TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Sosiolog Universitas Negeri Makassar (UNM) Sophian Tamrin menyebut, kasus begal payudara belakangan ini di Makassar, Sulawesi Selatan merupakan kekerasan seksual varian baru di ruang publik.
Fenomena itu kata Sophian, menunjukkan fakta bahwa ruang publik juga tidak ramah untuk semua kalangan, khususnya kelompok perempuan.
Melihat kecenderungan bahwa perempuan seringkali jadi korban, lanjut Sophian, maka bisa diasumsikan watak patriarkis masih mengakar kuat dalam struktur mental masyarakat kita.
"Dalam corak kultur demikian, perempuan masih dipahami sebagai objek, termasuk objek seksual. Namun, dalam kasus yang seperti ini perlu juga dilihat kait-kelindannya dengan aspek lain," kata Sophian kepada tribun, Rabu (6/3/2024) sore.
Ia menganalogikan masifnya stimulasi layar bernuansa sensual bisa menjadi satu bagian memantik motivasi perilaku.
"Tentu juga kita bisa melihat fenomena semacam ini sebagai tindakan situasional namun cara pandang demikian tidak menggambarkan akar sosial budaya yang mengendap pada pelaku dan kebanyakan masyarakat kita," terang Sophian.
Baca juga: VIRAL LOKAL: Detik-detik Video Begal Payudara di Jl Talasalapang Makassar
"Termasuk penggunaan istilah 'begal payudara' menunjukkan secara vulgar bahasa yang cenderung berwatak patriarkis, di mana penulisnya mungkin tidak memiliki beban menulis atau menuturkannya," sambungnya.
Kembali pada mode kulturalnya, kata Sophian, perempuan hanya dianggap sebatas benda (objek) dan penulisnya sebagai subjek.
"Ini jatuh-jatuhnya menjadi kekerasan terhadap perempuan dalam bentuk lain," jelas Sophian.
Untuk itu, Sophian pun berharap pemangku kebijakan khususnya pihak berwenang dapat mengambil langkah cepat agar fenomena itu tidak meluas.
"Langkahnya ada yang teknis dan ada program jangka panjang. Yang teknis adalah menindaki kasus secara tegas dengan hukuman signifikan sembari meningkatkan kontrol sosial dari berbagai pihak terutama lembaga yang berwenang," pinta Dosen Sosiologi UNM ini.
Lanjut dia, masyarakat mesti menjadi bagian aktif untuk melakukan fungsi kontrolnya.
Tidak hanya itu, Sophian juga mendorong pemerintah untuk memasifkan pengawasan di ruang publik.
"Memastikan semua ruang publik bisa terawasi secara langsung maupun berbasis sistem digital," jelasnya.
Untuk program jangka panjang, lanjut Sophian, perlu menguatkan aspek pendidikan formal dan non formal yang berbasis gender.