Kemudian melibatkan 500 UMKM lokal, 50 korporasi, 30 negara sahabat, 0 kecelakaan, dan 100 persen dilakukan oleh lokal timwork.
"F8 sudah jadi panggung nasional, tahun ini kami coba ciptakan sejarah untuk bergerak lebih maju lagi dengan memberikan warisan, tahun ini jadi tahun terakhir F8 di KEN, selanjutnya semoga bisa jadi event internasional," tuturnya.
Sekarang ini persiapan F8 untuk menghibur pengunjung sudah sekira 90 persen.
Rencananya, panitia sudah mulai loading barang pada 12 Agustus mendatang.
Jumlah booth yang terjual sudah hampir 90 persen, begitu juga dengan booth gratis bagi UMKM sudah penuh.
Beberapa kabupaten kota juga telah mengkonfirmasi untuk ikut dalam event ini.
Termasuk beberapa negara seperti Jepang, Australia, Jerman dan Prancis.
"Tahun ini kami menghadirkan lima designer internasional ternama dari Asia Tenggara yang akan berkolaborasi dengan Designer lokal. Diantaranya, berasal dari negara Singapore, Thailand, Vietnam, Philipina, dan Laos," jelas Wawan.(erl/ami)
Dua Ribuan Kades Dilatih Kelola Uang Rp2 Tririlun Tiap Tahun
Desa di Sulsel sudah menikmati dana kucuran langsung dari APBN sejak 2015. Setiap tahun, alokasi dana desa untuk Sulsel terus meningkat. Total dana APBN untuk 2.255 desa di Sulsel setiap kucur tak kurang dari Rp2,3 Triliun.
Sesuai survei Indeks Pembangunan Desa (IPD) di Sulsel, desa tertinggal di provinsi pada tahun 2014 mencapai 290, dan tahun ini tinggal 168.
Akhir pekan ini, Kepala Desa se-Sulsel mengikuti peningkatan kapasitas di Hotel Claro Makassar, Sabtu (5/8/2023).
Peningkatan kapasitas ini dilakukan untuk pemahaman mengelola keuangan desa.
Kepala Dinas Pembedayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Sulsel Muh Saleh mengatakan Kepala Desa (Kades) harus paham sistem pengelolaan dana yang akuntabel.
Sehingga pertanggujawaban terkait pengelolaan dana bisa dilakukan secara profesional.
"Dana desa di Sulsel dikucurkan Rp 2 Triliun setiap tahun ini harus dipertanggungjawabkan secara profesional dan akuntabel," kata Muh Saleh.
"Makanya kita hadirkan narsum kompeten kepolisian, kejaksaan, BPKP dan Inspektorat untuk memberi pemahaman kepada kepala desa mengenai sistem pengelolaan dana sehingga tidak ada lagi bermasalah hukum dikemudian hari," lanjutnya.
Selama ini, realisasi dana desa sudah dilakukan secara maksimal.
Di tahun 2022 lalu saja, Saleh menyebut realisasi mencapi 99,7 persen.
Angka ini terhitung maksimal dalam realisasi anggaran.
"Ada 0,3 persen tidak terealisasi karena ada kepala desa tersangkut kasus administrasi, persoalan hukum," kata Saleh.
Sementara itu, realisasi triwulan 2 tahun 2023 ini sudah mencapai angka 55 persen.
Capaian ini masih bisa digenjot pemerintah desa hingga triwulan 4.
"Realisasi sampai saat ini baru 55 persen," kata Muh Saleh.
"Biasanya di triwulan ketiga digenjot 75 persen dan keempat bisa sampai 100 persen," sambungnya
Peningkatan kapasitas ini pun dilakukan untuk lebih memahamkan para kepala desa terkait penggunaan prioritas anggaran.
Sistem pencatatan, sistem pengawasan sampai realisasi anggaran bagi masyarakatSesuai survei Indeks Pembangunan Desa (IPD) di Sulsel, desa tertinggal di provinsi pada tahun 2014 mencapai 290, dan tahun ini tinggal 168.
Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel merilis data Potensi Desa (Podes) Sulsel 2018 di Kantor BPS Sulsel, Jl Haji Bau, Makassar, Senin (10/12/2018).
Kepala BPS Sulsel Yos Rusdiansyah mengatakan, pendataan potensi desa dilaksanakan tiga kali sepuluh tahun. Podes 2018 dilaksanakan pada Mei 2018 secara sensus terhadap seluruh desa/kelurahan/Unit Pemukiman Transportasi (UPT)/ Satuan Pemukiman Transmigrasi (SPT); kecamatan, dan kabupaten/kota.
"Wilayah administrasi pemerintahan yang didata harus memenuhi tiga syarat, yaitu ada wilayah, ada penduduk yang menetap, dan ada pemerintahan desa atau kelurahan," katanya.
Berdasarkan hasil Podes Sulsel 2018, tercatat ada 3.049 wilayah administrasi pemerintah setingkat desa yang terdiri dari 2.255 desa, 792 kelurahan, dan 2 UPT/SPT.
"Podes juga mencatat sebanyak 307 kecamatan dan 24 kabupaten/kota," ujar Yos.
Yos menjelaskan, BPS melakukan penghitungan Indeks Pembangunan Desa (IPD) yang menunjukkan tingkat perkembangan desa dengan kategori tertinggal, berkembang, dan mandiri.
IPD adalah indeks komposit yang menggambarkan tingkat kemajuan atau perkembangan desa, dergan skala 0-100. IPD menunjukkan tingkat perkembangan desa dengan status tertinggal (kurang dari atau sama dengan 50), berkembang (lebih dari 50 namun kurang dari atau samadengan 75), dan mandiri (lebih dari 75). IPD hanya dihitung pada wilayah administrasi setingkat desa yang berstatus pemerintahan desa.
"Semakin tinggi IPD menunjukkan semakin mandiri desa tersebut, dan hasilnya di Sulsel, jumlah desa tertinggal sebanyak 168 atau 7,45 persen, desa berkembang 1.967 atau 87,23 peesen, dan desa mandiri sebanyak 120 atau 5,32 persen," jelas Yos.
Yos menerangkan, pada tahun 2013, sebagian besar desa di Sulsel berstatus desa berkembang. Namun pada IPD 2018 menunjukkan adanya perbaikan status desa.
"Tahun 2018 cukup berkembang, desa tertinggal berkurang sebesar 123 desa dimana sebelumnya pada 2014 ada 290 desa tertinggal. Sementara desa mandiri bertambah 90 desa, dimana empat tahun lalu hanya 29 desa yang berstatus mandiri," kata mantan Kepala BPS Sumatra Selatan ini.
Lanjut Yos, penilaian IPD dilihat dari lima dimensi yakni pelayanan dasar, kondisi infrastruktur, transportasi, pelayanan umum, dan penyelenggaraan pemerintahan desa. Kelima dimensi tersebut terdiri dari 12 variabel dan 42 indikator, diman pada tahun 2017, semua dimensi penyusunan IPD meningkat.
"Salah satu indikator yang mengalami kenaikan tinggi pada dimensi pelayann dasar adalahketersediaan dan kemudahan akses ke apotek. Saat ini apotek semakin banyak berkembang hingga ke desa-desa, ini cukup berpengaruh terhadap perkembangan pelayanan dasar," jelas Yos.
Selain kemudahan akses ke apotek, beberapa indikator lain yang menjadi penilaian kemajuan suatu desa yakni ketersediaan tempat buang air besar bagi keluarga, lalu lintas dan kualitas jalan untuk transportasi antardesa, penanganan gizi buruk, dan otonomi desa.
"Jadi desa-desa di Sulsel yang masih masuk kategori tertinggal, kemungkinan belum memenuhi indikator-indikator tersebut. Kita harap ke depan semakin diperhatikan dan semakin banyak desa berkembang atau bahkan mandiri di Sulsel," jelas Yos. (*)