Menurut koordinator aksi Taufiq, UU Cipta Kerja telah banyak merugikan rakyat dan mendegradasi hak-hak pekerja.
Mereka menyoroti bahwa banyak pasal dan peraturan pemerintah (PP) turunan dari UU ini yang justru melegalkan praktik-praktik yang merugikan buruh.
Hal ini membuat mereka terpuruk dan semakin jauh dari kesejahteraan.
"Sejak disahkannya UU ini, kami telah menyaksikan bagaimana hak-hak buruh terus diabaikan. Pemerintah seolah tidak menjalankan amanah UUD 1945, terutama pasal 27 ayat 2 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak," tegasnya.
Berikut pernyataan sikap pengunjuk rasa terkait penolakan UU Omnibus Law
UU Omnibus Law atau a Cipta Kerja yang telah disahkan pada tanggal 05 Oktober 2020, merupakan bentuk atau upaya pemerintah dalam melakukan penjajahan modern terhadap rakyatnya.
Sejak ditetapkannya UU ini sudah sangat banyak merugikan rakyat terutama kaum buruh.
Di mana UU ini telah mendegradasi hak-hak buruh/pekerja.
Banyaknya pasal-pasal dan juga dd turunan yang melegalkan penerapan UU Cipta Kerja yang membuat buruh pekerja saat ini berada dalam keterpurukan dan semakin Jauh dari kata sejahtera.
UU Cipta Kerja beserta PP turunannya kini mencerminkan bahwa pemerintah saat ini tidak lagi menjalankan Amanah UUD 1945 sebagaimana yang termaktub pada pasal 27 Ayat N UUD 1945.
Yaitu 'Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak'.
Lalu pertanyaannya, seperti apakah kehidupan yang layak?
Untuk memperoleh kehidupan yang layak maka harus di barengi dengan perolehan upah yang layak pula.
Namun, sejak 2 tahun terakhir ini upah buruh hanya mengalami kenaikan di bawah kenaikan inflasi.
Dengan adanya PP 51 Tahun 2023 yang kemudian melegalkan PP 36 yang telah direvisi berdampak pada perhitungan kenaikan upah yang sangat merugikan buruh bahkan jauh dari kata layak.