TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Ikatan Pelajar Mahasiswa Indonesia Luwu (IPMIL) bersama Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Walenrang Lamasi menginisiasi diskusi terkait 'DOB Luwu Tengah: Antara Harapan dan Tantangan' di Grand Malebu Hotel, Jl Bonto Manai, Makassar, Sabtu (18/1/2025) malam.
Sejumlah pembicara dihadirkan mengulas wacana Daerah Otonomi Baru (DOB) Luwu Tengah.
Diantaranya Ketua Umum BPW Kerukunan Keluarga Luwu Raya (KKLR) Hasbi Syamsu Ali, Wakil Ketua Umum BPP KKLR Abdul Talib Mustafa hingga Praktisi Hukum Yunius Jhody Pama'tan.
Ketua Umum PP IPMIL, Yandi mengaku kini semangat menyuarakan kembali lahirnya Luwu Tengah sedang menggeliat.
Sebab baginya kehadiran Luwu Tengah sebagai daerah otonom menjadi sebuah kebutuhan.
"Luwu Tengah bukan lagi kewajiban, tapi kebutuhan di Luwu Raya sebab saya selaku putra Walmas, semenjak era hari ini percepatan pembangunan lamban. Telisik di daerah gunung walenrang, akses jalan sangat memprihatinkan," kata Yandi.
Kondisi serupa juga terjadi di pesisir Lamasi yang dinilai masih jauh dari perhatian pemerintah.
Dirinya pun menginisiasi kembali semangat putra putri Luwu menyuarakan lahirnya daerah otonom Luwu Tengah.
Senada dengannya, Abdul Talib Mustafa menjelaskan jalan panjang yang harus dilalui.
Terlebih dengan aturan Undang-Undang (UU) nomor 23 tahun 2014.
Mulanya usaha melahirkan otonomi baru digaungkan berlandaskan UU nomor 32 tahun 2004.
Namun sepanjang waktu berjalan, UU No 23 tahun 2014 terbit sehingga perlu penyesuaian dalam upaya melahirkan Luwu Tengah.
"Tiga fase akan dilalui. Pertama penyesuaian update kebijakan," kata Abdul Talib.
Penyesuaian ini berkaitan dengan UU No 23 Tahun 2014 tersebut.
Kedua terkait dengan Peraturan Pemerintah (PP) yang belum juga terbit pasca disahkannya UU No 23 tersebut.
Hal ini membuat penjelasan rinci dari UU tersebut yang harusnya diturunkan dalam PP urung tersampaikan.
"Setelah UU 23 (disahkan), perintah UU harus ada PP tentang Pemekaran daerah. Tapi, sampai hari ini belum ada," lanjutnya.
Abdul Talib mengakui otonomi baru sebenarnya bisa saja lahir tanpa harus menunggu PP.
Hanya saja, jalannya dinilai akan begitu rumit.
Sebab tidak ada kejelasan aturan yang lebih rinci.
Dirinya pun tak bisa meyakini akan lahirnya PP di 2025.
"Apakah di 2025 akan selesai? Tergantung lagi tekanan masyarakat," jelasnya.
Ketiga terkait update dokumen pendukung dalam memenuhi persyaratan.
Dokumen persyaratan yang di wajibkan dalam UU No 32 tahun 2004 disebutnya telah selesai.
Namun karena ada UU No 23 tahun 2014 yang lahir setelahnya, maka harus ada update terkini dari dokumen.
Hal ini yang menurutnya harus mendapat pengawalan serius.
"Kalaupun daerah persiapan Luwu Tengah terbentuk jangan tinggal diam. Jangan tinggal tidur. Dalam masa 3 tahun kalu syarat itu tidak terpenuhi, maka kembali (daerah induk)," katanya.
Abdul Talib mengaku banyak hal yang harus dijaga jika nantinya Luwu Tengah terbentuk.
Dalam tiga tahun, stabilitas sosial dan ekonomi harus terjaga maksimal.
Skala ukurannya pun harusnya terjelaskan dalam PP yang menjadi runutan UU 23 tahun 2014.
Sementara itu, Praktisi Hukum Yunius Jhody Pama'tan lebih jauh mengulas tentang DOB.
Yunius mengaku tidak ada DOB yang selama ini gagal.
Sebagai bukti, dirinya menyebut tidak ada daerah yang mekar lalu kembali ke daerah induk.
"Yang gagal itu sistem pengelolaan yang dilakukan penguasa lokal," kata Yunius.
Sehingga memang penguasa dalam hal ini pemerintahan DOB menjadi kunci.
Yunius mengaku tidak ada daerah otonomi yang mampu berdiri sendiri.
Setiap daerah masih mengandalkan anggaran dari pemerintah pusat.
Sehingga kehadiran DOB Luwu Tengah menurutnya bisa saja terjadi.
"Kita diatur dalam aturan, bantuan keuangan tetap digarap melalui APBN baru setelah itu APBD," lanjutnya.
Selama ini Yunius menilai Sumber Daya Alam (SDA) Luwu Raya begitu melimpah.
Namun, hal ini tidak dibarengi dengan Sumber Daya Manusia (SDM) memumpuni.
"Di Tanah Luwu ini SDA sangat melimpah, SDM besar tapi kembali kita tidak punya kekuatan besar daerah," kata Yunius.
"Tanah luwu kenapa seperti ini mungkin karena terlalu manja dengan SDA tapi terlena dengan SDM," sambungnya.
Yunius menilai dalam melahirkan DOB, tak cukup dengan melihat potensi daerah.
Baginya, dorongan politis selalu mengambil peran kunci.
Hal ini yang selama ini disebutnya tak pernah nampak dari usaha melahirkan DOB di tana Luwu.
Kekuatan politis Luwu dinilai belum mampu menyuarakan kekuatan hingga ke Pemerintah pusat.
"Semua sumber daya di Indonesia dikelola secara politik, semua berasal dari sumber daya politik," kata Yunius.
Titik ini dinilai menjadi pekerjaan rumah (PR) besar jika ingin menghadir DOB di tanah Luwu.
Penyatuan visi dari kepala daerah di tana Luwu menurutnya harus dilakukan.
Kemudian suara dari putra putri Luwu di kursi eksekutif maupun legislatif disebutnya harus lantang jika ingin mewujudkan DOB Luwu Tengah.(*)
Lapiran Wartawan Tribun-Timur.com, Faqih Imtiyaaz