Hakim Tersangka Suap

Rekam Jejak Heru Hanindyo, Erintuah dan Mangapul 3 Hakim Tersangka Suap Rp20 M Ronald Tannur

Editor: Ansar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tiga Hakim yang vonis bebas Ronald Tannur. (Tangkap layar (https://ikahi.or.id/anggota)

TRIBUN-TIMUR.COM - Rekam jejak tiga hakim tersangka kasus dugaan suap dalam vonis bebas Gregorius, Ronald Tannur.

Ketiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya tersebut ditangkap dan ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Agung.

Ronald putra eks anggota DPR itu, sempat dibebaskan oleh tiga hakim ini dalam kasus pembunuhan kekasihnya, Dini Sera Afriyanti.

Pengacara pelaku juga ikut ditangkap dalam kasus ini.

Keempat tersangka ditangkap pada Rabu (23/10/2024) siang, di lokasi yang berbeda.

“Karena bukti-bukti yang menurut kita cukup kuat sehingga kami tingkatkan ke tahap penyidikan,” Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatsn, Rabu (23/10/2024).

Baca juga: Tersebar, Uang Disita dari Penangkapan 3 Hakim dan Pengacara Ronald Tannur Tembus Rp20 Miliar

Dalam kasus ini penyidik Kejaksaan Agung menyita sejumlah uang tunai miliaran rupiah, dokumen tebal, serta barang elektronik (handphone).

Sekitar Rp 20 miliar uang itu diduga merupakan uang suap dari pengacara kepada 3 hakim.

Adapun tiga hakim yang ditangkap dalam OTT antara lain Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. 

Dilansir laman web ikahi.or.id, berikut profil ketiga hakim yang ditangkap tersebut :

1. Heru Hanindyo, S.H., S.E., M.H., M.M., L.L.M.

Heru Hanindyo ialah Hakim Tingkat Pertama di PN Surabaya yang lahir di Dompu, 24 Februari 1979.

Heru menempuh pendidikan tinggi tingkat sarjana di Universitas Trisakti, Prodi Akutansi dan melanjutkan tingkat Magister, Prodi Manajemen di Universitas yang sama.

Heru lulus dengan gelar Magister Manajemen pada 2003 dan melanjutkan studinya di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM, Prodi Ilmu Hukum.

Setelah lulus pada 2003, Heru langsung melanjutkan studinya ke tingkat Magister di Universitas Padjajaran, Prodi Ilmu Hukum dan lulus pada 2004.

Kemudian, Heru mengambil studi di Universitas Kyushu, Jepang dengan Prodi Hukum dan lulus pada 2013.

Dia termasuk lulusan luar negeri.

Gelar atau titelnya cukup banyak mulai dari SH hingga LLM.

Dia kini menjabat sebagai Pembina Utama Muda (IV/c) di PN Surabaya.

Dalam pembacaan vonis bebas Ronald Tannur, dia bertugas sebagai Hakim Anggota.

2. Erintuah Damanik, S.H., M.H.

Erintuah Damanik merupakan Hakim Tingkat Pertama di PN Surabaya yang lahir di Pematangsiantar, 24 Juli 1961.

Ia menempuh pendidikan tinggi tingkat Sarjana di Universitas Jember, Program Studi (Prodi) Hukum Keperdataan dan lulus pada 1986.

Kemudian Erintuah melanjutkan pendidikan tinggi tingkat Magister di Universitas Tanjungpuura, Program Studi Ilmu Hukum dan lulus pada 2009.

Kini, Erintuah menjabat sebagai Pembina Utama Madya (IV/d) di PN Surabaya.

Sebelumnya, dirinya bertugas sebagai Hakim Ketua pada pembacaan vonis bebas Ronald Tannur.

3. Mangapul, S.H., M.H.

Mangapul merupakan Hakim Tingkat Pertama di PN Surabaya yang lahir di Labuhanbatu, 23 Juni 1964.

Mangapul menempuh pendidikan tingkat perguruan tinggi Sarjana di Universitas HKBP Nommensen, Medan dan lulus pada 1989.

Kemudian, ia melanjutkan ke tingkat Magister di Universitas Pembangunan Panca Budi, Prodi Hukum dan lulus pada 2016.

Kini Mangapul menjabat sebagai Pembina Utama Madya (IV/d) di PN Surabaya.

Pada pembacaan vonis bebas anak dari mantan anggota DPR RI, Mangapul bertugas sebagai Hakim Anggota.

Penjelasan Jampidsus Kejagung

Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar menuturkan ketiga hakim tersebut ditangkap saat terjaring operasi tangkap tangan (OTT).

 Dalam jumpa pers yang digelar di Kejagung, Jakarta, Qohar menyebut pihaknya melakukan penggeledahan di enam lokasi dan sudah menyita uang sebesar Rp20 miliar.

Dia menyebut tiga hakim yang memvonis bebas Ronald Tannur diduga menerima suap dan gratifikasi dari pengacara bernama Lisa Rahmat.

"Penyidik menemukan adanya indikasi kuat bahwa pembebasan Ronald Tannur tersebut diduga ED, HH, M, dan menerima suap atau gratifikasi dari pengacara LR," ujar Qohar.

Qohar menuturkan pihaknya menyita uang dari rumah dan apartemen Erintuah Damanik, apartemen Heru Hanindyo, apartemen Mangapul, dan rumah serta apartemen Lisa Rahmat.

Berikut rincian uang Rp20 miliar yang disita dari keenam lokasi tersebut: 
 

1. Rumah Lisa Rahmat di Rungkut, Surabaya

- Uang Tunai Rp1.190.000.000
- Uang tunai 451.700 dolar AS
- Uang tunai 717.043 dolar Singapura

2. Apartemen Lisa Rahmat di Menteng, Jakarta Pusat

- Uang tunai Rp2.126.000.000 yang terdiri dari pecahan rupiah dan mata uang asing
- Dokumen bukti penukaran uang
- Catatan pemberian uang dan ponsel

3. Apartemen Erintuah Damanik di Tidar, Surabaya

- Uang tunai Rp97.500.000
- Uang tunai 32.000 dolar Singapura
- Uang tunai 35.992 ringgit Malaysia
- Barang bukti elektronik

4. Rumah Erintuah Damanik di Semarang

- Uang tunai 6.000 dolar AS
- Uang tunai 300 dolar Singapura
- Barang bukti elektronik

5. Apartemen Heru Hanindiyo di Ketintang, Surabaya

- Uang tunai Rp104.000.000
- Uang tunai 2.200 dolar AS
- Uang tunai 9.100 dolar Singapura
- Uang tunai 100.000 yen
- Barang bukti elektronik

6. Apartemen Mangapul di Tidar, Surabaya

- Uang tunai Rp21.400.000
- Uang tunai 2.000 dolar AS
- Uang tunai 32.000 dolar Singapura
- Barang bukti elektronik

Alasan Tak Masuk Akal Hakim Bebaskan Ronald Tannur

Diketahui, penangkapan terhadap tiga hakim PN Surabaya ini berawal dari kejanggalan terkait vonis bebas terhadap Ronald Tannur dalam perkara penganiayaan berujung pembunuhan terhadap kekasihnya, Dini Sera Afrianti yang terjadi pada Oktober 2023 lalu.

Padahal, jaksa menuntut anak anggota DPR dari PKB, Edward Tannur itu agar dihukum 12 tahun penjara.

Adapun tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan jaksa yakni menjerat terdakwa dengan Pasal 338 KUHP atau Pasal 351 ayat 3 atau Pasal 359 KUHP dan Pasal 351 ayat 1.

Namun, dalam vonisnya, hakim menganggap seluruh dakwaan jaksa gugur lantaran selama persidangan dianggap tidak ditemukan bukti yang meyakinkan bahwa Ronald Tannur adalah penyebab tewasnya Dini.

"Sidang telah mempertimbangkan dengan seksama dan tidak menemukan bukti yang meyakinkan terdakwa bersalah seperti yang didakwa," kata hakim dalam sidang vonis pada 24 Juli 2024 lalu di PN Surabaya.

Hakim menyebut Ronald masih melakukan upaya pertolongan terhadap Dini di masa-masa kritis.

Hal itu berdasarkan tindakan terdakwa yang masih membawa korban ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan.

Selain itu, hakim juga menganggap tewasnya Dini bukan akibat penganiayaan yang dilakukan Ronald, tetapi karena dampak dari korban yang mengonsumsi minuman keras (miras) saat berkaraoke di Blackhole KTV Club, Surabaya.

Miras itu, kata hakim, mengakibatkan munculnya penyakit tertentu sehingga korban tewas.

"Kematian Dini bukan karena luka dalam pada hatinya. Tetapi, karena ada penyakit lain disebabkan minum-minuman beralkohol saat karaoke sehingga mengakibatkan meninggalnya Dini," kata Erintuah selaku ketua majelis hakim.

Hakim Dilaporkan ke KY dan MA oleh Keluarga Korban

Buntut vonis yang tidak masuk akal tersebut, keluarga korban pun lantas melaporkan tiga hakim ke Komisi Yudisial (KY) pada 29 Juli 2024 lalu.

Dalam pelaporan ke KY, keluarga Dini yang terdiri dari ayah korban, Ujang dan adik mendiang, Alfika, didampingi oleh kuasa hukum, Dimas Yemahura.

Selain itu, anggota DPR dari Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka turut melakukan pendampingan.

Dhimas menuturkan pihaknya membawa beberapa barang bukti seperti berkas dakwaan hasil visum Dini yang menunjukan korban bukan tewas akibat mengonsumsi alkohol hingga foto kondisi mendiang saat tewas.

"Bukti-bukti pendukung awal yang kami bawa adalah gambar-gambar yang menunjukkan bahwasanya pertimbangan yang digunakan hakim sudah tidak benar."

"Kedua, kami membawa bukti-bukti berupa dakwaan hasil visum yang dikatakan hasil visum itu tidak menerangkan bahwa (Dini) meninggal karena minum alkohol," katanya di Kantor KY, Jakarta.

Dhimas juga mengatakan pihaknya membawa berkas berupa dakwaan yang menunjukan tidak ada niatan dari Ronald Tannur untuk membawa Dini ke rumah sakit usai dianiaya.

Adapun hal tersebut merupakan salah satu pertimbangan hakim untuk membebaskan anak anggota DPR dari Fraksi PKB, Edward Tannur tersebut.

Setelah itu, keluarga korban berlanjut melaporkan tiga hakim itu ke Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA) pada 31 Juli 2024.

Dimas menyebut laporan ini merupakan tindak lanjut dari laporan ke KY pada dua hari sebelumnya.

"Kami tambahkan saat ini, kami melaporkan tiga hakim tersebut ke Badan Pengawasan Agung di Mahkamah Agung, ujar Dimas di Kantor Badan Pengawasan MA, Jakarta Pusat.

Pada saat itu, Dimas menuturkan dalam materi laporannya terkait sifat dan etika hakim dalam proses persidangan.

Dia mencontohkan ketika ada sikap-sikap hakim yang tendensius saat persidangan di mana mereka menghentikan saksi yang sedang memberikan keterangan.

Dimas menuturkan perilaku hakim itu menandakan proses persidangan tidak berjalan dengan adil.

"Bagaimana (perilaku) hakim pada saat bersidang itu menurut kami tidak berjalan dengan fair, tidak berjalan dengan bagaimana peradilan itu berjalan dengan adil, jujur, dan bijaksana," jelasnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com 

Berita Terkini