TRIBUN-TIMUR.COM - Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong melawan setelah ditetapkan sebagai tersangka impor gula.
Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir meminta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) membebaskan kliennya dari tahanan.
Permohonan tersebut disampaikan bersamaan dengan pengajuan Praperadilan atas penetapan tersangka dan penahanan terhadap Tom Lembong oleh Kejaksaan Agung.
Kejagung menuduh Tom Lembong terlibat korupsi impor gula pada 2015-2016.
Ari meminta PN Jaksel menyatakan penetapan tersangka dan penahanan Tom Lembong tidak sah.
“Kami juga meminta agar klien kami dibebaskan dari tahanan,” kata Ari dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (5/11/2024).
Tim kuasa hukum juga menilai, penahanan terhadap kliennya ini tidak sah karena tidak memenuhi syarat obyektif dan subyektif penahanan.
Alasan obyektif penahanan tertuang dalam Pasal 21 Ayat (4) KUHAP, yakni tidak diancam pidana lima tahun atau lebih.
Sementara itu, alasan subyektif penahanan meliputi kekhawatiran penyidik bahwa tersangka akan kabur, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi tindak pidana.
“Tidak ada alasan yang cukup untuk mengkhawatirkan,” ujar Ari.
Tim kuasa hukum juga menilai, penyidik Kejaksaan Agung tidak memiliki bukti yang menunjukkan kliennya melakukan perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri, orang lain, maupun korporasi sebagaimana unsur pasal yang disangkakan.
Karena itu, penyidik dinilai tidak mengantongi bukti yang jelas, sehingga penetapan tersangka itu berpeluang merugikan reputasi Tom Lembong.
Selain itu, penyidik Kejaksaan Agung juga dinilai tidak mengantongi bukti permulaan yang cukup sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Ari menilai, bukti yang digunakan penyidik tidak memenuhi ketentuan berlaku.
“Sehingga penetapan tersangka menjadi cacat hukum,” ujarnya.
Sebelumnya, Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula, Selasa (29/10/2024).
Penetapan ini terkait dengan kebijakan yang dilakukan Tom Lembong saat ia masih menjabat sebagai Menteri Perdagangan (Mendag) pada periode 2015-2016 dengan memberikan izin impor gula saat negara dalam kondisi surplus gula.
Atas perbuatannya, Tom Lembong terancam jeratan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Saat ini, Tom Lembong ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Eks Wakapolri pertanyakan pendidikan jaksa
Profil Komjen Pol (Purn) Oegroseno mantan Wakil Kapolri pertanyakan pendidikan oknum jaksa yang menyebut tak perlu bukti dalam kasus Tom Lembong.
Tom Lembong adalah mantan Menteri Perdagangan (Mendag) kini ditahan Kejagung dalam kasus dugaan korupsi impor gula.
Oegroseno juga menjadi pendukung Tom Lembong hadapi Kejagung.
Oegroseno murka setelah Kejagung yang menyebut tidak perlu ada bukti penerimaan aliran uang terkait penetapan tersangka Tom Lembong.
Ia mengatakan dalam penetapan seseorang sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana khususnya korupsi, harus dilihat unsur-unsur yang menguatkan.
Perihal menetapkan tersangka korupsi, dia mengungkapkan lembaga hukum harus bisa membuktikan bahwa yang bersangkutan memang merugikan negara dan memperkaya diri sendiri atau orang lain.
"Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 kemudian UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Korupsi juga, sudah jelas seseorang atau barangsiapa secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi kemudian merugikan negara dan perekonomian negara, (tuduhan tersebut) harus dibuktikan semua," katanya dalam siniar yang ditayangkan di YouTube Abraham Samad, Minggu (3/11/2024).
Oegroseno pun mengaku heran dengan pernyataan Kejagung yang tak perlu adanya pembuktian ada atau tidaknya aliran dana saat menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka korupsi impor gula.
Lantas, pensiunan jenderal polisi yang ahli di bidang reserse itu pun menyemprot Kejagung buntut pernyataan tersebut.
"Kalau seorang jaksa mengatakan tidak perlu ada aliran dana, ini jaksa sekolah di mana? Saya nggak tahu," tegasnya.
"Ini saya mencoba menebak-nebak saja, sekarang lagi musim ijazah palsu abal-abal. Ini perlu dipertanyakan sekolahnya (jaksa) dari mana," katanya.
Selanjutnya, Oegroseno menjelaskan di kepolisian bahwa penyidik baru bisa melakukan penyelidikan ketika adanya laporan dari pelapor atau biasa disebut Laporan Polisi (LP).
Sementara di KPK, katanya, penyidik KPK baru bisa melakukan penyelidikan ketika ada Laporan Kejadian (LK).
"Laporan itu jadi dasar kemudian dikeluarkan adanya sprindik (Surat Perintah Penyidikan) langsung baru dibikin ada pemanggilan, penyelidikan kalau belum jelas," katanya.
Oegroseno lantas mengungkapkan berkaca dari pengalamannya sebagai polisi, maka mekanisme penetapan tersangka terhadap Tom Lembong oleh Kejagung patut dipertanyakan.
Bahkan, dia mengungkapkan upaya Kejagung itu salah berat.
Dia juga mempertanyakan ketika Tom Lembong ditetapkan menjadi tersangka, maka Kejagung pernah memeriksa pihak lain seperti Menko Perekonomian era Presiden Joko Widodo (Jokowi) jilid I hingga Bea Cukai.
Ia berharap Kejagung membuka hasil pemeriksaan tersebut untuk membuat terang terkait mekanisme penangkapan Tom Lembong.
"Kalau sudah berani menangkap dan menahan Tom Lembong, berarti jaksa sudah pernah memeriksa Menko Ekuin, kemudian Bea Cukai, ini sudah belum? Kemudian, aliran dana, kalau gak ada (kerugian) negara, mau dikatakan korupsi pasalnya Pasal 2 Pasal 3 (UU Tipikor) sama di situ. Masa ada pengecualian kalau (penetapan tersangka) Tom Lembong harus tidak ada aliran dana," tuturnya.
Profil Oegroseno
Dikutip dari p2k.stekom.ac.id, Komjen Pol Oegroseno adalah seorang Purnawirawan perwira tinggi Polri.
Komjen Pol (Purn) Oegroseno lahir di Pati, Jawa Tengah pada 17 Februari 1956.
Oegroseno adalah Alumnus Akpol 1978.
Ayahnya juga seorang Purnawirawan Polri bernama Brigjen Pol (Purn) Rustam Santiko yang merupakan Bupati Pati periode 1973-1978.
Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri ini memiliki istri yang bernama Suharyatmi Ningsih.
Komjen Pol (Purn) Oegroseno pernah mengenyam jabatan penting di tubuh Polri
Oegroseno adalah mantan Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Wakapolri).
Komjen Oegroseno menjabat sebagai Wakapolri pada tahun 2013 hingga 2014.
Saat itu, jenderal bintang tiga ini mendampingi Kapolri Jenderal Timur Pradopo dan Jenderal Sutarman.
Karir Jabatan
Dikutip dari TribunnewsWiki.com, Oegroseno sudah malang melintang di dalam kepolisian tanah air.
Berbagai jabatan strategis di Korps Bhayangkara sudah pernah diembannya.
Perwira tinggi (pati) Polri ini tercatat pernah menjabat sebagai Wakapolda Babel (2004), Kapolda Sulteng (2005), dan Kapus Infolahta Div Telematika Polri.
Karier Oegro kemudian makin moncer setelah ia menjabat sebagai Kadiv Propam Polri pada 2009 hingga 2010.
Pada tahun 2010, ia didapuk untuk menjabat sebagai Kapolda Sumatra Utara (Sumut).
Lalu, pada tahun 2011 ia diangkat menjadi Kalemdiklat Polri.
Jenderal asal Pati ini kemudian ditunjuk menjabat sebagai Kabaharkam Polri pada tahun 2012.
Puncak karier Oegro dirasakannya ketika ia menjabat sebagai Wakapolri tahun 2013 hingga 2014.
Divisi Propam Polri
Dikutip dari p2k.stekom.ac.id, Oegroseno dinilai memiliki kemampuan yang brilian.
Sehingga banyak pihak yang menilai ditunjuknnya ia menjadi Kadiv Propam adalah pilihan yang tepat.
Bahkan mantan Kadiv Propam pertama Irjen Pol (Purn) Timbul Silaen menyebut, jabatan yang diemban Oegroseno dapat dijalankan dengan baik.
Secara pribadi Silaen kenal baik dengan Oegro yang dulunya merupakan bawahannya langsung.
Adapun salah satu tugas yang diemban Divisi Propam Mabes Polri yakni untuk mengawasi perilaku personil Polri.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com