Sementara itu, untuk PKS, Ginting menyebut Prabowo masih perlu melakukan lobi-lobi politik terhadap partai tersebut agar mau juga ikut bergabung.
Sebab, PKS memiliki nilai tawar cukup tinggi dibanding NasDem dan PKB.
Salah satunya yakni PKS adalah partai yang berkuasa di Jakarta sehingga memiliki peluang besar juga untuk memenangkan pertarungan Pilkada Jakarta yang akan digelar 27 November 2024 mendatang.
"Sebagai Presiden, Prabowo tentu berkepentingan untuk menentukan siapa yang akan jadi Gubernur Jakarta karena Jakarta masih prestise, masih menjadi trendsetter di Indonesia."
"Jadi Prabowo berkepentingan terhadap PKS karena punya kekuatan di Jakarta dan kemungkinan PKS bisa bersama Gerindra untuk mencalonkan figur di Pilkada Jakarta," paparnya.\
Selain itu, jika PKS masuk ke pemerintahan Prabowo juga akan melengkapi keberadaan partai Islam dengan basis pemilihnya masing-masing.
"Misalnya partai Islam modernis itu diwakili oleh PAN yang sudah bergabung sejak pilpres."
"Kemudian juga nanti ada PKB mewakili Islam kultural atau tradisional."
"Nah lalu PKS kemungkinan juga bisa ini mewakili identitas Islam yang lain yaitu Islam gerakan atau tarbiyah yang mengacu kepada aktivis kampus," ujar Ginting.
Kemungkinan bergabungnya PKS salah satu faktornya karena adanya pengalaman panjang antara PKS dan Gerindra dalam berkoalisi.
Pengalaman itu yakni dua kali dalam Pilpres yakni di 2014 dan 2019 serta di Pilkada Jakarta 2017 di mana koalisi ini mengantarkan Anies Baswedan-Sandiaga Uno menjadi pemenang.
Hanya saja, Ginting merasa Prabowo perlu upaya ekstra untuk melobi PKS agar mau bergabung, karena di koalisinya saat ini ada Partai Gelora yang merupakan pecahan dari PKS.
"Tetapi jika melihat suara Gelora yang ga signifikan di pemilu kemarin, lebih baik Prabowo merangkul PKS ketimbang Gelora."
"Walaupun peluangnya (bergabung) masih 50:50 tapi kecenderungannya lebih besar gabung karena PKS punya modal politik yang besar," kata Ginting.
Rekam jejak Prabowo di Pilpres