TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Wakil Ketua DPRD Sulsel Fraksi PKS Muzayyin Arif mendukung Pj Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin fokus membayar utang di APBD 2024 mendatang.
Hal itu disampaikan Muzayyin Arif menanggapi pernyataan Bahtiar Baharuddin tentang utang Pemprov Suslel senilai Rp1,5 triliun.
Bahkan kondisi keuangan Pemprov Sulsel dinilai bangkrut.
Muzayyin Arif mengatakan, utang senilai Rp1,5 triliun itu memang benar.
"Kenyataannya memang demikian, dan ini bukan subjektivitas personal, ini hasil pemeriksaan BPK bulan Mei lalu, bahwa utang Pemprov Sulsel itu mencapai persisnya Rp1.456 miliar," kata Muzayyin Arif kepada wartawan Jumat (13/10/2023).
Muzayyin mengajar seluruh pihak untuk bersama-sama memulihkan kembali kondisi keuangan Pemprov Sulsel.
"Saya kira realitas ini mesti kita terima secara positif, tidak mesti kita mencari pembenaran, kita harus mengakui ada kelemahan kita khususnya pada sisi perencanaan anggaran," kata Muzayyin.
Muzayyin memberi dukungan kepada Pj Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin fokus membayar utang di APBD 2024 mendatang.
"Sekarang kita benahi, dan masih sangat mungkin keadaan ini kita perbaiki, hanya perlu saling menghargai dan mempercayai," kata Muzayyin.
"Saya mengajak seluruh stakeholder pemerintahan sulsel, mari dukung pak Pj Gubernur melakukan pembenahan, insyaAllah keadaan ini akan lebih baik," sambung Muzayyin.
Politisi berlatar pengusaha itu menawarkan sejumlah solusi.
"Seperti review APBD 2024, merasionalkan asumsi pendapat, keluarkan rencana belanja yang yang tidak ada anggarannya, dan prioritaskan membayar utang," kata Muzayyin.
Pj Gubernur Bahtiar Sebut Sulsel Bangkrut
Penjabat atau Pj Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin mengungkapkan kondisi keuangan Pemprov Sulsel defisit Rp1,5 triliun sepeninggal Andi Sudirman Sulaiman.
Menurutnya, kondisi tersebut menunjukkan Pemprov Sulsel bangkrut.
Ia menganalogikan mengambil alih kemudi kapal yang sudah tenggelam.
Hal itu ditegaskan Bahtiar Baharuddin dalam forum rapat paripurna pengantar nota keuangan bersama DPRD Sulsel, Rabu (11/10/2023) siang.
"Hari ini saya harus terbuka ke semua yang terhormat semua pimpinan dan anggota DPRD. Kita defisit Rp1,5 triliun, Sulsel ini bangkrut. Saya ini pemimpin nahkoda, kapal Sulsel sudah tenggelam," ujar Bahtiar di hadapan anggota dewan.
Diketahui, Bahtiar Baharuddin memimpin Pemprov Sulsel sejak 5 September 2023 lalu.
Ia menggantikan Andi Sudirman Sulaiman yang berakhir masa jabatannya, 4 September 2023 lalu.
Kini Bahtiar mengajukan dua solusi atas kondisi keuangan Sulsel yang defisit itu.
Apakah siap-siap untuk tenggelam atau ambil upaya penyelamatan.
Sebagai putra Bugis, Bahtiar menyatakan siap menghadapi masalah definisit keuangan Sulsel itu.
"Sebagai orang Bugis Makassar ketika saya mengambil tanggungjawab saya tidak akan lari dari tanggungjawab maka saya akan ambil upaya penyelamatan," kata Bahtiar.
Lebih lanjut, Pj Gubernur kelahiran Kabupaten Bone ini menjelaskan, defisit terjadi akibat perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang keliru selama bertahun-tahun.
Sentilan itu disinyalir dilayangkan kepada Andi Sudirman Sulaiman.
Di mana, perencanaan program tidak disesuaikan dengan porsi anggaran yang tersedia.
Berarti, kata Bahtiar, perencanaan keliru bertahun-tahun.
"Program lama itu perencanaan di langit, uangnya tidak ada. Jadi defisit itu artinya tidak sesuai apa yang diomongin," ungkapnya.
"Misalnya tulis APBD 10,1 (triliun) yah defisit 1,5. Artinya aslinya uangmu hanya 8,5 kan itu berarti 1,5 tidak ada duitnya," tambah Bahtiar Baharuddin.
Penyebab anggaran Pemprov Sulsel tidak ada lantaran yang dilklaim termasuk Dana Bagi Hasil (DBH) untuk kabupaten/kota.
Selanjutnya defisit juga disebabkan utang DBH yang menumpuk berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Kenapa tidak ada duitnya? Satu, uangnya orang (daerah) yang kau (provinsi) klaim jadi duitmu, Rp850 miliar DBH kabupaten/kota, kan begitu. Kemudian ada utang dari tahun lalu sudah audit BPK, ini harus diluruskan," tuturnya.
Dia kemudian mencontohkan, dalam APBD dituliskan misalnya ada pendapatan Rp500 milir.
Kemudian Organisasi Perangkat Daerah (OPD) membuat program yang bersumber dari dana itu, ternyata anggarannya bukan milik Pemprov Sulsel.
Tetapi harus disalurkan ke kabupaten dan kota karena merupakan dana bagi hasil.
Sehingga, lanjut Bahtiar, defisit tersebut dominan disebabkan DBH yang Rp850 miliar harus dibayarkan ke kabupaten/kota.
Sisanya merupakan temuan BPK tahun lalu soal DBH yang belum dibayarkan sampai saat ini.
"DBH merupakan hak untuk kabupaten kota, yang porsi terbesarnya di situ. Maka caranya menyelamatkan kabupaten ini, hentikan semua program. OPD Pemprov Sulsel tidak usah belanja lagi, kenapa kita mau belanja (sementara) masih ada hutang," katanya.
Dia pun menganalogikan APBD tersebut seperti halnya mengelola keuangan rumah tangga.
"Ini uang 10 kita belanja lah tidak lebih 10, paling tidak kita ada saving. Kalau uang ta 10 tetapi belanja 15 itulah dimaksudnya kekurangan 5 berarti. Itulah yang dilakukan selama ini, numpuk sekarang," tandasnya. (*)