Hakim Korupsi

Jejak Rekam 3 Hakim Disuap Rp22 M dari Pengadil Jenderal, Habib Rizieq, Hasto, hingga Novel Baswedan

Editor: Muh Hasim Arfah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

HAKIM DISUAP- Kejaksaan Agung menetapkan tiga tersangka baru dalam kasus suap dan gratifikasi vonis lepas ontslag terhadap terdakwa korporasi ekspor Crude Palm Oil (CPO). Mereka adalah Djuyamto selaku Ketua Majelis Hakim, Agam Syarif Baharudin selaku hakim anggota dan Ali Muhtarom sebagai hakim AdHoc.

TRIBUN-TIMUR.COM - Kejaksaan Agung menetapkan tiga tersangka baru dalam kasus suap dan gratifikasi vonis lepas ontslag terhadap terdakwa korporasi ekspor Crude Palm Oil (CPO).

Mereka merupakan majelis hakim yang menangani dan memutus perkara korupsi ekspor CPO.

Tiga hakim tersebut yakni Djuyamto selaku Ketua Majelis Hakim, Agam Syarif Baharudin selaku hakim anggota dan Ali Muhtarom sebagai hakim AdHoc.

Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) Abdul Qohar dalam keterangan pada Senin (14/4) dini hari mengatakan, para hakim tersebut menerima suap senilai Rp22,5 miliar.

Uang tersebut diterima para tersangka dalam dua tahap.

Tahap pertama, tersangka menerima uang dalam pecahan dollar sebesar Rp 4,5 miliar yang diberikan oleh tersangka Muhammad Arif Nuryanta yang kala itu menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Setelah menerima uang dari Arif, tersangka Agam memasukkannya ke dalam goody bag yang kemudian dibagikan secara mereta kepada dirinya, Djuyamto dan Ali.

Kemudian pada medio September atau Oktober 2024, Arif kembali menyerahkan uang pada Djuyamto sebesar Rp 18 miliar.

Uang bernilai fantastis itu kemudian dibagikan oleh Djuyamto pada Agam dan Ali di depan sebuah bank BUMN di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat.

Pembagiannya adalah, Agam menerima Rp 4,5 miliar, Djuyamto sebesar Rp 6 miliar, dan Ali sebesar Rp 5 miliar, seluruhnya menggunakan pecahan dollar.

Terkait sisa uang suap, Qohar menyebut pihaknya masih melakukan penyelidikan.

Diberitakan sebelumnya, Kejagung lebih dulu menetapkan empat orang tersangka dalam kasus suap vonis ontslag.

Mereka yakni Muhammad Arif Nuryanta yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara bernama Wahyu Gunawan, kuasa hukum korporasi bernama Marcella Santoso, dan advokat bernama Ariyanto.

Penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa Marcella dan Ariyanto melakukan suap pada Arif sebanyak Rp 60 miliar.

Suap diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara korporasi sawit soal pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya.

Alhasil, tiga terdakwa diputus lepas dalam perkara ini.

Putusan tersebut jauh beda dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut denda dan uang pengganti negara hingga sekira Rp 17 triliun.

Jejak Rekam Djumyanto 

Djuyamto tercatat menjadi hakim ketua dalam kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan pada tahun 2019.

Dalam sidang yang dipimpin Djuyamto itu menyatakan terdakwa penyiraman air keras Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette, divonis dua tahun penjara.

Sementara terdakwa lainnya yakni Ronny Bugis dijatuhkan vonis 1,5 tahun penjara.

Selain itu, Djuyamto juga tercatat pernah menjadi Hakim anggota dalam kasus obstruction of justice perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, yang saat itu turut menyita perhatian publik.

Djuyamto menjadi hakim anggota untuk menyidangkan 3 terdakwa, yakni Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Pol Agus Nurpatria, dan AKBP Arif Rahman Arifin.

Beberapa waktu lalu, Djuyamto menjadi hakim tunggal dalam sidang praperadilan yang diajukan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto.

Jejak Rekam Agam Syarif Baharuddin

Agam Syarif Baharuddin merupakan hakim yang saat ini bertugas di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Ia lahir di Bogor pada 24 Maret 1969.

Berdasarkan informasi dari laman IKAHI, ia adalah Hakim Tingkat Pertama yang sebelumnya bertugas di PN Jakarta Timur.

Latar belakang pendidikannya cukup kuat. Agam meraih gelar sarjana hukum dari Universitas Sebelas Maret (UNS), dan kemudian menyelesaikan pendidikan magister di Universitas Syiah Kuala, dengan spesialisasi dalam ilmu hukum.

Dalam kariernya sebagai aparat peradilan, Agam pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Demak dan ditugaskan di berbagai wilayah di Jawa Tengah.

Ia juga sempat menangani kasus yang melibatkan Habib Rizieq di PN Jakarta Timur terkait kerumunan massa di Megamendung.

Namun, pada 19 Maret 2025, namanya tercatat sebagai salah satu dari tiga hakim yang memutuskan vonis lepas (onslag) terhadap tiga korporasi besar—Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group—dalam kasus besar yang berkaitan dengan izin ekspor CPO.

Putusan itu langsung menuai kritik tajam.

Sebab, jaksa penuntut umum menilai bahwa perbuatan para terdakwa telah menyebabkan kerugian ekonomi negara dalam skala triliunan rupiah.

Profil Ali Muhtarom

Ali Muhtarom, S.H.I., M.H.I., merupakan Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Kelas I A Khusus.

Ia memiliki Nomor Induk Pegawai (NIP) 1972082502201603105.

Sebelum menapaki karier di lingkungan peradilan Tipikor, Ali pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Agama Bengkalis.

Ali dilantik pada 7 September 2021 berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: 154/KMA/SK/VIII/2021.

Pelantikan berlangsung di Aula lantai 2 Pengadilan Agama Bengkalis, dihadiri oleh seluruh hakim, pegawai, serta mahasiswa magang.

Tak hanya itu, pada Juli 2022, Ali sempat mengukir prestasi.

Ia berhasil meraih peringkat keempat terbaik dalam Pelatihan Eksplorasi Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang diselenggarakan oleh Komisi Yudisial RI.

Pelatihan tersebut menitikberatkan pada penguatan etika dan kepekaan terhadap laporan pelanggaran dari masyarakat.

Ironisnya, dua tahun kemudian, Ali justru terjerumus dalam skandal suap yang menodai integritas profesi yang dulu ia pelajari dengan sungguh-sungguh.

Kasus ini menjadi cermin retaknya moralitas di balik jubah hakim.

Nama Ali Muhtarom yang dulunya harum di lingkungan peradilan agama dan anti-korupsi, kini tercoreng akibat uang suap yang nilainya nyaris menyamai dana proyek besar.

Riwayat Pendidikan

Sarjana (S1): Ali Muhtarom menyelesaikan studi S1 di bidang Hukum Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta.​

Magister (S2): Ia melanjutkan pendidikan pascasarjana di Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dengan fokus pada Hukum Keluarga Islam di Indonesia. 

Selain itu, Ali Muhtarom aktif dalam dunia akademik dan telah menulis berbagai karya ilmiah yang membahas isu-isu hukum Islam, pendidikan, dan moderasi beragama. Beberapa karyanya telah dipublikasikan di jurnal-jurnal nasional dan internasional. ​

Dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman akademiknya, Ali Muhtarom dikenal sebagai hakim yang memiliki pemahaman mendalam tentang hukum Islam dan syariah, yang menjadi dasar dalam menjalankan tugasnya di bidang peradilan Tipikor.(Tribunnews.com)

Berita Terkini