Seterusnya, apakah bisa dilaksanakan. Tentu perlu simulasi dan ujicoab sebelum dilaksanakan.
“Ada hape-ku?”
Percakapan yang bahagia, tiba-tiba berubah. Sang Ibu yang tadi mau mengantar anak nya kembali ke sekolah asrama, meninggi nada suaranya. “Mau bawa hape?”
“Tidak!” belum sempat jawab, pertanyaan itu dijawab sendiri, Sang Ibu. Dalam pikiran, ia memasukkan sekolah asrama agar anak nya terbebas dari belenggu ponsel. Belenggu game online, scroll medsos, atau youtube. Ponsel seolah penghilang waktu. Waktu sejam menjadi singkat di hitungan menit.
Beginilah fenomena saat ini. Sekolah asrama menjadi pilihan. Ia menjadi layanan, seolah roh pembebas. Masukkan ke sekolah asrama, ponsel tidak ‘menggerogoti' lagi.
Kelihatan seperti ini, terjadi kemudian. Aturan yang ketat menyebabkan banyak sekolah asrama, membuat larangan. Dilarang membawa hape ke sekolah! Tata tertib ini ditujukan agar murid terbebas dari pengaruh dunia luar. Bisa-bisa malas belajar, karena asyik dengan ponsel.
Tentu perlu diskusi panjang terkait ponsel digunakan di sekolah asrama. Apakah boleh atau tidak boleh, butuh kajian. Apa kelemahan dan apa kekurangannya?
Jika menafakuri hal ini, tentu menarik dengan pembelajaran-pembelajaran yang saat ini gencar dikreasi Sahabat Pembatik Sulsel 2024 di Pinrang (akronim dari pembelajaran berbasis TIK).
Misalnya ia mengatakan, bahwa ia menarik minat menarik peserta didik dengan menggunakan hape. Katanya, kelas yang tadinya garing berubah menjadi kelas kayak suporter sepakbola. “Ribut dan lebih mudah diarahkan muridnya,” akunya.
Cerita Sahabat Pembatik Sulsel, 2024 lain lagi. Ia menyampaikan kreasinya di berbagai praktik-nya bahwa youtube bagus untuk pembelajaran. “Bukankah platform ini, melekat dan sangat dekat dengan dunia murid?”
“Ya, tayangan youtube saya kreasi. Berhenti sejenak dan baru bisa lanjut ketika sudah menjawab soal yang diberikan di tayangan itu.
Tentu menarik cerita dan kreasi Sahabat Pembatik lainnya jika disimak. Ada sejumlah catatan menarik. Apalagi Indeks Pembangunan TIK Indonesia (BPS, 2023) dari skala 0-10 baru mencapai 5,85. Makanya, jika TIK dan ponsel masuk dalam pembelajaran maka ada daya dorong.
Pertanyaan sekarang, apakah layanan ponsel atau layanan TIK, cocok atau tidak cocok? Cocok untuk sekolah reguler, dan tidak cocok untuk sekolah asrama. Pertanyaannya ini, tentu ada jawabannya.
Suka atau tidak suka, sekolah asrama sudah harus memikirkan cara, ponsel digunakan oleh murid. Sekolah asrama sudah harus tampil memikirkan bukan lagi mendidik murid, tapi memikirkan pola pikir murid.
Murid milenial atau Murid Y yang lahir tahun 1981 hingga 1996 adalah murid yang yang sudah tidak ada di ruang-ruang kelas. Generasi yang tumbuh bersama TIK telah menjadi guru di dalam kelas.