbuhnya. (*)

Berita Terkini