"Sudah banyak yang saya gendong dan pikul bang dan semua terasa ringan karena saya selalu ingat orangtua saya," ujar Iful yang mengaku saban punya kesempatan ke Masjidil Haram atau Nabawi, dia juga mendoakan ayahnya, Haji Abdullah agar husnul khatimah.
Dia pun mengisahkan soal bakti ke almarhumah ibunya, Halimah Rukundin.
Bulan Maret 2023 lalu, sebelum ikut seleksi Panitia Petugas Haji Indonesia (PPHI) di Manado, ibunya wafat.
"Sebelum ibu meninggal saya diwasiatkan buku manasik haji umrah dari Kemenag, buku yang dia gantung di lehernya saat naik haji tahun 2001 lalu," ujar Iful.
Iful mengaku, buku manasik haji itu semacam wasiat sekaligus menambah kepercayaan dirinya untuk ikut tahapan seleksi PPIH Arab Saudi.
Alhamdulillah, Mei 2023 lalu, sebelum Lebaran 1444 H, namanya tercantum dalam daftar 460 petugas PPIH non-kloter.
Iful memang terlihat terus membawa buku manasik sebesar dan setebal telapak tangan orang dewasa itu.
Saat menunaikan umrah sunnah, dua hari sebelum berangkat wuquf di Arafah, buku itu juga digantung di lehernya saat miqat di Masjid Aisiyah, kawasan Tanaim, luar Tanah Haram, Makkah.
"Ini saya mau umrahkan bapak mertua saya, Bang! " ujarnya kepada Tribun, yang kebetulan satu bus shalawat dari Masjidil Haram ke Sektor III Sysyah, Makkah.
Bahkan saat Iful berjuang untuk mencium potongan batu sorga "Hajar Aswad" di sudut tenggara Baitullah, dia mengaku terus mengenggam buku manasik itu.
Saat Wuquf di Arafah, melintas di Muzdalifah, mabit, jamarat aqabah di Mina, buku itu ibarat kalung penghias di pakaian ihramnya.
Karena buku manasik itupulah jadi alasan.
Saat atasan langsungnya, Ketua Sektor I Madinah Affan Rangkuti, memerintahkan 30-an personel sektor I bergegas ke Maktab 15 Mina, Iful tetap bermunajat dengan buku manasik wasiat ibu.
"Biarkan si Iful dulu baca doa wuquf. Ini haji pertamanya, haji paling emosional," kata Rangkuti. (*)
Laporan TribunTimur.com, Sayyid Zulfadli