Mantan Napi Nyaleg

Bolehkah Mantan Napi Korupsi Ikut Nyaleg di Pemilu 2024? Ini Ultimatum KPK

Editor: Saldy Irawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi baju tahanan KPK

TRIBUN-TIMUR.COM Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, memberikan tanggapan terkait pernyataan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang mengungkapkan adanya 15 nama mantan narapidana kasus korupsi yang ikut serta dalam proses pencalonan legislatif.

Firli menegaskan bahwa para calon tersebut seharusnya secara terbuka mengakui bahwa mereka pernah terlibat dalam kasus korupsi.

"Namun, penting untuk dicatat bahwa seorang mantan narapidana seperti yang dimaksud harus secara jelas menyatakan dan menginformasikan status hukumnya. Ini akan memberikan pemahaman kepada publik mengenai status calon tersebut," ujar Firli kepada wartawan pada Kamis (31/8/2023).

"Pernyataan dan pengakuan dari calon legislatif sebagai mantan narapidana harus diungkapkan kepada publik, sehingga pemilih memiliki informasi yang memadai dalam memutuskan pilihan pada pemilu," tambahnya.

Dengan langkah ini, Firli berpendapat bahwa masyarakat akan dapat menilai calon pejabat yang pantas untuk dipilih. Ia juga menekankan pentingnya pemimpin yang terpilih memiliki integritas dan jujur.

"Ini akan membantu masyarakat memahami bahwa pemilu adalah momen di mana mereka memilih para pemimpin yang akan menerima tanggung jawab dari rakyat. Mereka akan bertugas untuk membawa masyarakat menuju keberhasilan dan kesejahteraan. Oleh karena itu, calon pemimpin yang memiliki integritas dan jujur sangat dibutuhkan," lanjutnya.

Firli juga menekankan bahwa masyarakat memiliki peran penting dalam memastikan pelaksanaan pemilu berjalan dengan baik. Hal ini termasuk dalam pengawasan terhadap proses pemilu dan pemilihan calon bupati, walikota, DPR/DPRD/DPD, bahkan presiden/wakil presiden yang memiliki integritas.

Selanjutnya, Firli menjelaskan bahwa pemberantasan korupsi yang efektif memerlukan penegakan hukum yang memberikan efek jera. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan memberlakukan pidana tambahan, termasuk pencabutan hak politik.

"Pencabutan hak politik sebagai pidana tambahan adalah hukuman yang berdampak pada hilangnya hak politik bagi pelaku. Ini bertujuan untuk membatasi partisipasi pelaku dalam aktivitas politik, seperti hak memilih atau dipilih, sebagai konsekuensi dari tindak pidana yang dilakukan," jelasnya.

Firli juga menyoroti bahwa Undang-Undang Pemilu menetapkan bahwa salah satu persyaratan bagi calon Anggota DPR, DPD, dan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota adalah tidak pernah dihukum berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dengan ancaman pidana 5 tahun atau lebih.

Oleh karena itu, mantan narapidana korupsi dapat mencalonkan diri setelah melewati masa jeda 5 tahun sejak bebas dari pidana.

"Dengan memenuhi masa jeda 5 tahun setelah bebas. Berdasarkan aturan ini, tidak ada larangan eksplisit terhadap mantan narapidana korupsi untuk mencalonkan diri atau menjadi calon," tegasnya.

ICW sebelumnya mengungkapkan bahwa terdapat 15 nama mantan narapidana korupsi yang ikut serta dalam pemilihan legislatif. ICW mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengumumkan status hukum eks narapidana korupsi tersebut dalam Daftar Calon Sementara.

"KPU harus segera mengumumkan status mantan narapidana korupsi dalam daftar calon sementara bakal calon legislatif," demikian pernyataan ICW dalam siaran persnya pada Jumat (25/8).

ICW berpendapat bahwa KPU masih memberikan kesempatan pada mantan narapidana korupsi.

Seharusnya, KPU mengumumkan status hukum para calon wakil rakyat tersebut.(*)

Berita Terkini