TRIBUN-TIMUR.COM - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM), Prof Taruna Ikrar PhD menegaskan komitmen Indonesia dalam memperkuat sistem pengawasan obat melalui penguatan regulasi dan kolaborasi internasional.
Hal ini disampaikan saat dirinya menjadi pembicara utama dalam USP Convention Meeting yang digelar di Maryland, Amerika Serikat.
USP Convention Meeting digelar selama 4 hari, Senin - Kamis (5-8/5/2025).
USP Convention Meeting adalah pertemuan tahunan yang diselenggarakan oleh United States Pharmacopeia (USP), sebuah organisasi independen yang menetapkan standar kualitas untuk obat-obatan, suplemen makanan, dan bahan farmasi.
Dalam forum internasional tersebut, Taruna memaparkan peran strategis Badan POM sebagai otoritas utama dalam menjamin mutu, keamanan, dan khasiat obat di Indonesia.
Ia menekankan bahwa pengawasan dilakukan secara menyeluruh, dari prapasar hingga pascapasar, dengan mengacu pada standar internasional seperti WHO, ICH, ASEAN, USP, dan Farmakope Nasional.
Salah satu langkah besar yang tengah ditempuh Badan POM adalah proses evaluasi untuk memperoleh status WHO Listed Authority (WLA), yang akan menempatkan Indonesia sejajar dengan badan regulatori negara-negara maju serta membuka peluang lebih besar bagi produk farmasi Indonesia di pasar global.
Baca juga: Kepala BPOM Taruna Ikrar Kenalkan ABG di Sektor Kesehatan di India
Komitmen penguatan sistem juga diwujudkan melalui program Regionalisasi Laboratorium guna meningkatkan kapabilitas uji mutu obat dan makanan di berbagai wilayah Indonesia.
Selain itu, Badan POM juga mendorong pendekatan Pengawasan Pasca-Pasar Berbasis Risiko dan peningkatan kompetensi SDM pengawas melalui pelatihan teknis berkelanjutan.
Dalam kesempatan yang sama, Badan POM dan United States Pharmacopeia (USP) menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) yang menandai kerja sama strategis di bidang pengembangan standar obat dan penguatan laboratorium.
“Penandatanganan MoU ini adalah wujud nyata dari komitmen kami untuk meningkatkan sistem regulasi obat dan makanan di Indonesia. Melalui kolaborasi dengan USP, kami berharap dapat mempercepat adopsi standar internasional dan memperkuat kemampuan laboratorium sebagai garda terdepan dalam perlindungan kesehatan masyarakat,” ujar Taruna.
Namun demikian, ia juga menggarisbawahi tantangan yang dihadapi Indonesia, terutama dalam mengawasi produk kesehatan inovatif seperti terapi sel dan gen.
Tantangan ini menuntut penguatan regulasi, peningkatan kapasitas SDM, serta pembangunan infrastruktur yang memadai.
Dengan semangat kolaboratif dan inovatif, Badan POM optimistis mampu memperkuat sistem pengawasan nasional serta meningkatkan daya saing industri farmasi Indonesia di tingkat global.(*)