Menurutnya, hal tersebut memang tidak mudah karena pelemahan nilai tukar ini terjadi akibat kondisi eksternal yang di luar kendali Indonesia.
“Namun, per hari ini kata dia pelemahan rupiah menjadi mata uang terdalam nomor tiga di ASEAN secara year-to-date,” katanya.
Suhardi menambahkan, kondisi ini harus diwaspadai dan segera dikoreksi bila kita tidak ingin ekspor dan FDI (penanaman modal asing) semakin tergerus.
Sebab, kedua aktivitas tersebut menciptakan kontribusi yang signifikan terhadap penciptaan stabilitas makro ekonomi, industrialisasi, penciptaan lapangan kerja dan pertimbuhan ekonomi yang lebih tinggi di Indonesia secara keseluruhan.
“Jika kinerja serta daya saing ekspor dan FDI tidak dijaga, maka pertumbuhan ekonomi RI akan makin melemah. Pada akhirnya, kesejahteraan masyarakat jadi terpukul,” tambah Suhardi.
Pemerintah Harus Intervensi
Pada kesempatan yang sama, Ketua Apindo Makassar Muammar Muhayyang meminta pemerintah lebih kencang melakukan intervensi untuk membendung pelmahan rupiah.
Menurut Muammar, kondisi pelamahan rupiah ini sangat meresahkan para pengusaha.
“Kami terus memantau pergerakan dari kurs dollar ini. Ini sangat mengakhawatirkan juga,” kata Muammar, Selasa (18/6).
“Kita berharap pemerintah melakukan intervensi yang cukup dalam atau lebih kencang menahan dollar ini agar tidak naik dan seperti ini,” sambungnya.
Muammar mengatakan, jika kondisi ini terus dibiarkan, akan menganggu proses produksi, dan pembelian material yang memang membutuhkan barang-barang impor.
Kendati demikian, ia menilai pelemahan rupiah ini belum bisa dikatakan akan menyebabkan gelombang pemutusan hubungan Kerja (PHK).
Pasalnya, masih banyak langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk meredam pelemahan rupiah.
“Kalau dilihat menyebabkan gelombang PHK, belum bisa dikatakan akan terjadi karena masih ada beberapa langkah, termasuk bahan baku yang tersimpan di pabrik-pabrik,” tambah Muammar.