Beda Nasib Bawaslu dan KPU Palopo soal Pemberhentian oleh DKPP
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi peringatan kepada Ketua Bawaslu Palopo, Khaerana, dan salah satu anggotanya, Widianto Hendra, terkait pelanggaran kode etik dalam perkara nomor 305-PKE-DKPP/XII/2024.
Sidang pembacaan putusan ini dipimpin oleh Ketua Majelis Ratna Dewi Pettalolo di ruang sidang DKPP, Jakarta, dan disiarkan langsung melalui media sosial DKPP, Jumat (24/1/2025).
Dalam amar putusannya, Ratna menegaskan bahwa pelanggaran etik yang dilakukan Bawaslu Palopo cukup serius.
Namun DKPP memutuskan untuk hanya memberikan sanksi berupa peringatan.
Berdasarkan penilaian fakta yang terungkap dalam persidangan, serta memeriksa keterangan dan bukti dari para pihak, DKPP menyimpulkan bahwa teradu terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu,” ujar Ratna saat membacakan putusan.
"Selanjutnya memeriksa segala bukti dokumen para pengadu, teradu, dan para saksi, DKPP menyimpulkan bahwa DKPP berhak mengadili teradu," kata Ratna Dewi Pettalolo.
DKPP menemukan bahwa Ketua Bawaslu Palopo Khaerana dan anggota Widianto Hendra gagal menjalankan tugasnya secara profesional terkait pengawasan dan keputusan atas kasus dugaan ijazah palsu Wali Kota Palopo terpilih, Trisal Tahir.
Meski mendapatkan bukti dan rekomendasi dari instansi terkait, Bawaslu Palopo dinilai kurang maksimal dalam menangani persoalan tersebut hingga akhirnya menimbulkan polemik.
Oleh karena itu, DKPP Menjatuhkan sanksi peringatan kepada Haerana dan Widianto Hendra.
"DKPP mengabulkan pengaduan pengadu dua dalam perkara 305 dan seterusnya untuk sebagian," ujar Ratna.
"Menjatuhkan sanksi peringatan kepada teradu 1 (Khaerana) selaku ketua merangkap anggota Bawaslu Palopo," tegas Ratna.
Selanjutnya, DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan kepada Widianto Hendra.
Pemberian sanksi itu terhitung sejak dibacakan DKPP.
Setelah dibacakan putusan, DKPP memerintahkan Bawaslu untuk melaksanakan putusan ini terkait Teradu I dan II dalam perkara 305, paling lambat tujuh hari sejak putusan ini dibacakan.