Hasto Tersangka KPK

Sosok Hakim asal Kampus Solo Djuyamto Tolak Praperadilan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto

Editor: Muh Hasim Arfah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

HAKIM ASAL SOLO - Hakim tunggal Djuyamto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2025). Djuyamto menolak gugatan praperadilan yang diajukan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto terkait penetapan status tersangkanya.

Ia melanjutkan, baginya putusan tersebut adalah keadilan yang digugurkan atau peradilan sesat. "Kita datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menguji abuse of power, pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh KPK karena sangat telanjang di depan mata kita, pelanggaran itu dilakukan," ungkap Todung. 

Dijelaskannya tuduhan bahwa Hasto Kristiyanto terlibat dalam melakukan pemberian hadiah dalam kasus Wahyu Setiawan itupun tidak ada dasarnya.

"Kenapa? Karena putusan itu sudah inkrah. Lima tahun yang lalu dan Hasto Kristiyanto sama sekali tidak terlibat, sama sekali tidak, disebut sebagai pihak yang memberikan atau menfasilitasi suap," terangnya. 

Jadi kata Todung hal tersebut yang pihaknya harapkan sebenarnya mendapat perhatian dari hakim tunggal yang memeriksa perkara.  "Tapi apa dikata ini (Ditolak) putusan yang dangkal. Ini bukan pendidikan hukum, ini pembodohan hukum. Saya harus katakan demikian," tandasnya.

Kuasa Hukum Hasto lainnya, Maqdir Ismail menyebut bahwa pihaknya membuka opsi mengajukan gugatan praperadilan kedua kalinya. “Apakah akan kami ulangi lagi dengan mengajukan dua permohonan, itu yang kami pertimbangan, tapi tergantung mas Hasto,” ujar Maqdir.

Profil Hakim Djuyamto  

Djuyamto merupakan seorang hakim dengan pangkat Pembina Utama Madya atau golongan IV/d. Saat ini, ia juga mengemban tugas sebagai pejabat Humas di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Selain itu, Djuyamto aktif sebagai anggota Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI). Berdasarkan informasi dari laman resmi IKAHI, Djuyamto lahir di Sukoharjo pada 18 Desember 1967.

Ia meraih gelar Sarjana Ilmu Hukum dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo pada tahun 1992. Kemudian, pada tahun 2020, ia berhasil menyelesaikan pendidikan magister di bidang yang sama di kampus tersebut. Terbaru, Djuyamto meraih gelar doktor Ilmu Hukum dari Fakultas Hukum UNS setelah mempertahankan disertasinya yang berjudul "Model Pengaturan Penetapan Tersangka oleh Hakim pada Tindak Pidana Korupsi Berbasis Hukum Responsif."

Dalam disertasinya, Djuyamto mengusulkan gagasan bahwa Majelis Hakim dapat menetapkan seorang saksi sebagai tersangka apabila dalam persidangan terbukti terlibat dalam tindak pidana korupsi.

Djuyamto mengawali karier di dunia peradilan pada tahun 2002 sebagai hakim di Pengadilan Negeri Tanjungpandan. Lima tahun kemudian, ia bertugas di Pengadilan Negeri Temanggung. Pada tahun 2009, ia dipindahkan ke Pengadilan Negeri Karawang dan bertugas hingga tahun 2012. Selanjutnya, Djuyamto mendapat amanah sebagai asisten Hakim Agung di Mahkamah Agung RI.

Kariernya semakin berkembang saat ia diangkat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Dompu pada tahun 2014. Setahun kemudian, ia dipercaya menjadi Ketua Pengadilan Negeri Dompu hingga tahun 2017. Setelah tiga tahun bertugas di Dompu, Nusa Tenggara Barat, Djuyamto mendapat promosi sebagai hakim di Pengadilan Negeri Bekasi. Pada tahun 2019, ia dipindahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara, di mana ia juga menjabat sebagai pejabat Humas.

Pada tahun 2022, Djuyamto ditugaskan sebagai hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, sekaligus mengemban amanah sebagai pejabat Humas di sana hingga kini.

Selama berkarier, Djuyamto menangani sejumlah kasus penting. Ia menjadi Hakim Ketua dalam perkara penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan. Selain itu, ia juga menjadi Hakim Anggota dalam kasus obstruction of justice terkait pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, yang menjadi sorotan publik.

Dalam kasus obstruction of justice tersebut, Djuyamto menjadi Hakim Anggota yang menyidangkan tiga terdakwa, yakni Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Pol Agus Nurpatria, dan AKBP Arif Rahman Arifin. Saat itu, Majelis Hakim diketuai oleh Ahmad Suhel, dengan Djuyamto dan Hendra Yuristiawan sebagai anggota Majelis Hakim.

 

 

(Tribun Network/ham/mat/wly)

Berita Terkini