Reaksi KSAD Soal Polemik Kenaikan Pangkat Letkol Teddy dan Revisi UU TNI: Apa Masalahnya?

Editor: Ansar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

BERI PENJELASAN - Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak, MSc saat memberi penjelasan seputar polemik revisi UU TNI dan kenaikan pangkat Letkol Teddy. Penjelasan dilaksanakan selepas mengunjungi Lahan Ketahanan Pangan di Puslatpur Baturaja dan penyerahan sertifikat tanah oleh Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid kepada TNI AD atas lahan pertanian seluas 42.000 hektare yang dikelola oleh Puslatpur TNI AD, Rabu (12/3/2025).

TRIBUN-TIMUR.COM - Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak akhirnya menanggapi polemik revisi undang-undang (UU) TNI yang saat ini sedang dibahas Dewan Perwakilan Rakyat.

Dikutip dari Dispenad, hal itu disampaikan Jenderal Maruli saat berdialog dengan awak media selepas mengunjungi Lahan Ketahanan Pangan di Puslatpur Baturaja dan penyerahan sertifikat tanah oleh Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid kepada TNI AD atas lahan pertanian seluas 42.000 hektare yang dikelola oleh Puslatpur TNI AD, Rabu (12/3/2025).

Menanggapi revisi UU TNI yang sedang dibahas DPR, termasuk rencana penambahan masa pensiun prajurit hingga 60 tahun, Kasad menyatakan kalau hal tersebut merupakan bagian dari kebijakan negara yang akan diputuskan setelah melalui diskusi dan pertimbangan dari berbagai aspek, termasuk kemampuan keuangan negara serta kebutuhan organisasi TNI.

“Saya rasa tidak perlu diperdebatkan. Silakan saja nanti bagaimana kebijakan negara. Bagaimana kemampuan keuangan, nanti kita diskusi jabatan di ketentaraan, dan lain sebagainya. Setelah kita menyampaikan di diskusi, yang akan dilaksanakan besok,” katanya, dikutip Rabu (12/3/2025).

Selanjutnya, Kasad juga menyampaikan tentang prajurit TNI yang masuk kementerian dan lembaga lain.

Dirinya meminta agar status prajurit TNI aktif yang menduduki jabatan di kementerian maupun lembaga negara jangan dijadikan sebagai polemik. TNI akan selalu patuh pada keputusan negara dan mengikuti aturan yang berlaku.

“Silakan saja didiskusikan, apakah tentara harus alih status, apakah tentara harus pensiun? Jadi tidak usah diperdebatkan seperti ribut kanan, kiri, ke depan, kaya kurang kerjaan. Nanti kan ada forumnya, kita bisa diskusikan. Kalau nanti keputusannya seperti itu, ya kami ikut. Kami (TNI AD) akan loyal seratus persen dengan keputusan,” tegas Kasad.

“Jadi tidak usah ramai bikin ribut di media, ini itu lah, Orde Baru lah, tentara dibilang hanya bisa membunuh dan dibunuh. Menurut saya, otak-otak (pemikiran) seperti ini, kampungan menurut saya,” ujarnya. 

 
“Ini orang waktu ada salah satu institusi masuk ke semua kementerian, nggak ribut gitu loh. Apakah dia bekerja di institusi itu? Nah, ini perlu media-media tanggap seperti itu. Apakah agen asing kah atau apa?” ujarnya.

“Kita nggak ribut, karena kami melihat anggota-anggota TNI AD punya potensi. Silakan didiskusikan, apakah kami boleh mendaftar, atau ada sidangnya, atau ditentukan oleh Presiden, silakan saja. Tapi jangan menyerang institusi,” tegas Kasad.

Kenaikan Pangkat Letkol Teddy

Sementara itu, terkait polemik diberikannya kenaikan pangkat satu tingkat lebih tinggi kepada Sekretaris Kabinet Letkol Inf Teddy Indra Wijaya, Kasad menegaskan hal itu sepenuhnya merupakan kewenangan Panglima TNI dan dirinya sebagai Kasad.

“Itu kewenangan Panglima TNI dan saya. Ada seseorang yang dianggap mampu membantu Presiden dan mengoordinasikan tugasnya dengan baik, lalu diberi kenaikan pangkat. Apa masalahnya? Ada orang yang pernah di Papua, temennya yang bertempur betul dan komplain pangkatnya nggak naik-naik. Saya pengen tahu siapa orangnya. Betul nggak dia (orang tersebut) benar-benar bertempur, atau pernah perang nggak dia? Jadi itu kewenangan kami (Panglima TNI dan Kasad). Jangan diintervensi terus. Kami bekerja secara profesional, jika sudah diputuskan, kami akan ikut (melaksanakan keputusan),” tegas Kasad.

“Kami (TNI) tidak mengikuti pemungutan suara. Hak kita nggak ada, karena apa? Karena dianggap masih rawan. Makanya kita harus punya undang-undang sendiri. Bukan kami pengen enak. Apa enaknya, apa untungnya dengan bikin undang-undang sendiri di kalangan militer? Apakah kami hebat? Kami juga tidak mau punya anggota penjahat. Kita hukum juga. Saya jamin anggota-anggota misalnya (melakukan) kegiatan ilegal, kita hukum,” ujarnya lebih lanjut.

Dalam kesempatan tersebut, Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid juga menyerahkan sertifikat tanah kepada TNI AD atas lahan pertanian seluas 42.000 hektare yang dikelola oleh Puslatpur TNI AD, sebagai bagian dari upaya mendukung kesejahteraan rakyat. (*/dispenad)

Karier Moncer Letkol Teddy, Lampaui Kapten Hendrik Peraih Adhi Makayasa Akmil 2011

Karier dan pangkat Teddy Indra Wijaya makin moncer setelah jadi orang kepercayaan Presiden Prabowo Subianto.

Mayor Teddy jadi Sekretaris Kabinet Merah Putih setelah menyelesaikan tugas sebagai ajudan Menteri Pertahanan era Prabowo.

Terbaru, lulusan Akademi Militer 2011 itu mendapat kenaikan pangkat dari mayor menjadi letnan kolonel.

Pangkat Letkol setara pangkat Komandan Distrik Militer atau Dandim.

Teddy Indra Wijaya jadi orang pertama di angkatannya menyandang pangkat dua melati.

Ia melampaui pangkat Hendrik Pardamean Hutagalung lulusan terbaik Akmil 2011.

Hendrik Pardamean Hutagalung adalah peraih penghargaan bintang Adhi Makayasa Akmil 2011 dari Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

 
Kenaikan pangkat Sekretaris Kabinet (Seskab), Teddy Indra Wijaya, dari mayor infanteri menjadi letnan kolonel (letkol) tengah menjadi sorotan.

Kenaikan pangkat itu berdasarkan keputusan Panglima TNI nomor Kep/238/II/2025 pada 25 Februari 2025 tentang penetapan kenaikan pangkat reguler percepatan (KPRP) dari mayor ke letkol atas nama Mayor Inf Teddy Indra Wijaya.

Lantas, seperti apa pencapaian pangkat Teddy jika dibandingkan dengan teman seangkatannya yang menjadi lulusan terbaik di Akademi Militer (Akmil)?

Sebagai informasi, Teddy Indra Wijaya merupakan lulusan Akmil tahun 2011.

Peraih Adhi Makayasa Tahun 2011

Adhi Makayasa merupakan penghargaan tahunan bagi lulusan terbaik bagi setiap matra TNI dan Polri.

Penerima penghargaan ini adalah mereka yang secara seimbang mampu menunjukkan prestasi terbaik di tiga aspek: akademis, jasmani, dan kepribadian (mental).

Pada tahun 2011, peraih Adhi Makayasa Akmil adalah Hendrik Pardamean Hutagalung.

Saat itu, Hendrik Pardamean Hutagalung dianugerahi penghargaan itu oleh Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Namun, ternyata kenaikan dari Teddy ternyata lebih cepat dibandingkan Hendrik. 

Saat ini pangkat dari Hendrik Pardamean Hutagalung adalah Kapten.

Adapun Kapten Czi Hendrik Pardamean Hutagalung menjabat sebagai Pama Denma Mabesad (sedang mengikuti pendidikan S2 di The Australia National University).

Ia adalah putra dari Biller Hutagalung yang berpofesi sebagai wiraswasta.

Selain meraih penghargaan Adhi Makayasa, Hendrik juga menjadi lulusan terbaik Diklapa I pada tahun 2011.

TNI Diminta Beri Penjelasan Terbuka
 
Sementara itu, Peneliti HAM dan Sektor Keamanan SETARA Institute, Ikhsan Yosarie, memandang TNI perlu terbuka terkait kenaikan pangkat Teddy.

Menurut Ikhsan, pada dasarnya kenaikan pangkat bagi prajurit TNI adalah hal yang wajar.

Hal tersebut, kata Ikhsan, sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1) PP Nomor 39 tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit TNI.

Peraturan itu berbunyi "Setiap Prajurit memperoleh kesempatan untuk mendapat kenaikan pangkat berdasarkan prestasinya sesuai dengan pola karier yang berlaku dan memenuhi persyaratan yang ditentukan".

Namun, lanjutnya, terdapat ketentuan yang eksplisit dalam Pasal tersebut, yaitu berdasarkan prestasinya sesuai dengan pola karier yang berlaku dan memenuhi persyaratan yang ditentukan. 

Dalam konteks ini, menurutnya kenaikan pangkat dari mayor ke letkol yang dialami Teddy Indra Wijaya perlu dijelaskan kepada publik.

Ikhsan menyebut penjelasan sangat diperlukan bukan hanya sebagai bentuk akuntabilitas dan transparansi tata kelola di TNI.

Namun juga untuk memastikan bahwa kenaikan pangkat itu tidak diwarnai unsur politik dan kekuasaannya mengingat Teddy saat ini tengah berada di jabatan sipil, bukan dinas kemiliteran.

Ia menilai kenaikan pangkat tersebut berpotensi minim unsur kemiliterannya.

"Keterbukaan TNI atas kenaikan pangkat ini juga perlu dilakukan guna meminimalisir potensi kecemburuan di tengah para perwira menengah (Pamen) TNI," ungkap Ikhsan saat dihubungi Tribunnews.com pada Jumat (7/3/2025).

"Sebab kenaikan pangkat yang dipermudah karena dekat dengan kekuasaan, tentu akan berdampak negatif (baca: kecemburuan) terhadap Pamen lainnya yang selama ini lebih akrab dengan medan lapangan atau hal-hal berbasis kemiliteran lainnya," imbuhnya.

Ikhsan memandang bahwa kenaikan pangkat Teddy juga menimbulkan tanda tanya dalam segi Masa Dinas Perwira.

Pasalnya, dalam regulasi seperti Perpang Nomor 40/2018 pada Pasal 13 huruf c, terdapat sejumlah rentang waktu kenaikan pangkat dari mayor ke letkol mulai dari 18 sampai 25 tahun, sesuai pendidikan yang dijalani. 

"Kondisi ini perlu dijelaskan TNI kepada publik untuk menjawab berbagai spekulasi kenaikan pangkat ini tidak berkaitan dengan merit system, tetapi politik dan kekuasaan," terangnya.

Ia mencatat dalam PP Nomor 39 Tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit TNI juga dijelaskan, pada Pasal 27 ayat (1) bahwa kenaikan pangkat terdiri atas reguler dan khusus. 

Pada ayat (2)-nya, sambung Ikhsan, dijelaskan bahwa kenaikan pangkat khusus terdiri atas kenaikan pangkat luar biasa dan kenaikan pangkat penghargaan. 

"Beragamnya jenis kenaikan pangkat ini semakin menegaskan diperlukannya transparansi dan akuntabilitas institusi TNI, untuk memastikan merit system dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam kenaikan pangkat di internalnya," ungkapnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kasad Jenderal Maruli Angkat Bicara Soal Polemik Revisi UU TNI dan Kenaikan Pangkat Letkol Teddy

Berita Terkini