TRIBUN-TIMUR.COM - Ketua DPD II Partai Golkar Kota Makassar, Munafri Arifuddin, tak ingin terburu buru menentukan sikap di Musda Golkar Sulsel.
Ia menunggu respon dari ketua-ketua DPD Golkar se-Sulsel untuk menentukan apakah ia akan maju atau tidak.
Ia juga menunggu respon dari DPP Golkar. jika restu dari DPD II Golkar se-Sulsel dan DPP didpat, Muanfri mengaku nyaman maju di Musda Golkar Sulsel.
"Untuk saat ini, saya masih penjajakan. Kita harus bicara dulu dengan teman-teman DPD II. Kalau mereka dukung, kita maju terus. Tapi kalau tidak, ya kita realistis saja," ujar Munafri kepada wartawan, Minggu (6/4).
Wali Kota Makassar itu menegaskan, ia tak ingin terburu-buru mengambil keputusan.
Menurutnya, Musyawarah Daerah (Musda) bukan sekadar kontestasi.
Namun momentum penting untuk membangun konsolidasi partai ke depan.
“Keputusan maju atau tidak, kita lihat nanti. Setelah Lebaran mungkin sudah ada keputusan final, beriringan dengan pelaksanaan Musda,” ungkap Appi sapaan Munafri Arifuddin.
Appi menegaskan bahwa baginya, patuh terhadap mekanisme dan aturan partai adalah prinsip utama.
Ia juga menyebutkan bahwa instruksi dari DPP Golkar akan menjadi faktor penentu.
“Kalau perintah DPP, kita langsung eksekusi. Tidak ada urusan,” tegasnya.
Terkait syarat pencalonan, Appi menyadari perlunya dukungan minimal dari 10 pemilik suara.
Untuk itu, ia terus membangun komunikasi politik secara informal guna memetakan peta kekuatan menjelang Musda.
“Kalau ada 20 daerah mendukung, maka peluang kita besar. Tapi kalau baru tiga yang dukung sementara 20 lainnya ke kandidat lain, ya pasti kita mundur,” ujar Appi.
Di tengah isu panas kepemimpinan Golkar Sulsel, Appi juga mengaku telah berdiskusi dengan sejumlah tokoh.
Termasuk Ilham Arief Sirajuddin (IAS), yang terang-terangan siap maju bertarung di Musda Golkar Sulsel 2025.
“Saya sempat bicara dengan Pak IAS. Dia bilang mau maju, saya jawab saya tinggal tunggu DPP. Kalau DPP bilang maju, ya saya maju,” kata Appi.
Namun, Appi menegaskan pencalonan harus berdasar pada dukungan riil dan bukan ambisi semata.
“Ini bukan soal ingin, tapi soal apakah kita punya peluang dan dukungan. Kalau iya, kita gas. Kalau belum, kita bersabar,” tutupnya.
Musda Golkar Sulsel sendiri dijadwalkan berlangsung pada Mei 2025 mendatang.(erl)
Perpecahan Rugikan Golkar
Konflik internal di tubuh Partai Golkar Sulawesi Selatan (Sulsel) kian memanas.
Perseteruan antara politisi senior Nurdin Halid (NH) dan Ketua DPD I Golkar Sulsel, Taufan Pawe (TP), terus menjadi sorotan publik.
Jika tidak segera diredam, perpecahan ini bisa mengancam eksistensi Golkar di Sulsel dan membuat kehilangan basis politiknya.
Pengamat Politik Universitas Hasanuddin (Unhas), Dr Adi Suryadi Culla, menilai kisruh berkepanjangan ini bisa menjadi celah bagi partai lain untuk merebut kekuatan Golkar di Sulsel.
“Jika konflik ini terus terjadi, akan ada konsekuensi besar bagi Golkar Sulsel. Partai yang tidak solid akan sulit mempertahankan basis politiknya,” ujar Adi Suryadi kepada Tribun-Timur, Minggu (4/4).
Menurutnya, pertikaian yang berlarut-larut hanya akan menguntungkan lawan politik.
Partai-partai lain bisa dengan mudah masuk dan mengambil simpati kader serta konstituen yang kecewa dengan kondisi internal Golkar.
Golkar selama ini dikenal sebagai salah satu partai kuat di Sulsel.
Namun, dengan konflik yang terus berulang, Adi Suryadi memperingatkan bahwa partai ini bisa kehilangan dominasinya di tingkat lokal.
"Kader-kader Golkar harus menyadari bahwa persaingan politik ke depan semakin berat. Tanpa soliditas, Golkar bisa semakin terpinggirkan,” katanya.
Salah satu bukti nyata melemahnya Golkar Sulsel adalah hilangnya kursi Ketua DPRD Sulsel, yang selama ini dikuasai partai beringin.
Dalam Pemilu 2024, meskipun jumlah kursi Golkar di DPRD Sulsel bertambah dari 13 menjadi 14.
Namun partai tetap gagal mempertahankan posisi Ketua DPRD Sulsel.
Nurdin Halid sendiri menganggap kegagalan ini sebagai bukti lemahnya kepemimpinan TP.
Namun, kritik NH justru dianggap sebagai bagian dari upaya cawe-cawe yang semakin memperkeruh suasana.
“Seorang senior partai seharusnya menjadi pemersatu, bukan justru memperburuk keadaan,” tegas Adi Suryadi.
Adi Suryadi menegaskan, jika Golkar ingin tetap bertahan sebagai kekuatan politik utama di Sulsel, maka rekonsiliasi internal harus segera dilakukan.
“Golkar butuh harmoni, bukan perpecahan. Jika konflik ini terus dibiarkan, jangan heran kalau nanti partai lain yang mengambil keuntungan,” tegasnya