Namun kerepotan-kerepotan ini dijawab dengan kesigapan para Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daerah Kerja Bandara.
Mereka, baik petugas laki-laki atau perempuan, tampak cekatan mendampingi, menuntun, bahkan tak sedikit yang membopong dan menggendong jamaah lansia.
Sebagian lagi membantu mengambilkan makanan, menyuapi, mengantar ke toilet, bahkan membersihkan kotoran mereka saat buang hajat.
Tak ada rasa keterpaksaan atau ketidakrelaan petugas-petugas itu bekerja.
Mereka terlihat sangat ikhlas dan begitu tulus seolah membayangkan yang mereka dampingi, kawal, tuntun, bopong, gendong itu adalah orang tua sendiri.
Bayangan jemaah akan kerepotan pun berubah menjadi kemudahan bahkan rasa persaudaraan.
Setiba di hotel, para jamaah lansia juga tak henti disambut hangat petugas sektor.
Oleh petugas, jamaah dengan aktivitas terbatas diposisikan di kamar khusus, seperti di dekat lift.
Ini bertujuan untuk memudahkan mobilisasi, pemantauan, pemeriksaan kesehatan dan lainnya.
Ketika jamaah akan meninggalkan kamar, maka petugas sektor juga memastikan para jamaah lansia bisa ikut turut serta, entah harus dikawal atau dinaikkan dengan kursi roda dan lain sebagainya.
Demikian juga ketika haji memasuki fase puncak, yakni di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna).
Saya sengaja menyempatkan berkeliling ke tenda-tenda jemaah dan menemukan banyak jemaah lansia bisa beribadah dengan baik. Ini lagi-lagi karena di setiap maktab, telah disiapkan banyak petugas yang khusus untuk mengawal mereka.
Maka meski sudah uzur, mereka tidak lagi kesusahan untuk ke toilet, makan, minum, berdoa dan lain sebagainya.
Meski uzur atau sakit, rukun ibadah haji juga tak sedikit pun terlewatkan.
Ini karena ada petugas khusus yang membantu mereka seperti melakukan safari wukuf bagi jemaah sakit.