TRIBUN-TIMUR.COM – Kisah mengharukan datang dari Desa Kambuno, Kabupaten Bulukumba.
Seorang guru mengaji bernama Muhani Binti Muhammad (62 tahun) akhirnya berangkat menunaikan ibadah haji bersama ibundanya tercinta, Puang Masing Binti Luka Pugu (80 tahun), pada Sabtu, 10 Mei 2025, pukul 12.55 WIB.
Keberangkatan keduanya bukan sekadar rutinitas tahunan ibadah haji, melainkan kisah perjuangan panjang yang dimulai sejak tahun 1994, saat keinginan itu tumbuh dalam diri Muhani kala melihat pamannya, H. Mappiluka, berangkat ke Tanah Suci.
Sejak saat itu, tekadnya bulat, suatu hari ia juga akan menyusul ke Baitullah.
Dengan penuh kesabaran, Muhani mulai menyisihkan uang dari hasil kebun dan sawah, menabung perlahan hingga akhirnya pada tahun 2019 ia resmi membuka tabungan haji dan mendapatkan nomor porsi.
Waktu tunggu yang panjang, diperkirakan hingga 20 tahun, tak menyurutkan semangatnya.
Muhani bahkan sudah menampilkan ciri khas seorang yang rindu haji, memakai cipo’-cipo’ (kudung khas Bugis yang biasa dikenakan oleh perempuan yang telah menunaikan haji) seolah yakin bahwa suatu saat impiannya akan terwujud.
Titik terang muncul ketika pemerintah membuka kebijakan pendampingan bagi jemaah lansia.
Karena Muhani mendaftarkan haji bersamaan dengan ibundanya, ia berkesempatan menjadi pendamping, sehingga panggilan ke Tanah Suci datang lebih cepat dari perkiraan.
Namun, jalannya tak mudah. Permasalahan administrasi pada Kartu Keluarga sang ibu membuat mereka harus bolak-balik Desa Kambuno, Bulukumba hingga dua kali sehari demi menyelesaikan proses hukum yang bahkan melibatkan pengadilan.
Jarak 40 kilometer mereka tempuh berkali-kali, didorong oleh harapan besar menuju Baitullah.
Akhirnya, doa yang selama ini dipanjatkan terjawab. Muhani dan ibunya diberangkatkan menggunakan penerbangan Garuda Indonesia kelas bisnis, suatu pengalaman yang sangat berkesan bagi mereka yang menjalani hidup dengan kesederhanaan dan penuh keikhlasan.
Muhani dikenal di desanya sebagai guru mengaji yang mengajar tanpa pamrih.
Keikhlasan itulah yang diyakini warga sebagai bagian dari sebab Allah memudahkan perjalanannya.
Kisah mereka menjadi bukti bahwa impian yang disertai doa dan usaha sungguh tidak pernah sia-sia.