TRIBUN-TIMUR.COM - Elektabilitas Anies Baswedan - Muhaiman Iskandar atau AMIN melonjak kala Prabowo Subianto memilih berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka, lalu bagaimana Ganjar - Mahfud MD?
Pada tahapan Pilpres 2024 yang saat ini sudah berlangsung sudah mengerucut 3 pasangan yakni Anies-Muhaimin atau AMIN dan Ganjar-Mahfud yang sudah mendaftar di KPU RI.
Lalu yang terbaru pasangan Prabowo-Gibran yang baru saja dipastikan akan melenggang ke gelanggang Pilpres 2024 tapi baru akan mendaftar pada, Rabu (25/10/2023).
Setelah adanya pasangan Capres-Cawapres ini untuk Pilpres 2024 maka mulailah muncul berbagai survei terbaru dengan berbagai kecenderungan temuannya.
Yang terbaru misalnya lembaga survei internasional asal Prancis Ipsos Public Affair merilis temuan mereka terkait elektabilitas 3 pasang Capres-Cawapres ini.
Baca juga: Prabowo-Gibran Resmi Berpasangan, Rocky Gerung : Demokrasi Dikubur Sempurna Oleh Presiden Jokowi
Secara mengejutkan survei Ipsos menunjukan adanya peningkatan bahkan cenderung melonjak pada elektabilitas pasangan AMIN, dibandingkan 2 pasang lainnya Ganjar-Mahfud dan Prabowo-Gibran.
Survei Ipsos ini dilakukan pada 17-19 Oktober 2023.
Atau seusai keputusan Mahkamah Konstutusi (MK) soal batas usia capres-cawapres.
Pada putaran pertama, pasangan AMIN berhasil meraih dukungan sebesar 28,91 persen dari pemilih.
Meskipun meraih angka yang cukup signifikan, elektabilitas pasangan AMIN ini masih tertinggal tipis dari pasangan Prabowo-Gibran yang berhasil mencapai dukungan sebesar 31,32 persen.
Sama halnya dengan pasangan Ganjar-Mahfud yang mendapat dukungan sebesar 31,98 persen.
Dalam melihat hasil ini, terlihat bahwa elektabilitas pasangan AMIN hanya terpaut sekitar 2-3 persen dengan pasangan-pasangan lainnya.
Meskipun masih dalam batas yang relatif dekat, perbedaan ini bisa menjadi kunci strategis bagi pasangan AMIN untuk memperbaiki posisi dan mencapai dukungan yang lebih tinggi pada putaran berikutnya.
"Simulasi pertama hasilnya, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (28,91 persen), Ganjar Pranowo–Mahfud MD (31,98 persen) sedangkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (31,32 persen)," kata pengamat politik dan peneliti senior Ipsos Public Affairs Arif Nurul Imam, Sabtu (21/10/2023).
Elektabilitas AMIN pun stabil, meskipun Prabowo berpasangan dengan sosok lain.
"Sedangkan ketika Prabowo Subianto dipasangkan dengan Erick Thohir, raihan suara Prabowo Subianto – Erick Thohir adalah 37,53 persen dibandingkan dengan Ganjar Pranowo-Mahfud MD (31,73 persen) dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (28,91 persen)," ucapnya.
Melihat Survei Ipsos sebelumnya, angka elektabilitas Anies menunjukan kenaikan setelah menggandeng Cak Imin.
Survei Ipsos sebelumnya yang dirilis Rabu (6/9/2023), berdasarkan simulasi tiga nama Capres, elektabilitas Ganjar Pranowo unggul dengan angka 40,12 persen, Prabowo Subianto 37,21 persen, dan Anies Baswedan 22,67 persen.
Survei tersebut dilakukan pada 22-27 Agustus 2023 di 24 Provinsi di Indonesia. Responden survei sebanyak 1.200.
Survei dilakukan dengan wawancara tatap muka dengan aplikasi Ipsos Ifield yang merupakan system computer-asissted personal interviews (CAPI) yang merupakan standar global Ipsos dalam melakukan interview tatap muka.
Metode survei multistage random sampling. Margin of eror survei plus minus 2,83 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Dalam simulasi head to head di putaran kedua, pasangan Ganjar-Mahfud unggul cukup telak melawan Prabowo-Gibran.
“Ganjar Pranowo-Mahfud MD 48,72 persen dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka 41,67 persen,” ucap Arif Nurul Imam.
Sebelumnya, pengamat politik sekaligus dosen Ilmu Politic & International Studies Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menyebut ada risiko besar jika Prabowo Subianto memilih Gibran Rakabuming Raka menjadi pendampingnya di Pilpres 2024.
Pilihan itu akan membawa Prabowo ke "ladang pembantaian" dan dengan akan mudah dihabisi oleh lawan-lawan politiknya.
Menurutnya, pilihan itu akan membuat lawan politik Prabowo memilik segudang amunisi untuk menyerang pasangan yang diusung Koalisi Indonesia Maju itu.
Hingga saat ini Prabowo memang belum menentukan siapa yang akan menjadi bakal calon wakil presiden di kontestasi Pilpres tahun depan.
Namun dalam beberapa hari terakhir santer disebut Gibran akan mendampingi Prabowo melalui jalur Golkar.
Seperti diketahui, saat ini Gibran masih tercatat sebagai kader PDI Perjuangan.
"Menurut saya, ada banyak risiko jika Gibran berpasangan dengan Prabowo," ujarnya.
"Mulai dari serangan politik dinasti, tudingan penyalahgunaan kekuasaan untuk mengatur independensi kehakiman, masih terbukanya celah kontroversi mekanisme legal-formal atas implementasi putusan Mahkamah Konstitusi," imbuhnya.
"Belum lagai semakin membuncahnya kebencian PDIP terhadap keluarga Jokowi, yang membuka ruang bersatunya kekuatan PDIP dengan Koalisi Perubahan di putaran kedua Pilpres 2024 mendatang," lanjut Umam, Sabtu (21/10/2023) dilansir dari Tribunnews.
Umam mengatakan jika Prabowo memaksakan diri memilih Gibran dan tidak berani menjelaskan kepada Jokowi untuk mengambil nama Cawapres alternatif yang lain, sama saja Prabowo berpeluang terjebak dalam medan "killing ground".
"Dia akan menjadi sasaran tembak yang akan mudah terbantai di tangan para kompetitor, rival politik, dan juga kekuatan civil society yang tegas menolak praktik nepotisme dan politik dinasti," kata Umam.
Umam menyarankan Prabowo juga mempertimbangkan variabel NU dalam memilih cawapresnya.
"Jika akhirnya Prabowo-Gibran berlayar, meskipun Ketum PBNU Gus Yahya pernah menyatakan pihaknya 'tidak akan jauh-jauh dari Jokowi' terkait Pilpres, namun besar kemungkinan mereka akan kesulitan dan kerepotan betul dalam menjelaskan kepada para kiai, jaringan santri dan basis-basis pesantren untuk memilih pasangan Capres-Cawapres Prabowo-Gibran.
Pasalnya pasangan ini sama sekali tidak merepresentasikan kaitan langsung dengan entitas kultural maupun struktural NU," kata dia.
Ia beranggapan jika Prabowo-Gibran dipaksakan maka Prabowo akan kehilangan basis dan kekuatan pemenangan di Jawa Timur yang dipercaya sebagai penentu kemenangan Pilpres.
Diketahui, Prabowo memiliki basis kuat di Jawa Barat dan Banten, dan untuk tampil lebih kompetitif, Umam menilai Prabowo sebaiknya memilih Cawapres yang memiliki basis kekuatan teritorial di Jawa Timur.
"Dalam konteks ini, alternatif nama yang perlu dipertimbangkan adalah Erick Tohir dan Khofifah Indar Parawansa," katanya.
Namun, Umam memahami Erick dianggap sebagai kader naturalisasi NU dan karena itulah proses realisasi dukungan Nahdliyyin-nya juga agak dipertanyakan.
"Karena itu, alternatif pilihan Cawapres bagi Prabowo untuk mendapatkan kekuatan optimalnya salah satunya di Khofifah," ujarnya.
"Apalagi jika nama Khofifah didukung penuh oleh Partai Demokrat dan Partai Golkar yang kian mencoba realistis untuk tidak mengajukan Airlangga," imbuhnya.
"Jika itu dilakukan, Prabowo bisa lepas dari jebakan permainan politik dan tampil lebih kompetitif saat bertarung melawan Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin," pungkasnya.
Rocky Gerung 'Serang' Jokowi
Secara resmi bakal Capres Prabowo Subianto menggandeng Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres pada Pilpres 2024 yang membuat Rocky Gerung geram dan menyoroti sikap Presiden Jokowi.
Bagi Rocky Gerung dengan sahnya Gibran maju di Pilpres 2024 sebagai Cawapres pendamping Prabowo memperlihatkan jika Jokowi sudah mengubur demokrasi yang sudah terbangun di Indonesia.
Sebelumnya, bakal Capres Prabowo Subianto mengumumkan nama Gibran sebagai cawapres di kediamannya, Jl Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (22/10/2023) malam.
Pengumuman nama Gibran sebagai cawapres ini dihadiri para ketua umum partai pengusung Prabowo-Gibran.
Beberapa jam sebelum pengumuman pasangan Prabowo-Gibran, talkshow di channel youtube Indonesia Lawyers Club (ILC) diupload dan menghadirkan Rocky Gerung tampil sebagai salah satu narasumber.
Acara yang dipandu jurnalis senior Karni Ilyas itu mengangkat tema MK buka 'Jalan Tol' untuk Dinasti.
Rocky Gerung memulai analisanya dengan menyebut moral publik tengah diadu dengan kegelapan moral politik hari ini.
"Jadi semua yang kita bicara Malam ini adalah bukan dalam upaya untuk menganalisa apa namanya current issues tapi untuk menguji apakah moral publik masih bisa bercahaya di tengah-tengah kegelapan politik hari ini itu intinyakan," tutur Rocky Gerung.
Selanjutnya Rocky Gerung menegaskan bahwa apa yang dipertontonkan pada dinamikan politik yang membuka peluang Gibran maju pada Pilpres 2024 sebagai pendamping Prabowo telah merusak tatanan demokrasi.
Bahkan secara terang-terangan Rocky Gerung menegaskan kerusakan ini disebabkan oleh sikap Presiden Jokowi.
"Jadi sekali lagi upaya kita untuk menghidupkan kembali demokrasi kemarin dikubur secara sempurna oleh Presiden Jokowi,"
"Mahkamah konstitusi itu jadi kuburan Demokrasi apa kita Sesali?,"
Baginya kondisi sudah terjadi dan sudah dalam kondisi pembusukan.
"Jangan kita sesali karena itu memang mesti terjadi itu pembusukan musti terjadi supaya ada yang tumbuh baru, pohon raksasa mesti tumbang supaya dari akarnya masuk lagi sinar matahari dan dia tumbuh itu aja Jadi tangkaplah ini sebagai satu pesan sejarah yang tiba-tiba datang lebih cepat dari yang kita harapkan,"
"Dan kita bergembira karena keadaan hari ini kita mesti membayangkan suatu perubahan politik bahkan di luar sistem elektoral itu mesti kita bayangkan dalam 2-3 hari ini,"
"Saya gembira bahwa yang saya prediksi dari dulu yaitu pembusukan makin lama makin benar itu yang saya prediksi dari dulu bahwa saling amputasi di kalangan elit kalau akan terjadi itu jadi Apakah saya menyesal tidak justru saya inginkan supaya pembusukan itu dipercepat,"
"Silahkan Pak Jokowi pulang dan temui keluargamu lalu kita berhadapan dengan dimensi moral apakah Pak Jokowi mampu menatap mata Ibu Mega dengan jernih,"
"Apakah Pak Jokowi mampu menatap mata Pak Prabowo dengan jujur mungkin ada dua mata yang enggak bisa lagi ditatap Pak Prabowo pak Jokowi karena lagi sakit tuh pak Luhud yang diandalkan Jadi sebetulnya soal-soal semacam ini mestinya kita hidupkan harapan bahwa hanya dengan evaluasi moral kita bisa kembali Bangsa ini pada peradaban," terangnya.(*)