TRIBUN-TIMUR.COM, LUWU - Cones (46) warga Desa Rante Balla, Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu hanya bisa pasrah, saat 48 pohon cengkih miliknya ditebang secara paksa oleh PT Masmindo Dwi Area, Senin (16/9/2024) sekitar pukul 09.00 Wita.
Insiden penebangan pohon cengkih milik Cones itu diwarnai tangis histeris dari sang istri dan salah satu anak perempuannya.
Momen itu tertangkap kamera dan viral di media sosial.
"We puang la taala. Tae sia raka karma la rua perusahaan susi te (Tuhan, tidak kamu beri karma bagi perusahaan ini)," teriak istri Cones.
Dalam video tersebut, terlihat penebangan pohon milik Cones dikawal ketat Polri dan TNI.
Cones mengaku, proses penebangan dilakukan oleh awak PT Masmindo Dwi Area berlangsung cepat.
Baca juga: LBH Makassar: PT Masmindo Langgar HAM Usai Serobot-Tebang Pohon Cengkih Warga Latimojong Luwu
"Awalnya sempat datang jam 09.00 Wita, di situ baru 2 pohon ditebang. Kemudian datang lagi, sama polisi dan TNI mi, jam 14.00 Wita mulai, tidak sampai satu jam atau kurang dari 60 menit, 48 pohon tumbang," bebernya, Kamis (19/9/2024).
Kata Cones, saat insiden itu, dua gergaji mesin dikerahkan perusahaan untuk menebang pohon miliknya.
"Yang kurang-kurang buahnya, dia lihat, itu mi na tebang. Lebih banyak yang sudah ditebang ketimbang yang tinggal," akunya.
Menurut Cones, pohon cengkih itu sudah dirawat selama 10 tahun.
"Sudah tiga kali kayaknya dipetik buahnya," ujarnya.
Cones Lapor Penebangan ke LBH Makassar
Usai tindakan tidak mengenakkan yang dilakukan perusahaan tambang emas itu, Cones merasa dirugikan tidak tinggal diam.
Dia diwakili putrinya, Ilyushi (22) melaporkan insiden penyerobotan ini kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Makassar.
Lewat sambungan telepon Ilyushi, Cones menjelaskan setiap detail penyerobotan lahan miliknya kepada pengacara pro bono LBH Makassar.
"Sudah diproses laporannya. Tadi bapak ku cerita langsung dengan orang LBH Makassar lewat telepon. Ada beberapa pertanyaan. Soal surat yang ada, berapa pohon cengkih yang ditebang dan berapa orang yang datang," aku Ilyushi saat dimintai keterangan Tribunluwu.com, Rabu (18/9/2024).
Ilyushi mengaku, sekitar tiga hari sebelum insiden itu terjadi, orang tuanya sempat didatangi tim PT Masmindo Dwi Area di rumahnya.
Kata Ilyushi, saat itu, perwakilan PT Masmindo Dwi Area meminta agar bapaknya mau melepas lahan dan rumah dengan harga yang sudah ditentukan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
Dari informasi dihimpun, KJPP memasang nominal Rp70 ribu, untuk per meter tanah beserta tanaman tumbuh milik Cones. Sementara rumah miliknya dibanderol Rp180 juta.
"Bapak ku tolak, karena harga yang ditawarkan tidak sesuai," jelas Ilyushi.
Usai penolakan itu, sambung Ilyushi, tanpa adanya konfirmasi, awak PT Masmindo pun nekat langsung menebang dua pohon cengkih milik Cones.
"Jadi pas datang memang sudah ada polisi sama TNI berseragam lengkap diikutkan Masmindo. Tanpa konfirmasi, langsung menebang dua pohon cengkih bapak ku," bebernya.
Kata Ilyushi, usai melakukan aksi penebangan itu, karyawan PT Masmindo Dwi Area sempat meninggalkan lokasi.
"Kemudian datang kembali. Tapi karena sudah menelepon di saya, minta ka untuk di video semua. Jadi video yang beredar itu memang dari mama sama adek ku yang rekam," jelasnya.
Oleh karenanya, adik Ilyushi sempat didorong oleh aparat pengamanan, lantaran berontak tak terima pohon cengkih bapaknya ditebang paksa.
"Sempat didorong, dicegat pas disenso (dipotong) mi, adek ku ditahan sama Brimob," tandas Ilyushi.
Pasca melakukan penebangan, sambung Ilyushi, pihak PT Masmindo Dwi Area tidak melakukan pembicaraan apapun kepada orang tuanya.
"Tidak ada pembicaraan pas selesai. Bapak ku setelah itu langsung ke Polres Luwu untuk melapor. Kalau mama sama adek pasca kejadian masih tinggal di rumah, tapi ada orang diminta temani," terangnya.
Respon PT Masmindo Dwi Area
Sementara itu, Manager External Relations, Masmindo Dwi Area, Yudhi Purwandi, lewat keterangan persnya menjelaskan, pihaknya kini sedang masif melanjutkan kegiatan prakonstruksi sambil melakukan upaya pembebasan dan pembayaran ganti rugi atas lahan.
Hal itu dilakukan, agar MDA bisa mengejar target rencana first gold di tahun 2026.
Menurut Yudhi, pihaknya kerap kali melakukan mediasi terhadap pemilik lahan namun selalu menemui kendala terkait permintaan harga tinggi.
"Pada akhirnya MDA mengambil langkah strategis dengan menitipkan dana di Bank Mandiri KCP Belopa yang dikhususkan untuk pembayaran ganti rugi terhadap seluruh tanam tumbuh dan/atau lahan yang belum dibebaskan yang telah dihitung berdasarkan riset penilaian Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) atas nilai ganti rugi tanam tumbuh," bebernya.
Cara itu diambil, sambung Yudhi, agar membuktikan ketersediaan dana dan kesanggupan MDA dalam melakukan pembebasan lahan dari para pemilik maupun penggarap.
"Para pemilik ataupun penggarap lahan yang ingin segera menerima pembayaran ganti rugi dapat menempuh prosesnya dengan cepat. Sementara proses itu berjalan, MDA akan terus menjalankan kegiatan operasional di lahan-lahan yang termasuk di dalam wilayah kontrak karya MDA," tutupnya. (*)
Laporan Jurnalis Tribun Timur Muh Sauki Maulana