*Geleng-geleng Kepala Disebut Terima Gratifikasi Rp 10 Miliar
TRIBUN-TIMUR.COM, JAKARTA - Mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak), Rafael Alun Trisambodo divonis 14 tahun penjara dalam kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Vonis terhadap Rafael Alun ini dibacakan dalam persidangan Senin (8/1) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rafael Alun Trisambodo oleh karena itu selama 14 tahun," ujar Hakim Ketua, Suparman Nyompa dalam persidangan.
Tak hanya hukuman penjara, Rafael Alun juga divonis hukuman denda Rp 500 juta subsidair 3 bulan penjara.
Kemudian dia juga dihukum untuk membayar uang pengganti Rp10,79 miliar.
Uang pengganti tersebut harus dibayar paling lambat satu bulan setelah perkara inkrah atau berkekuatan hukum tetap. "Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, maka dipidana penjara selama 3 tahun," katanya.
Berdasarkan pantauan, Rafael Alun sudah duduk di kursi terdakwa sejak pukul 12.30 WIB. Dalam persidangan terakhir untuk kasus ini, dia tampak hadir mengenakan kemeja putih dan celana hitam.
Sidang dimulai sekitar pukul 12.40 WIB dan berakhir sekitar pukul 14.15 WIB.
Begitu semua pihak hadir, Majelis Hakim langsung membuka persidangan.
"Ya kita langsung bacakan putusannya saja ya," ujar Hakim Ketua, Suparman Nyompa.
Saat Hakim Ketua, Suparman Nyompa hendak membacakan vonis Rafael diperintahkan untuk berdiri selama kurang lebih 18 menit.
Perintah majelis hakim kepada terdakwa untuk berdiri sebenarnya lazim saat pembacaan amar putusan.
Biasanya hanya 2 menit terdakwa berdiri.
Saat terdakwa Rafael Alun divonis menjadi lama karena Hakim juga membacakan nasib aset-aset Alun yang disita oleh Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK).
Selama pembacaan vonis oleh majelis hakim pengadilan tipikor, Rafael Alun terlihat menunduk dan sesekali memperhatikan pembacaan pertimbangan oleh majelis hakim.
Rafel terlihat menggelengkan kepala saat hakim membacakan terkait penerimaan gratifikasi Rp10 miliar.
Hakim menyatakan Rafael terbukti menerima gratifikasi melalui PT ARME, yang merupakan perusahaan konsultan pajak.
"PT ARME secara nyata dikendalikan oleh terdakwa, pada waktu yang bersamaan terdakwa menjabat sebagai aparatur pajak pada Kanwil DJP Jakarta melakukan pekerjaan di luar kedinasan, memberikan konsultasi pajak dan pendampingan kepada wajib pajak kedudukan dan jabatan yang melekat pada diri terdakwa tersebut dinilai ada hubungannya, ada korelasi wajib pajak yang menjadi klien PT ARME itu dapat disimpulkan uang marketing fee yang diterima terdakwa termasuk kategori gratifikasi," kata hakim.
Majelis Hakim juga mengungkapkan bahwa kasus penganiayaan berat terencana Mario Dandy menjadi pemantik munculnya kasus korupsi mantan pejabat pajak, Rafael Alun Trisambodo.
Kasus Mario Dandy yang merupakan anak Rafael Alun, pada Februari tahun lalu diakui Hakim menimbulkan kecaman keras dari masyarakat.
Selain korban, David Ozora yang terluka parah, gaya hidup keluarga Mario Dandy saat itu turut menjadi sorotan.
"Selain korban babak belur dan tidak sadarkan diri lebih dari seminggu akibat dihajar anak terdakwa, juga terdakwa dinilai oleh masyarakay bergaya hidup mewah: menggunakan kendaraan sepeda motor gede dan Mobil Rubicon," ujar Hakim Anggota, Panji Surono.
Dengan disorotnya gaya hidup keluarga Mario, di mana ayahnya, Rafael Alun merupakan pejabat pada Ditjen Pajak Kemenkeu, KPK pun melayangkan panggilan.
Panggilan itu dimaksudkan untuk mengklarifikasi harta benda Rafael Alun sebagai aparatur negara.
"Setelah itu berlanjut pada proses hukum yang menjadikan Rafael ditetapkan tersangka. Selanjutnya terdakwa diajukan ke persidangan," ujar Hakim.
Seusai divonis Rafael Alun menggunakan masa pikir-pikir selama 7 hari sejak putusan dibacakan.
"Saya pikir-pikir dulu," ujar Alun di persidangan.
Kemudian dari tim jaksa penuntut umum KPK, juga memberikan respon yang sama atas vonis tersebut. Saat ditanyakan Majelis Hakim, jaksa penuntut umum masih belum menentukan upaya hukum lanjutan.
"Iya Yang Mulia, kami juga menyatakan pikir-pikir," kata jaksa.
Terpisah, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak(DJP) Kementerian Keuangan RI, Dwi Astuti menghargai segala keputusan yang ditetapkan oleh aparat penegak hukum dalam hal ini majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi Jakarta.
"Baru saja ada berita Rafael Alun sudah divonis, kalau dari kami tanggapan DJP sangat menghargai proses hukum yang berlangsung," ucap Dwi.
Ia melanjutkan, keputusan di Pengadilan tentunya telah berdasarkan bukti dan data yang diperoleh. Dwi pun mengungkapkan, kasus Rafael Alun akan menjadi pembelajaran bagi Direktorat Jenderal Pajak agar terhindar dari praktik-praktik kotor yang merugikan negara.
Jajaran DJP senantiasa akan memperkuat integritas sesuai dengan aturan maupun kode etik yang berlaku. "Jadi apapun keputusan, ya memang didasarkan data dan bukti yang ada. Jadi saya sampaikan kami sangat menghargai proses hukum yang berlangsung," papar Dwi.
"Ke depannya Direktorat Pajak akan menjaga nilai-nilai Kementerian Keuangan, kode etik Direktorat Jenderal Pajak, dan kita tetap konsisten menjaga integritas serta tak pandang bulu bagi yang melanggar akan diproses dengan ketentuan," pungkasnya.(Tribun Network/aci/ism/wly)