Opini Aswar Hasan

10 Dampak Jika Kebebasan Pers dan Demokrasi Terancam

Editor: AS Kambie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dr Aswar Hasan, Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol Unhas

Oleh: Aswar Hasan

Dosen Fisipol Unhas

TRIBUN-TIMUR.COM - Tajuk Kompas (27/3/2025) menulis bahwa teror kiriman kepala babi dengan telinga yang telah dipotong ke kantor Redaksi ”Tempo” merupakan ancaman serius terhadap kebebasan dan kemerdekaan pers.

Teror ini jelas merupakan ancaman terhadap kebebasan dan kemerdekaan pers. UU Pers dengan tegas menyatakan bahwa kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Jika para pelaku teror terhadap pers dibiarkan, yang terancam sesungguhnya adalah demokrasi dan kehidupan bernegara di Indonesia. Insiden teror terhadap kantor redaksi Tempo, seperti  itu, menjadi peringatan serius bagi kebebasan pers di Indonesia.
Jika kasus ini tidak diusut tuntas, bukan tidak mungkin tindakan serupa akan menyebar ke kampus, kantor partai, rumah individu, atau lembaga lainnya.

Ancaman terhadap media bukan hanya persoalan satu institusi, tetapi juga memiliki dampak luas terhadap masyarakat dan demokrasi. Setidaknya,  ada sepuluh dampak utama dari teror tersebut,  yaitu;

1. Bentuk pembungkaman Kebebasan Pers. Teror semacam ini menciptakan iklim ketakutan di kalangan jurnalis dan media. Ketika ancaman kekerasan semakin nyata, media dapat terpaksa melakukan sensor diri, menghindari topik-topik sensitif, atau bahkan tidak melaporkan kebenaran yang seharusnya diungkap. Ini jelas membahayakan kebebasan pers sebagai pilar utama demokrasi.

2. Penghambatan Informasi yang penting bagi publik. Media memiliki peran penting dalam menyediakan informasi yang relevan dan faktual bagi masyarakat. Tanpa kebebasan untuk mengungkap fakta, informasi yang disajikan bisa menjadi bias atau tidak lengkap. Hal ini dapat menghambat masyarakat dalam membuat keputusan yang tepat, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam proses politik seperti pemilihan umum.

3. Erosi Demokrasi. Demokrasi akan mengalami erosi karena keberadaanya sangat bergantung pada keberadaan media yang bebas dan independen. Media berfungsi sebagai pengawas yang memastikan transparansi pemerintah dan lembaga lainnya. Jika media dibungkam melalui ancaman atau kekerasan, masyarakat kehilangan alat penting untuk mengawasi penguasa. Akibatnya, praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang bisa semakin merajalela.

4.  Disinformasi makin tersebar. Ketika media independen ditekan atau dibungkam, ruang informasi yang kosong dapat dengan mudah diisi oleh propaganda dan disinformasi. Hoaks dan narasi yang menyesatkan akan semakin mendominasi, kondisi yang demikian,  membuat masyarakat sulit membedakan antara fakta dan kebohongan. Hal itu bisa memperburuk polarisasi sosial, meningkatkan ketidakpercayaan publik terhadap institusi, dan bahkan memicu konflik sosial.

5. Dapat memicu ketidakstabilan sosial dan politik. Kepercayaan masyarakat terhadap media dan pemerintah sangat menentukan stabilitas sosial dan politik. Jika media tidak lagi dipercaya atau tidak bisa beroperasi dengan bebas, masyarakat bisa kehilangan pegangan terhadap kebenaran. Hal ini dapat memicu gelombang ketidakpuasan, protes, bahkan kerusuhan. Negara yang tidak melindungi kebebasan pers berisiko menghadapi instabilitas yang sulit dikendalikan.

6. Menjadi efek psikologis bagi jurnalis. Ancaman dan teror yang ditujukan kepada mereka, bisa menyebabkan trauma psikologis yang mendalam. Banyak jurnalis yang mengalami intimidasi atau kekerasan men bbgalami kecemasan, depresi, atau bahkan PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder). Dalam kondisi tersebut, mereka sulit bekerja secara profesional dan objektif. Bahkan, jika situasinya makin memburuk, dikuatirkan banyak dari mereka meninggalkan profesinya, sehingga mengakibatkan hilangnya bakat dan pengalaman berharga di dunia jurnalistik.

7. Dikuatirkan menjadi impunitas jika pelaku teror terhadap media tidak dihukum.  Akan menciptakan budaya impunitas, di mana kekerasan terhadap jurnalis dianggap sebagai sesuatu  biasa yang bisa ditoleransi. Hal ini memberikan sinyal kepada pelaku lainnya bahwa ancaman terhadap media adalah strategi yang efektif dan tidak akan mendapat konsekuensi serius. Jika terus dibiarkan, impunitas ini bisa semakin meluas ke sektor lain, dan merusak supremasi hukum dan keadilan di Indonesia.

8. Melemahkan transparansi dan akuntabilitas sebab salah satu peran utama media adalah mengawasi untuk memastikan pemerintah dan sektor swasta, bertindak dengan transparan dan akuntabel. Ketika media mendapat tekanan, kontrol terhadap kebijakan publik dan bisnis korporasi menjadi  lemah.  Akibatnya, membuka celah bagi praktik korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan kebijakan yang tidak berpihak kepada masyarakat.

9. Berakibat menurunnya kualitas jurnalistik. Dalam lingkungan yang penuh ancaman, jurnalis  enggan menggali informasi lebih dalam atau melakukan liputan investigatif yang berisiko. Akibatnya, kualitas jurnalistik bisa menurun. Berita yang disajikan cenderung dangkal, minim analisis, atau hanya sekadar menyampaikan informasi tanpa kritik yang mendalam. Jika ini terjadi secara luas, masyarakat akan kehilangan akses terhadap jurnalisme yang berkualitas.

10. Lemahnya kepercayaan publik terhadap institusi. Bahwa kepercayaan masyarakat terhadap media, pemerintah, dan institusi sangat tergantung pada transparansi dan profesionalisme. Akibatnya, Jika media mengalami tekanan atau intimidasi, masyarakat akan semakin skeptis terhadap informasi yang mereka terima. Ketidakpercayaan ini bisa berakibat ke berbagai sektor lain, hingga memperburuk polarisasi politik, dan melemahkan kohesi sosial. Jika ini berlarut  bisa mengancam stabilitas nasional.

Dengan demikian, teror terhadap media bukan hanya serangan terhadap satu institusi, tetapi juga ancaman bagi seluruh masyarakat dan demokrasi di Indonesia. Jika hal ini dibiarkan tanpa tindakan tegas, Indonesia berisiko memasuki era kegelapan informasi, di mana ketakutan menggantikan keberanian, dan propaganda menggantikan kebenaran.

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mengusut tuntas kasus ini dan memberikan perlindungan penuh bagi kebebasan pers. Masyarakat sipil juga harus aktif dalam membela kebebasan media, menyuarakan solidaritas terhadap jurnalis, dan menolak segala bentuk intimidasi terhadap mereka. Wallahu a’lam bisawwabe.(*)

Berita Terkini