Headline Tribun Timur

7 'Anak' UI Gugat UU TNI ke MK

Editor: Alfian
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

UU TNI - Headline koran Tribun Timur edisi, Minggu 23 Maret 2025. Mahasiswa Universitas Indonesia mengajukan gugatan UU TNI ke Mahkamah Konstitusi.

TRIBUN-TIMUR.COM - Tujuh mahasiswa Universitas Indonesia (UI) mengajukan uji formil terhadap Undang-Undang TNI yang baru disahkan pemerintah dan DPR ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Gugatan tersebut diterima MK dengan nomor perkara 47/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025.

Permohonan diajukan Muhammad Alif Ramadhan, Namoradiarta Siahaan, Kelvin Oktariano, M. Nurrobby Fatih, Nicholas Indra Cyrill Kataren, Mohammad Syaddad Sumartadinata, dan R.Yuniar A. Alpandi pada Jumat (21/3).

"Menyatakan ketentuan norma dalam Undang-Undang yang telah diubah, dihapus dan/atau yang telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4439) berlaku kembali," bunyi petitum permohonan tersebut.

Kuasa hukum para pemohon yang juga mahasiswa FHUI, Abu Rizal Biladina, mengatakan gugatan mereka dilayangkan karena dinilai ada kecacatan prosedural dalam revisi UU TNI.

"Alasan kami menguji itu karena kami melihat ada kecacatan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan a quo. Jadi, sehingga ya kami menyatakan bahwasanya Undang-Undang tersebut inkonstitusional secara formal," kata Rizal saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).

Ada lima pokok permohonan atau petitum yang dilayangkan para pemohon. Pertama, meminta MK mengabulkan seluruh permohonan.

Baca juga: Wakil Ketua DPD RI: Revisi UU TNI Kurang Sosialisasi

Kedua, menyatakan UU TNI yang baru disahkan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Lalu yang ketiga, itu tentunya kami meminta bahwasanya Undang-Undang tersebut tidak memenuhi ketentuan pembentukan Undang-Undang berdasarkan UUD 1945," imbuhnya. 

Keempat, mereka meminta agar MK menghapus norma baru dalam UU TNI yang baru disahkan dan mengembalikan norma lama sebelum terjadinya revisi.

"Kelima, seperti biasa memerintahkan keputusan dimuat ke dalam berita negara," kata Rizal.

Dalam mengajukan gugatan para pemohon beralasan revisi UU TNI tidak memenuhi asas keterbukaan yang diatur Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3).

Hal itu tercermin dari minimnya partisipasi publik hingga sulitnya masyarakat mengakses draf RUU TNI.

Pemohon juga mempermasalahkan RUU TNI dikebut meski tidak masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Selain itu, RUU TNI menggunakan naskah akademik periode 2020-2024, padahal RUU itu tidak berstatus carry over ke periode saat ini.

"Penyusunan RUU TNI di luar Prolegnas tanpa memenuhi syarat yang ditentukan dalam pasal 23 UU P3 menciptakan ketidakpastian hukum, karena mengabaikan mekanisme perencanaan yang menjadi dasar dalam pembentukan undang-undang," bunyi permohonan itu. "Ketidakpastian ini berpotensi melemahkan sistem legislasi yang terstruktur serta mengurangi legitimasi produk hukum yang dihasilkan," tulis para pemohon.

Rizal juga menjawab strategi mereka yang menggugat UU TNI meskipun beleid tersebut belum memiliki nomor atau belum diundangkan.

Rizal percaya, meskipun saat ini obyek gugatan belum memiliki nomor, masih ada waktu koreksi atau perbaikan yang diberikan oleh MK.

Misalnya, waktu registrasi berjalan 5-10 hari, kemudian sidang pendahuluan 1 hari, dan sidang perbaikan 14 hari. 

"Jadi total lebih dari 30 hari. Sedangkan UU a quo (UU TNI yang baru) pada tanggal 20 Maret disahkan oleh DPR, maka 30 hari wajib diundangkan (diberikan nomor)," katanya.

Di waktu yang sempit itu, mereka akan memperjelas objek gugatan dan berharap MK menerima gugatan mereka.

Pemerintah dan DPR sebelumnya mengesahkan draf revisi UU TNI pada sidang paripurna yang digelar Kamis (20/3).

Surat presiden untuk pembahasan RUU TNI baru diterima DPR sekitar sebulan sebelumnya, 18 Februari 2025.

Pembahasan RUU TNI menimbulkan protes di masyarakat karena dilakukan terburu-buru dan tertutup. DPR dan pemerintah sempat menggelar pembahasan tertutup di Hotel Fairmont, Jakarta, Minggu (16/3).

Sejumlah aksi unjuk rasa menolak RUU TNI digelar di berbagai daerah selama pekan ini.

Namun, pemerintah dan DPR tetap mengesahkan regulasi itu.

Adapun RUU TNI yang ditolak banyak pihak itu mencakup perubahan empat pasal, yakni Pasal 3 mengenai kedudukan TNI, Pasal 15 soal tugas pokok TNI, Pasal 53 soal usia pensiun prajurit.

Serta Pasal 47 berkait dengan penempatan prajurit aktif di jabatan sipil.(tribun network/mar/dod)

Berita Terkini