Menanggapi berita yang beredar bahwa haji bisa dilakukan dengan visa petugas haji padahal petugas haji telah selesai dibentuk, Arsad mengingatkan agar masyarakat jeli.
“Setelah kami cek, ternyata yang dimaksud bukan visa petugas haji tetapi pekerja musiman atau bisa ‘ummal’ karena vendor di Arab Saudi butuh tenaga dari asing, seperti juru masak dan sopir. Tetapi visa tersebut sebenarnya tidak bisa dipakai untuk haji,” jelas Arsad Hidayat.
Menurutnya, pemerintah Arab Saudi menerapkan kebijakan visa haji yang sangat ketat untuk mengantisipasi kejadian tahun lalu.
“Ada satu tagline ‘Al-wathanu bila mukhalith yang ditetapkan pemerintah Arab Saudi, yaitu ‘Negara tanpa ada pelanggaran’ dan Laa Hajja Illah Bittasrih tidak ada haji kecuali bagi pemegang resmi visa haji,” kata Arsad Hidayat.
Vendor atau perusahaan yang menangani jamaah Haji Indonesia selama sepekan puncak pelaksanaan Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina atau Armuzna juga sudah mengantisipasi kejadian yang dialami jamaah Haji Indonesia tahun lalu di Armuzna.
Di mana pada tahun lalu, ratusan jamaah terlambat dijemput di Armuzna. Pihak vendor mengatakan keterlambatan penjemputan itu karena kemacetan yang sangat luar biasa. Dan penyebab kemacetan itu adalah banyaknya jamaah Haji ilegal di Armuzna.
Pelayanan di Armuzna itu bukan wilayah kementerian agama tapi vendor atau Syarikah Mashariq.(*)